"Kak, Oma opa lagi piknik sama Tante Siwi dan keluarganya," lapor Samira kesal.
Dia langsung membaringkan tubuhnya ke ranjang kakaknya.
Wajar dia merasa kesal, kenapa ngga ngajak ngajak dan harus tau berita ini dari orang lain
Dulu aja waktu papanya masih ada, seluruh keluarga oma opanya ikut diangkut kalo mereka piknik
Dan yang lebih menyebalkan lagi, oma opanya lupa kalo baru baru ini minta transferan dari kakaknya.
Ternyata buat piknik?
Jahat banget...!
"Biar saja," senyum Mikayla berusaha bijak, membuang rasa sakit di hatinya.
"Tapi aku tetap saja kesal, kak," sungut Samira. Apalagi dia tau kakaknya bekerja sangat keras. Bahkan pulang sampai larut malam dan pagi pagi sudah berangkat.
Semua saudara dari keluarga mama dan almarhum papa seakan ngga kasian dengan mereka. Selalu ada aja alasan untuk minta transferan dari kakaknya.
"Kak, bentar lagi Okta mau kuliah. Spmb dia udah ngga tembus. Smbt ngga tau nih. Kalo ngga tembus juga, dia ambil mandiri..... Kakak masih kuat biayai uang masuknya?" tanya Samira sambil menggolekkan tubuhnya ke arah kakaknya yang sedang memejamkan mata
"Tenang, kamu serius kuliah aja. Soal uang bereslah," senyum Mikayla sambil membuka matanya.
Samira ikut tersenyum.
"Syukurlah, kak. Tuh anak memang nyebelin. Udah tau ngga ada papa, masih saja suka balapan," sungut Samira kesal.
Harusnya kamu belajar Oktaaaa...., batinnya mengomel.geram.
"Kakak dipindahkan ke kantor pusat. Gajinya bisa tiga kali lipat." Mikayla mengganti topik pembicaraan
"Oh ya, kak. Selamat, ya." saking senangnya Samira memeluk kakaknya. Lupa dia dengan kekesalannya tadi
Tapi hanya sebentar, kemudian wajahnya tampak murung lagi.
"Kakak akan makin sibuk. Tambah sulit dapat suami."
TUK
"Omongan kamu udah sama kayak mama," tawa Mikayla melihat adiknya meringis.
"Kamu sendiri belum punya pacar? Sesama taruna mungkin?" ganti Mikayla meledek.
"Aku itu ada ikatan dinas, kak. Ngga boleh langsung nikah. Ngapain punya pacar sekarang," kilah Samira sebal.
"Memangnya ngga ada yang kamu taksir atau naksir kamu?" canda Mikayla lagi.
"Ngga ada, kak. Ngga minat. Aku mau nyari pacarnya kalo kakak udah punya calon suami."
TUK
"Apaan, sih, kak. Ini asetku," kesal Samira sambil mengusap keningnya yang kembali ditoyor kakaknya.
Mikayla terkekeh.
"Sorry, lupa."
Samira yang awalnya manyun kini mulai memperdengarkan suara tawanya.
Keduanya pun tergelak gelak bersama.
"Bulan depan kakak akan kredit mobil," ucap Mikayla setelah tawa mereka reda.
"Yang tiga ratusan juta, kak?"
"Yang empat ratusan. Yang speknya lebih tinggi."
Samira menopang kepalanya dengan lengannya.
"Ngga capek bayar kreditnya? Belum lagi biaya kuliah aku dan Okta. Belum lagi transferan buat yang suka minta minta. Lama lama kakak bakalan ngga ngerasa kalo udah tua karena harus menuhi ini itu....." omel Samira panjang lebar.
"Mau diketok lagi aset berhargamu?" sinis Mikayla mengancam.
Hobi banget ceramahin kakaknya.
"Aku bicara kenyataan, kak," bantah Samira ngga mau disalahkan. Dia tau bagaimana gilanya kalo kakaknya bekerja.
Kekhawatiran mamanya pasti akan terjadi kalo begini. Kakaknya bakal jadi perawan tua.
"Ngga nikah juga masih bisa hidup enak," jawab Mikayla cuek.
"Kak, kalo udah lewat umur tiga puluh, katanya bakal susah melahirkan."
Mikayla memberikan tatapan horornya.
Tadi nikah, sekarang punya anak, batin Mikayla menggerutu.
"Sudah sana, aku mau tidur," usir Mikayla sambil menggelungkan bantal gulingnya.
Besok dia sudah harus bekerja di kantor baru. Jangan sampai kurang tidur gara gara diceramahi adiknya.
"Kak, selama hidup, aku cuma pernah lihat kakak pacaran satu kali," usik Samira masih betah bercokol.di ranjangnya.
"Ngapain, sih, diungkit ungkit. Itu kisah lama yang udah aku kubur."
Hening sesaat.
"Kak," ganggu Samira lagi.
"Hemm...."
"Pasti Kak Nicho tambah tampan, ya. Kakak ngga tau sosmednya dia?"
"Hemm...."
Tambah menyebalkan pastinya, batinnya menyahut.
Ngapain tau sosmednya dia.
Ngga sudi!
"Susah, ya, kak, move on dari cowo ganteng, pintar dan kaya raya."
"Ngomong lagi beneran aku ketok asetmu" ancam Mikayka sambil menodongkan bantal gulingnya. Siap memukul adiknya.
"Iyq, iya, sorry, kak. Sorry," kekeh Samira sambil bangkit dari ranjang kakaknya dan menghindari lemparan bantal guling dari kakaknya.
BRAK
Samira menutup pintu kamar kakaknya dengan bantingan yang cukup keras.
"Adik ngga tau diuntungkan." Bibirnya ngga henti menyuarakan sumpah serapah.
Dia bangun dan mengambil guling yang tadi dilemparkannya pada adik kurang ajarnya.
Males dia mikirin cowo yang ngga bertanggung jawab itu.
Setelah tau dirinya ngga hamil, laki laki itu malah ngilang begitu aja.
Dasar cowo ngga guna!
Penakut!
Pengecut!
Batin Mikayla terus saja mengutuk tanpa henti.
*
*
*
"Mika, ada yang ngerjain kita," ucap Nicholas yang merasa tubuhnya dialiri hawa panas yang lain.
Saat ini dia sedang menyetir mobilnya dan akan mengantar Mikayla pulang.
"Nicho, kenapa aku merasa sangat gerah, ya."
"Panas banget, ya?" Nicholas memaksimalkan ac mobilnya.
"Iya.... Acnya, kok, ngga kerasa. Lagi rusak, ya, Nic?"
"Ya enggak mungkinlah. Hanya tubuh kita saja yang sedang ngga beres." Nicholas berusaha menguatkan dirinya melawan hasrat yang makin meng ge lora.
Nicholas tau, dia ngga mungkin mengantar Mikayla pulang dalam keadaan begini.
"Nicho. Aku belum pernah merasa yang seperti ini."
Karena sudah sulit mengendalikan hasratnya, Nicholas mengubah jalur kepulangannya. Sekarang dia mencari hotel terdekat.
Nicholas melakukannya dengan cepat. Dia membooking kamar di hotel keluarganya.
Setelahnya dia menggendong Mikayla yang sudah ngga bisa berjalan ke kamar mereka.
Sialan! Siapa yang memberikan obat lacnat ini pada mereka.....?
"Nic, kamu mikir apa? Udah sampe, nih." suara Ben membuyarkan ingatan Nicho atas kejadian delapan tahun yang lalu.
"Papi sudah mendingan. Aku baru saja chat-an sama tante. Jangan overthinking," tukas Liza salah paham.
Nicholas hanya mengukirkan senyum tipisnya.
"Kalian sampai di sini saja ngantar aku. Aku pergi dulu."
Liza ikutan keluar saat Nicholas juga keluar dari mobilnya.
"Nic...." Liza mendekat.
"Apa?"
Tanpa ragu Liza menci um bibir calon tunangannya lagi.
Dia mencoba memberikan ci uman terpanasnya.
"Ingat itu ci umanku kalo kamu mau selingkuh di sana," ucap Liza memberi ultimatum setelah menjauhkan wajah mereka.
Laki laki itu tertawa.
"Harusnya tadi malam kita melakukannya," sesal Liza. Dia sudah sangat lama ingin menyerahkan diri seutuhnya pada Nicholas, agar hatinya yakin kalo laki laki itu memang mencintainya. Bukan terpaksa karena mereka dijodohkan.
"Setelah sah saja."
Liza cemberut. Selalu itu alasannya. Padahal Nicholas selalu menunda nunda pernikahan mereka dengan alasan masih mengembangkan perusahaannya.
"Aku pergi," ucapnya datar dan setelah mendapat anggukan Liza, dia segera melangkah menuju private jet milik keluarganya.
Langkahnya terasa berat. Delapan tahun berlalu dengan cepat. Akhirnya dia pulang juga.
"Mikayla juga sama ngilangnya kayak lo, Nic," ucap Abimanyu, enam tahun yang lalu.
Nicholas merasa perlu mengetahui kabar gadis itu karena dia akan bertunangan dengan gadis pilihan orang tuanya.
Dia masih merasakan beban kesalahan masalalunya hingga sekarang.
Bagaimana, ya, kabarnya? Apakah dia sudah punya kekasih baru dan menikah?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻
Enak jadi laki-laki habis manis sepah di buang kasih perempuan lah/Smug/
2025-04-15
1
Saadah Rangkuti
yakinkan dirimu nico,klo kamu tidak mencintai liza lalu kejar cinta sejatimu
2025-04-06
1