"Selamat sore kakakku yang cantik..." Sapa seorang lelaki yang masih muda. Lelaki itu menghentikan motor sportnya tepat di samping Iffah.
"Ghaliiiih... Lagi-lagi kamu mengejutkan kakak. Kalau kakakmu ini jantungan bagaimana? Mau hidup sebatang kara?." Gerutu Iffah yang seolah merasa dikejutkan.
"Hehe... Jangan dong kak, Ghali tidak akan sanggup hidup tanpa kakak." Lelaki yang dipanggilinya Ghali cengengesan.
"Makanya, lain kali pikir-pikir dulu hendak mengejutkan kakak." Masih dengan mode menggerutu.
"Iya-iya maaf... Kakak jangan marah dong... Nanti cantiknya kakak hilang." Goda Ghali sambil memasang senyuman tampannya. Terlihat dua gingsulnya yang tajam menghiasi bagian tepi dari deret giginya yang bersih dan mengkilau disana.
Iffah mencubit kecil pinggang Ghali, sehingga lelaki itu menggeliat geli karenanya. "Masih saja kamu menggoda kakakmu ini, akan kakak pastikan kamu makan malam dengan garam." Ancam Iffah.
"Eh ampun... Ampun... Jangan dong kak. Ah kakak mah gitu... Suka ngancem... Aku kan hari ini gajian kak."
"Makanya, nanti kalau becandain kakak pikir-pikir dulu." Omel Iffah.
"Iya-iya, kan Ghali sudah minta maaf..." Ujar Ghali sambil memanyunkan bibir bawahnya.
Iffah mencubit manja pipi Ghali yang tidak terlalu tembem itu dengan gemes, "Kamu seperti anak kecil saja..."
"Ghali akan terus bertingkah seperti anak kecil di mata kakak sampai salah satu diantara kita menikah. Dan... Pastinya kakaklah yang pertama kali menikah diantara kita. Ghali akan terus melindungi kakak dari apapun dan dari siapapun yang menyakiti kakak... Ghali tidak akan membiarkan air berjatuhan dari mata cantik kakak ini." Ghali menunjuk bola mata Iffah.
Iffah mengusap kasar kepala Ghali. "Terimakasih sayang..." Ucap Iffah dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. "Ya sudah, karena hari ini kamu gajian, kamu temani kakak pergi berbelanaja dan kamu juga yang harus membayarnya." Pinta Iffah seakan memerintah.
"0keee... Putri ratu silakan naik." Ghali merentangkan telapak tangan kirinya untuk menahan tubuh Iffah ketika menaiki motor sport milik Ghali yang sedikit tinggi dan susah untuk dinaiki Iffah.
Mereka pergi meninggalkan gedung yang sudah mulai sepi sore itu.
Namun tanapa Iffah sadari, sepasang mata Toni menatapnya dari kejauhan.
"Apa itu pacarnya? Ah tidak mungkin, pasti itu suaminya." Toni terlihat kecewa akan pemandangan yang dilihatnya. "Mereka terlihat begitu dekat."
Sikap Toni kembali terlihat dingin, dia melajukan mobilnya dan ikut meninggalkan gedung tempatnya mulai bekerja seharian tadi.
*****
"Assalamu'alaikum..." Toni melangakah dengan gontai memasuki rumah megah yang baru beberapa bulan lalu mulai dihuninya.
"Wa'alaikumussalam..." Seorang wanita paruh baya datang menghampirinya sambil mendorong kursi roda yang diduduki wanita tua dengan kulit yang telah mengeriput dan rambut yang hampir merata putihnya.
Toni bersimpuh dan meraih kedua tangan wanita tua itu dan menciumi punggung tangannya secara bergantian, terlihat sekali Toni sangat mencintai wanita tua itu dengan penuh kasih. Sementara wanita paruh baya di belakangnya hanya tersenyum haru menyaksikan tingkah Toni.
"Sore nenek, sore bi Chellin..." Toni menengadahkan kepalanya sedikit untuk menyapa perempuan yang dipanggilinya bi Chellin.
"Sore juga sayang..." Saut mereka hampir bersamaan.
"Bagaimana harimu pertama masuk ke kantor nak?." Tanya nenek dengan suara khasnya.
"Alhamdulillah nek, lancar. Nenek dan bibi do'akan saja Toni, biar Toni jadi anak yang bisa diandalkan." Pintanya lirih.
"Iya sayang, kami selalu mendo'akan kamu nak. Tetapi kamu juga harus terus berusaha." Ujar Chellin.
"Iya bi". Saut Toni sambil tersenyum kecil.
"Ya sudah, sana mandi. Kamu pasti lelah, ommu saja sudah nyantai sedari tadi." Perintah Chellin halus.
"Iya bi." Toni menurut. Dia segera berdiri dan melangkah ke arah kamarnya.
"Pasti semuanya masih terasa berat bagi Toni bu." Tutur Chellin lirih dengan sedikit berbisik. Wajahnya masih menoleh ke arah Toni yang perlahan mulai menghilang di balik didnding pemisah ruangan itu.
"Semuanya butuh proses Chellin, tapi ibu yakin Toni mampu dengan perlahan mengobati luka di masa lalunya. Dia hanya butuh dukungan dari kita dan orang-orang yang disayanginya. Ibu selalu mendo'akan kebaikan untuknya. Ibu berharap dia akan bahagia suatu hari nanti bersama seseorang yang entah siapa dan saat ini berada dimana." Ujar nenek dengan matanya yang mengabur sedikit berkaca-kaca.
"Iya bu, Chellin juga berharap hal yang sama. Karena bagi Chellin, Toni sudah menjadi anak kandungnya Chellin. Apalagi di usia Chellin dan Bobi sudah senja." Terlihat sekali ketulusan dari setiap untaian kata yang keluar dari mulut wanita paruh baya itu.
"Ibu sangat senang Chellin. Kamu sama seperti almarhum ibumu, baik. Ibu tidak tau apa yang akan terjadi jika tanpa kamu nak. Jika suatu hari nanti ibu telah tiada..."
"Ibu ini bicara apa sih?." Potong Chellin cepat.
"Nak semua orang akan menemui ajalnya, baik tua, muda, sakit ataupun sehat. Apalagi ibu yang sudah tua dan sakit-sakitan seperti ini." Tutur nenek lembut.
"Iya bu, Chellin tau... Tapi tidak usah dibahas. Ayo kita kembali ke dalam." Ajak chellin mengakhiri perbincangan mereka sore itu, seraya memutar kembali kursi roda yang diduduki nenek dan melajukannya ke arah dalam.
.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
ayahe galih212
makin kreatif aja thorr karyanya..?
2021-11-07
0
keysha Azzahra
lanjuuttt
2021-06-29
1
Daru Widyanto
mantap cerita'y selalu saling mendukung dalam menghadapi suatu masalah
2021-04-02
2