Mata Toni menatap lekat ke dalam ruangan kecil tempat karyawan muslim beribadah di dalamnya. Pemandangan yang begitu menakjubkan membuatnya betah berlama-lama berdiri di lorong gedung itu.
Apa mungkin lelaki itu kekasihnya? Atau bahkan sudah menjadi suaminya?~ Toni membatin seakan tidak rela jika dugaannya adalah benar-benar sebuah kenyataan yang sebenarnya.
Dia terus melirik tanpa berkedip ke arah Iffah yang sedang berada di dalam ruangan itu. Iffah terlihat khusuk melafazkan do'a-do'a yang hanya dirinyalah dan Tuhan yang tahu.
Oh Allah... Jika dia bukan lagi termasuk seseorang yang kau takdirkan untukku, kenapa kau menggetarkan dadaku sekuat ini? Jangan biarkan aku melakukan kesalahan lagi terhadap pikiranku dalam menilai perasaanku sendiri...~ Pinta Toni membatin. Dia segera mengusap kasar wajahnya yang masih basah karena air wudhu. Berkali-kali bibirnya komat-kamit melafadzkan Istighfar.
Toni segera beranjak dari tempatnya berdiri menuju ke ruangan sebelah, sebelum Iffah menyelesaikan do'anya dan sempat melihat Toni yang hampir sedari tadi memerhatikan dirinya.
Ah, mungkin perasaanku saja~ Batin Iffah seraya mendongakkan sedikit kepalanya menoleh ke arah pintu masuk Mushalla kantor.
Iffah melipat mukena yang baru saja dia lepas dari tubuhnya itu dan segera berdiri hendak kembali ke ruang kerjanya. Tiba-tiba, pemandangan yang sama membuat gerak kakinya terhenti seketika. Bibirnya yang tipis melengkung ke arah atas seakan menggambarkan perasaannya yang begitu mengagumi pemuda tampan sebagai atasannya di kantor itu.
Toni melafadzkan salam seraya menoleh ke arah bahu kanannya.
SSSSRRRRR...
Jantung mereka berdesir secara bersamaan dalam raga mereka masing-masing, dan hanya Tuhanlah yang tau bahwa pertanda itu telah acap kali tiba kepada mereka. Hanya saja mereka tidak pernah menyadari akan hal itu. Allah sebaik-baik zat yang mengatur pertemuan mereka.
Iffah segera pergi dan mempercepat langkah kakinya, perasaannya yang bergemuruh bagai hujan badai membuat wajahnya memucat bagai tak berdarah.
*****
Sore itu, semua karyawan di dalam gedung itu telah berangsur menghilang. Namun berbeda dengan Iffah, dia dengan tenang masih duduk di tempat biasa Ghali akan mengejutkan dirinya.
Sesekali kepalanya menoleh ke arah jalan berharap lelaki yang memanggilinya kakak itu segera datang menjemputnya. Dan sesekali pula, Iffah mengangkat lengannya untuk memastikan bahwa dirinyalah yang terlalu cepat keluar dari gedung tinngi yang dipunggunginya saat itu.
"Apa jemputanmu belum datang?." Suara Toni yang tidak terlalu menggelegar terdengar mengejutkan bagi Iffah. Bagaimana tidak? Saat itu dia menunggu dengan cemasnya. "Oh maaf, Iffah..." Suara Toni bergetar menyebut nama gadis yang membuat jantungnya terus berdetak. "Maaf... Aku mengejutkanmu." Sambung Toni kemudian.
"Tidak apa-apa pak..." Saut Iffah menoleh sebentar dan kemudian kembali menunduk.
"Apa suamimu belum menjemput?." Ulang Toni dengan sengaja menyebutkan kata suami
"Suami???." Iffah seolah terkejut akan pertanyaan sekaligus bentuk pernyataan Toni. Namun dering ponselnya lebih dahulu menyikapi keterkejutannya saat itu.
"Assalamu'alaikum kakak." Sapa seseorang dari seberang yang tidak lain adalah Ghali.
"Wa'alaikumussalam sayang... (Deggg, jantung Toni dibuat kacau) Kamu dimana?" Tanyanya dengan nada cemas.
"Maaf kakak, hari ini kakak naik taxi saja ya. Ghali sepertinya bakalan lembur malam ini." Ghali seakan tidak senang meminta kakaknya untuk naik taxi, namun keadaan memaksanya.
"Oh iya sayang, tidak apa-apa kok. Kamu semangat kerjanya ya, pulangnya juga jangan terlalu larut..."
"Siap kakakku yang cantik, tapi kakak jangan naik apapun selain dari taxi ya." Ulang Ghali memastikan kakaknya agar berikrar kepadanya. Dia seakan tidak ingin Iffah kenapa-kenapa.
"Iya bawel, sampai ketemu di rumah. Assalamu'alaikum." Iffah seakan sengaja memanasi hati toni.
Iffah mengakhiri panggilan suaranya bersama Ghali setelah mendapatkan jawaban atas salam yang diucapkannya terakhir kali tadi.
"Apa kamu butuh tumpangan?." Tawar Toni dengan sopan.
"Maaf pak Antoni, terimakasih atas tawaran bapak. Tapi saya naik taxi saja." Elak Iffah seraya turun dari bibir jalan.
Sebuah sedan minibus melaju dengan kencang di hadapannya.
"Aaaaaaa..." Tangan Toni segera menarik lengan Iffah seiring teriakannya yang seakan terdengar menggelegar hingga ke berbagai penjuru.
Meski masih sempat menyelamatkan, namun Toni ikut terlihat syok melihat kejadian naas yang hampir menimpa sekretarisnya itu. Dia bahkan tidak akan sanggup melihat Iffah berlumuran darah jika tangannya tidak refleks menarik lengan Iffah.~~~~ Diluar sadarnya, Toni memeluk tubuh Iffah yang masih bergetar hebat saat itu. Dia seakan begitu mengkhawatirkan Iffah.
Iffah tidak lagi mengeluarkan sedikitpun suaranya, perlahan tubuhnya melemah dan terkulai di dalam dekapan dada Toni yang kekar.
"Iffah... Iffah..." Toni menepuk-nepuk pipi Iffah dengan pelan, berharap gadis itu segera sadar. Dia terlihat hilang akal dengan kondisi Iffah yang tidak kunjung terbangun. Tanpa pikir panjang lagi, Toni segera mengangkat tubuh Iffah dan memasukkannya ke dalam mobil miliknya yang sedari tadi masih terparkir di dalam pekarangan gedung kantor.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Tian Siregar
semangat mas toni . iffah masa depanmu nanti
2021-04-20
1
MeiMei
Toni ... iffah jodohmu ...💖🥰
2021-03-13
1
Ika Sartika
awal yg bagus....makin panasaran...bikin baca terus...
2021-01-16
2