Senja di desa kelahirannya, Toni berbaring di atas rerumputan hijau yang membentang luas disana. Matanya tak henti memandang ke arah cakrawala di ufuk barat.
"Mah, pah, semoga kalian bahagia disana. Toni sangat merindukan kalian berdua. Saat ini Toni tinggal bersama nenek di kota, disana ada om Bobi dan bi Chellin juga. Mereka baik, mereka tau apapun perasaan Toni.
Tadi Toni sudah menemui Milka, cucu mama dan papa. Saat ini Milka kecilku sudah aktif sekali merangkak, dia juga sudah dapat memanggilku papa.
Toni tidak bisa berlama-lama disini pa, Toni hanya merindukan kalian dan putri kecilnya Toni saja, makanya Toni pulang.
Tapi ada hal penting yang ingin Toni bagi sama kalian. Di kantor, sekretaris yang dipilihkan Toni selalu saja membuat dada Toni berdebar. Dan debaran itu sangat menyakitkan bagi Toni. Toni tidak tau ada apa, tapi Toni lebih memilih merasakan sakit seperti itu dibandingkan tidak melihatnya dalam sehari.
Apa mungkin dia jodohnya Toni?"
Toni seakan melihat papanya ikut berbaring disampingnya kala itu, persis seperti yang mereka lakukan pada waktu papanya sering mengajaknya kesana dulu.
"Oh iya pa, tanah yang dulu ingin papa miliki untuk aku sekarang sudah akan dibangun villa disana. Dan Toni sendiri yang mengerjakan serta mengelola pembangunan disana.
Papa pasti bangga bukan?
Memang pa, memang kita begitu dekat. Sehingga Toni bisa merasakan kehadirannya papa disisi Toni saat ini. Tapi hari ini cukup sampai disini ya pa, Insya Allah dalam dua bulan kedepan Toni mampir lagi. Kita akan menatap cakrawala bersama-sama kembali."
*****
Ya, semenjak kejadian malam itu hubungan Toni dan Iffah tidak lain hanya sebagai atasan dan bawahan semata. Meski jantung mereka sama-sama masih merasakan getaran setiap kali bertemu, namun mereka selalu berpura-pura acuh.
Segala urusan kantor di handle Iffah dalam beberapa hari semenjak Toni tidak masuk. Namun bukan itu yang membuat dirinya merasa berat. Tidak melihat Toni dalam sehari sajalah yang membuatnya seakan sukar bernafas. Hidup mereka seakan beketergantungan meski tidak memiliki hubungan spesial sama sekali.
Hari itu Iffah sedikit terlambat pulang. Meskipun begitu, Ghali tetap menungguinya di depan gedung perusahaan yang dikelola oleh Toni itu.
Ternyata dia belum pulang?.~ Gumam Toni ketika melewati Ghali di depan kantornya sedang duduk sambil memainkan ponsel.
Sore itu Toni sudah sampai kembali di kota. Dia memutuskan untuk mampir dulu ke kantornya sebelum pulang ke rumah neneknya.
"Mobil itu! Bukankan mobil itu milik lelaki yang sudah mengantarkan kak Iffah pulang waktu aku ada lembur ya?" Ghali yang sekelabat mengenali mobil Toni segera berdiri dari duduknya.
"Aku harus menemuinya." Bathin Ghali bergerak ke tempat Toni memarkirkan mobil.
Ghali menarik lengan Toni ke tempat yang sepi dari pandangan mata orang-orang ketika dia mendapati Toni sudah keluar dari sedan yang di kendarainya.
"Apa-apaan ini?" Teriak Toni seraya menepis kasar tangan Ghali. "Bukankah kamu adiknya Iffah?"
"Ya benar, saya adiknya Iffah." Sautnya datar namun terlihat tidak suka terhadap Toni.
"Ada apa kamu pakai menarik saya segala?. Jika ingin bicara, katakan dengan baik- baik." Tegur Toni seakan tidak suka atas perlakuan Ghali terhadapnya.
"Saya tidak peduli siapapun Anda, saya hanya minta jangan pernah datang kesini lagi apalagi untuk menemui kakak saya ataupun ingin menjemputnya." Memang kala itu Toni tidak berpakaian kantoran sehingga Ghali tidak tau tujuan Toni datang ke kantor. Apalagi dia datang di sore hari.
"Apa kamu sudah tidak waras?.Harusnya kamu tanyakan dulu baik-baik. Tidak ada seorangpun yang bisa melarang saya untuk datang ke kantor saya sendiri." Ujar Toni tak kalah sengit.
"Apa?" Ghali dibuat terkejut atas pengakuan Toni.
"Kenapa?." Balas Toni merasa menang.
"Kalau begitu saya akan meminta kakak saya untuk resignt dari sini." Ujarnya dengan setengah mengancam.
Toni sedikit terkejut dibuatnya, rautnya yang mula menegang berangsur melunak. Kesedihan terlukis di wajah tampannya itu.
"Apa kakakmu tidak mengatakan bahwa dia terikat kontrak disini?" Ujar Toni mulai memelankan suaranya.
"Saya tidak peduli." Ghali tetap acuh.
"Baiklah, sekarang katakan apa masalahmu?" Toni mulai menyerah menghadapi Ghali.
"Saya hanya tidak ingin kakak saya bertemu dengan orang seperti Anda."
"Memangnya kenapa?" Toni tampak habis pikir menghadapi Ghali yang benar-benar terlihat seperti tidak menyukainya sama sekali.
"Harusnya saya yang bertanya, memangnya kenapa jika kakak saya resignt dari kantor anda?"
"Karena saya sangat mencintainya!." Ghali tercengang atas pengakuan Toni. "Dia perempuan yang membuat saya benar-benar merasa hidup. Karena setiap kali kami bertemu, jantungku selalu berdetak. Saya mencoba menahannya, mencoba menyikapi dirinya yang bersikap seolah kami benar-benar hanya sebatas atasan dan bawahan. Tapi saya lebih merasa nyaman merasakan sakit seperti itu daripada tidak melihatnya. Saya tidak yakin untuk dapat melupakannya lagi." Toni meluahkan perasaan yang sebenarnya dia sendiri tidak menyadari akan hal itu.
"Wajah Anda mengatakan bahwa Anda dalam keraguan pak." Ghali mulai melunak.
"Tidak, saya yakin." Saut Toni ikut meyakini perasaannya sendiri.
"Saya tidak ingin seorangpun menggantikan Arjuna dalam hidup kakak saya, kecuali jika sudah menjadi keputusnnya sendiri." Toni terlihat kembali bimbang ketika nama Arjuna yang pernah disebut Iffah dalam tidak sadarnya kala itu terdengar lagi dari mulut Ghali.
"Siapa sebenarnya Arjuna." Tanyanya lirih.
"Anda bahkan tidak perlu tau." Saut Ghali cepat.
"Kalau begitu saya akan pertanyakan langsung kepada Iffah sendiri." Tutur Toni terdengar mengancam.
"Arjuna adalah suaminya..." Akhirnya Ghali menyauti dengan setengah berteriak, dia seakan takut jika Toni benar-benar nekat. "Ya, kakakku sudah menikah." Ghali akhirnya menyerah menyikapi keras kepalanya Toni.
Toni terhuyung mendengar pengakuan Ghali tentang Iffah. Dia menggelengkan pelan kepalanya seakan tidak percaya. "Bohong, kamu pasti berbohong." Satu tetes air mata jatuh menimpa pipinya. Perlahan dia mundur dan memutar balik tubuhnya meninggalkan Ghali hendak menuju ke tempat mobilnya terparkir.
Ghali menatap iba, dia seperti tidak menyangka melihat reaksi Toni yang tampak terluka karena jawaban darinya tentang Arjuna.
Toni berpapasan dengan Iffah, namun dia hanya melewatinya saja. Sementara Iffah menghentikan langkahnya hendak menyapa secara formal, namun dia kebingungan karena Toni hanya mengacuhkannya.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Suryani
ternyata suaminya Ifah , berarti janda dong si ifahnya
dapat Toni bujang berasa duda 🤭😁
2022-02-27
1
Kurrotun Ainul Fitroh
Puyeng kepala 😰
2021-06-30
1
Tian Siregar
ikut baca para komen pembaca yg main tebak tebakan tentang arjuna .
2021-04-20
1