Nicholas menyimpan lagi testpack keramat itu di dalam kotak yang berselimutkan kain beludru merah.
Kenapa aku memimpikan dia lagi, gerutunya dalam hati.
Nggak lama kemudian ponselnya bergetar.
"Mami?" gumamnya ketika tau siapa yang melakukan video call.
"Ada apa, mam?"
"Papi, Nic.....! Papi....!" suara mami terdengar melengking dengan air mata yang bercucuran. Di dekat maminya ada kakek dan neneknya yang juga tampak cemas dan khawatir.
Nicholas menatap latar tempat maminya menelpon.
Ruang ICU!
DEG
"Papi sakit apa, mam?" Nicholas jadi ikutan panik.
Biasanya papinya segar bugar. Kenapa bisa di ICU?
"Papi terkena stroke."
Nicholas ternganga.
"Kok, bisa, mam?"
"Ada korupsi di perusahaan kita. Mungkin karena itu papi terkena stroke. Tapi papi sudah menghired empat akuntan baru untuk menganalisa semua kerugiannya."
"Siapa yang korupsi, mam?"
"Pak Rama, wakil direktur keuangan. Sekarang orangnya sudah dipenjara."
"Ya, mam." Nicholas masih mengingat wajah salah satu staf direksi kepercayaan papinya.
Kenapa? Masih kurang gaji yang diberikan papinya? Nicholas hanya bisa menggeleng gelengkan kepalanya.
Dia tau kalo papinya sangat royal dengan staf dan karyawannya. Ini adalah korupsi pertama yang mungkin baru ketahuan.
"Nicho, besok kamu pulang, ya, nak. Handle perusahaan papi. Jangan sampai bangkrut."
"Mami...., aku punya perusahaan di sini. Lagi pula perusahaan papi ngga bakalan bangkrut, mam. Yakin, deh, mam."
"Jadi kamu ngga mau pulang?!" suara mami mulai melengking lagi.
"Pulang, mam. Besok pagi Nicho akan pulang."
Terdengar dengusan kesal maminya.
"Pokoknya kamu harus gantiin posisi papimu sampai papimu sembuh. Ngga ada bantahan!"
"Iya, mami sayang. Iyaa....." Nicholas menepuk keras jidatnya.
Mati gua, batinnya.
Setelahnya maminya memutuskan sambungan telponnya, Nicholas menghembuskan nafas panjang.
Akhirnya dia ngga bisa berkelit lagi untuk menerima posisi papinya yang selalu dia tolak
Papinya mendadak sakit. Ngga mungkin dia abaikan.
Tengah malam begini Nicholas harus sangat sibuk. Kalo maminya sudah ngasih ultimatum begitu, dia ngga akan bisa berbuat apa apa selain menurut.
Sekarang juga saatnya dia harus rajin berdo'a agar papinya cepat sembuh.
Dia menimang lagi kotak beludru merah yang berisi testpack keramat itu.
Pantasan aku mimpi tentang kamu.
*
*
*
"Kenapa kamu harus pulang? Di sini karirmu sudah sangat bagus," rengek Liza mencoba mengubah pendirian tunangannya.
"Papiku sakit, Liz. Kamu, kan, tau, aku anak tunggal."
"Tapi perusahaanmu di sini bagaimana? Ini perusahaan yang kamu dirikan sendiri, kan, tanpa campur tangan orang tuamu," rengek Liza lagi.
"Aku mendirikannya bersama Ben, Liz, kalo kamu lupa." Nicholas, laki laki itu terus saja merapikan penampilannya di depan cermin.
"Ya, ya, aku tau," kesal Liza.
"Kamu ngga bawa koper?"
"Untuk apa?" Toh, pakaiannya juga banyak di sana. Bahkan yang masih bersegel.
"Semuanya akan kamu tinggalkan?" Liza menatap tak percaya.
Tunangannya serius akan meninggalkan semua pakaian bermerek, koleksi jam tangan mahal dan sepatu sepatunya di sini?
"Aku sesekali pasti akan kembali ke sini juga, kan?" Nicholas memeriksa tas kecilnya.
Semua dokumennya sudah lengkap. Dia ngga akan tersangkut di imigrasi.
Liza memberikan tatapan nanarnya pada Nicholas yang ngga bisa dia kendalikan.
"Kamu ngga mau ikut pulang? Calon mertuamu sakit." Nicholas menatap tunangannya yang masih membeku.
"Aku masih punya show malam ini, juga beberapa show di waktu dekat ini. Sampaikan salamku pada tante, semoga om cepat sembuh. Mungkin aku akan menyusul setelah semuanya selesai." Dia seorang desainer yang sudah cukup punya nama.di belahan negara Eropa. Susah payah dia membangun karirnya.
Ngga mungkin dia akan membuang semua kesuksesannya dengan begitu mudah.
"Kamu bisa berkarir di negara kita."
Liza menggelengkan kepala.
"Nggak, Nic. Setelah kita menikah, pun, aku akan tetap tinggal di sini. Kita punya karir yang cemerlang di sini. Kamu mau, kan?" bujuknya dengan mata puppiesnya.
Nicholas mengalihkan tatapnya ke arah cermin, memastikan tampilannya sudah sempurna atau belum.
"Kita lihat saja nanti," ucapnya cuek.
"Nic, kita sudah sepakat," rengek Liza seolah menagih janji Nicholas.
"Terpaksa aku batalkan."
"NICHOLAS!" seru Liza gemas dan kesal.
Laki laki tampan itu tersenyum miring.
"Kamu ngga takut aku selingkuh?!" cecarnya lagi.
"Kamu mau selingkuh dengan siapa?"
"Dengan siapa saja. Banyak yang menyukaiku."
Nicholas hanya tertawa menanggapinya. Dia tampak santai sama sekali ngga terancam dengan rengekan Liza.
"Bagaimana kalo aku selingkuh dengan Ben?" tantang Liza makin gemas dengan ketakpedulian Nicholas.
Mereka bertunangan karena permintaan kedua orang tua mereka yang memiliki hubungan bisnis.
Nicholas sama sekali ngga menolak, Liza bersyukur karena dia amat sangat senang bisa bertunangan dan akan menikahi laki laki tampan dan sukses seperti Nicholas.
"Yakin Ben mau sama kamu?" ejek Nicholas dalam derai tawanya. Terkesan meremehkan.
"Tentu saja. Mana ada yang bisa menolakku. Kamu aja mau," sengit Liza mulai emosi.
"Ya, ya, terserah kamu, honey. Aku pergi dulu."
Nicholas meraih wajah itu dan membenamkan bibirnya di sana.
Liza membalasnya dengan ngga kalah panasnya. Nafasnya sampai terengah
"Bernafas, Liza," ejeknya lagi sambil menjauhkan bibirnya.
"Kamu ciuman aja belum pintar, tapi udah niat mau selingkuh." Tawa Nicholas masih berderai saat melangkah meninggalkan Liza yang masih mengatur jalan nafasnya.
"NICHOLAAASSS!" teriak Liza kesal karena laki laki itu sudah jauh meninggalkannya.
Liza berjalan cepat menyusul Nicholas dengan dada yang bergemuruh menahan marah.
Laki laki itu ternyata sudah membuka pintu apartemennya dan ada Ben di sana.
"Sekarang, bos?"
"Ya."
"Ngga ada kopernya?"
"Aku udah bilang, Ben. Tapi dia ngga mau bawa apa apa selain tas kecilnya itu," lapor Liza masih dengan sisa marahnya.
"Sudahlah," ucap Nicholas sambil melangkah keluar. Dia malas berdebat.
Tadi pagi maminya sudah menghubunginya dan kata beliau, keadaan papinya mulai membaik.
"Perusahaan bagaimana, Nic?" tanya Ben menjejeri langkah Nicholas.
"Kan, ada kamu."
"Aku ngga sepintar kamu."
PUK
Ben menoleh saat merasakan tepukan di bahunya.
"Kita mendirikan perusahaan ini bersama. Aku ngga pernah membatasi gerakmu selama ini. Karena itu perusahaan ini semakin berkembang."
Ben menatap punggung Nicholas yang sudah berada di depannya.
"Thank's, Nic."
Nicholas mengangguk sambil melambaikan tangannya.
"Tapi hari ini kamu harus jadi supir, ya. Antar aku ke bandara."
"Siap, Pak Bos." Agak bergegas Ben menyusul Nicho.
Setia banget, sih, lo dengan Nicho, geram Liza membatin sambil menghentakkan kaki kesal sebelum mengejar keduanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
anggita
kebanyakan orang itu ga pernah puas klo soal duwit😑,
2025-04-06
1
Sri Siyamsih
semoga Ben nggk berkhianat y. ttp setia pd nick
2025-04-10
1