"Istirahat yang cukup, Mika," ucap Alea ketika sudah tiba di depan pagar runah Mikayla. Mikayla yang pertama dijemput dan diantar pulang terakhir.
Mikayla terdiam sambil melepaskan seatbeltnya. Sepanjang perjalanan pulang tadi, dia banyak diam.
"Aku mau balik ke kantor lama, Lea."
"APA?!" Seperti biasa Alea langsung histeris
Mikayla menutup kedua telinganya.
"Alea, bisa ngga, sih, ngga usah jerit jerit," kesal Mikayla.
"Oke, oke. Sorry, sorry. Ini juga gara gara kamu, Mika. Suka banget bikin aku jantungan. Kamu kenapa, sih? Di kantor lama tuh, gaji kita bakal disu nat lima puluh persen. LIMA PULUH PERSEN, MIKAAA....!" berondong Alea kesal mendengar keputusan Mikayla.
Nih anak kesambet apa?
Oh iya, dia, kan tadi tiba tiba demam.
Sebelum Mikayla menjawab, Alea sudah lebih dulu memegang keningnya.
"Kamu ngga apa apa, kan? Ngga panas...." Alea terdiam saat merasa suhu tubuh Mikayla yang masih normal saja.
Mikayla hanya tersenyum
"Ritme kerjanya aku ngga kuat. Nanti aku akan rayuBu Siska agar gajiku tetap yang dulu aja." Kemudian dia tertawa saat mengakhiri kalimatnya.
Alea sampai menggelengkan kepalanya dengan tatapan kesal yang luar biasa.
"Mika, pokoknya ngga boleh. Kamu ngga boleh pindah." Alea menggenggam tangan Mikayla.
"Aku, Nala, Rumi akan bantu ngerjain kerjaan kamu. Mereka juga pasti ngga mau kamu pindah." Alea yakin kalo kedua temannya tau, pasti mereka akan kejang kejang seperti abis terkena sambaran petir.
Mikayla hanya tersenyum, tapi senyum itu tampak mengerikan di mata Alea.
Dia sangat tau watak Mikayla, karena sudah empat tahun mereka bekerja sama.
Mikayla jarang punya keinginan. Tapi sekalinya dia sudah punya, dia akan mati matian mewujudkannya.
"Pikirkan lagi, Mika. Pokoknya harus kamu pikirkan lagi," ucap Alea saat Mikayla sudah membuka pintu mobilnya.
"Kamu hati hati pulangnya. Thank's, ya."
Mikayla pun menutup pintu mobil diiringi tatapan ngga rela Alea.
Mungkin aku harus menjelek jelekkan pekerjaan Mika pada Bu Siska agar dia ngga diterima kerja di sana lagi, batin Alea tersenyum. Dia merasa otaknya jahatnya mulai berfungsi.
Mikayla menunggu sampai mobil Alea berlalu.
Tapi dia merasa aneh dengan mobil mewah yang parkir ngga jauh dari rumahnya.
Tetangganya rata rata punya mobil biasa aja.
Siapa, ya?
Dan mobil itu pun melaju melewatinya
Tatap mata Mikayla ngga bisa menembus gelapnya kaca jendela mobil mewah itu.
Tamunya tetangga mungkin, pikirnya acuh sambil membuka pintu pagar.
Malam ini lagi lagi mamanya yang membukakan pintu.
"Ma, kenapa belum tidur?" Mikayla kaget ketika akan memasukkan kunci, pintunya sudah terbuka.
"Ya, belum, dong. Kan, lagi bukain kamu pintu." Walau tersenyum, wajah mamanya menyiratkan kekhawatiran
"Kenapa, ma?"
"Adikmu belum pulang."
"Samira?" tebak Mikayla ngga yakin.
Mama menggeleng.
"Samira sudah tidur. Okta."
"Oooh....." Mikayla tersenyum tipis sambil melihat jam di pergelangan tangannya.
"Belum jam sebelas, ma." Biasanya adek laki lakinya pulang jam sebelasan.
Mika sudah lelah memberitaunya agar ngga pulang malam malam. Samira beberapa kali memarahinya dan membuat mereka berdua bertengkar hebat.
Tapi memang anak yang umur seperti Okta, lagi parah parahnya membangkang. Ngga ada yang mau dia dengar.
"Tapi mama cemas. Dia sempat pamit mau ikut trek trekkan katanya. Tau sendiri, kan, adikmu ngga bisa dilarang," keluh mamanya masih dilanda kekhawatiran.
Mikayla menghembuskan nafas panjang
"Ya udah, ma, kita do'ain aja dia selamat."
"Mikaa....! Ngga boleh ngomong gitu...."
Mau bagaimana lagi. Adiknya sulit dilarang. Dia sudah capek mencari uang, tenaganya sudah habis untuk berdebat dengan adik bungsunya.
Sekarang ditambah lagi muncul masalah baru. Nicholas Jayandru yang tiba tiba saja sudah jadi bosnya.
Mika membimbing tangan mamanya, dan mengajaknya duduk di sofa.
"Kita tunggu dia sama sama, ma. Mika juga belum ngantuk." Mikayla pun menselonjorkan kedua kakinya dan meletakkannya dengan menumpunya di atas meja.
"Mau mama buatin teh?" Mamanya jadi merasa bersalah.
Pasti Mika sudah ingin tidur.
"Ngga, Ma. Mika udah banyak minum di kantor. Bisa kembung, ntar," kekehnya.
Mamanya tersenyum lembut.
Menit menit berlalu sangat lambat.
Mama semakin tampak gelisah. Entah kenapa, malam ini firasatnya mengatakan hal yng buruk.
"Mika yang buatin mama teh, ya." Mika menurunkan satu kakinya, bermaksud ke dapur.
"Ngga usah, sayang," geleng mamanya menolak.
RRRTTTT
Mika dan mamanya saling tatap pada ponsel mamanya yang ada di atas meja.
Yang memanggil nomer pacar adiknya, Mina.
"Ada apa, Mina?" Jantung mama Mika.tiba tiba berdetak keras.
Begitu juga dengan jantung Mika. Ngga biasanya pacar adiknya menelpon.
"Malam, Tante. Tante, Okta sekarang di rumah sakit. Tapi udah ngga apa apa, kok, tante... "
"Maksudnya apa, Mina?" Suara mama langsung panik.
'Tadi Okta kecelakaan, tante."
"Kecelakaan?!" Tubuh mama limbung hampir jatuh, untung Mika sregep menahannya.
Dia mengambil alih ponsel di tangan mamanya.
'Mina, ini kak Mika. Keadaan Okta sekarang bagaimana?" Mika membantu mendudukkan mamanya di sofa.
"Sudah mendingan, kak. Tadi kakinya sudah dioperasi."
"Kakinya diamputasi?"
"Mika...!" sentak mamanya pelan tapi penuh tekanan.
"Ngga boleh ngomong gitu," lanjut mamanya lagi.
Mikayla hanya nyengir. Kalo ada Samira, mungkin sudah disyukurin.
"Enggak, kak. Pasang pen aja," jelas Mina.
"Oooh..... Kamu masih di rumah sakit? Sudah malam loh. Nanti dimarahi mami sama papi kamu."
"Ngga apa, kak Mika. Mina tunggu sampai kak Mika datang, ya, baru Mina pulang."
Mika menghembuskan nafas panjang.
Secinta itu Mina dengan adiknya yang belum jelas masa depannya.
Samira juga heran, seorang Mina bisa sebucin itu dengan Okta.
"Kamu pelet, ya," tuduh Samira.
"Sembarangan. Aku ini ganteng biar ngga kaya," bantah Okta super pede.
Mikayla selalu tergelak mendengarnya. Mereka berdua adalah hiburan buatnya.
"Kamu ditemeni siapa, selain Okta?"
"Rame, kak. Ngga berdua aja sama Okta, kok." terdengar tawa kecil Mina.
"Aman berarti, ya," kekeh Mikayla yang tetap tertawa walaupun mamanya sedang mencubitnya.
"Ayo, kita siap siap." Setelah melepaskan cubitannya, mamanya berjalan ke kamar Samira dan bermaksud membangunkannya.
"Oke, Mina. Kakak sama mama siap siap dulu. Makasih, ya, udah ngabarin."
"Ya, kak."
Baru saja ponselnya ditutup Mina, terdengar suara gerutuan Samira.
"Anak itu...! Awas aja.... Aku akan jewer kupingnya sampe putus." Dia kembali menguap.
"Aku ganti baju dulu," kekeh Mikayla dengan sisa tawa di bibirnya.
Okta, kamu siap siap, ya.... tawanya dalam hati.
*
*
*
"Jadi itu rumahnya," gumam Nicholas. Dia sengaja membuntuti mobil yang membawa Mikayla. Walau berputar putar dan lama baru sampai di rumah itu.
Dia meminta Rido pulang duluan dengan supirmya saja. Sedangkan dia meminta pengawalnya mengirimkan mobil untuknya.
Nicholas terpaku saat melihat Mikayla. Baru kali ini dia melihat gadis itu secara utuh, walau dari kejauhan dan dibatasi kaca mobil.
Tapi tetap saja sosok itu membuat dia sulit mengalihkan pandangannya.
Setelah delapan tahun.....
Gadis itu lebih tinggi dan nampak lebih kurus dari terakhir dia melihatnya waktu SMA dulu.
Rambut panjangnya sudah ngga ada, berganti dengan rambutnya yang diatas bahu.
Huufff..... Nicholas membuang nafas.
Mau rambut panjang atau rambut pendek, dia tetap saja memikat.
Ngga boleh! Kamu sudah dicampakkan Nicho. Sekarang gantian dia yang merasakan sakitnya dicampakkan, batin Nicholas membulatkan tekat.
Saat mata mereka bersirobok yang Nicholas yakin, Mika ngga mungkin bisa melihat kehadirannya, jantungnya berdegup kencang.
Nicholas menghela nafas panjang. Kemudian dia melajukan mobilnya melewati gadis itu dengan cukup cepat.
Kamu hanya masa lalu, Mikayla. Hanya masalalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Sunaryati
Mika memutuskan karena kecewa Nicholas, aku yakin kamu akan terbayang - bayang dan rasa bersalahmu semakin besar jika tahu alasan Mika tidak mau menikah
2025-04-11
1
Tri Handayani
yakin cuma masa lalu niko'
emang kamu bener"udah move on dr mika'lihat orang'nya aja msh berdebar"
2025-04-10
1
🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻
Harus sebagai laki-laki Nic mempertanggung jawabkan perbuatannya
2025-04-15
1