Sang mantan

Mikayla masih ngga percaya saat melihat wajah itu. Wajah yang berada di dalam lift yang hanya dia lihat sebagian.

Degup jantungnya sangat keras.

Walau masih ngga yakin, tapi Mikayla sulit menghilangkan wajah itu dari pikirannya.

Sosok itu memang jauh berbeda dari laki laki yang pernah lari dari tanggung jawab padanya, tapi ada sesuatu yang membuatnya terpengaruh.

Delapan tahun manusia memang bisa berubah, kan?

Tapi Mikayla berharap kalo laki laki yang dilihatnya tadi hanya mirip saja dengan mantannya.

Bukan mantannya!

Dia ngga mungkin akan bekerja satu atap dengan laki laki itu.

Setelah delapan tahun mereka ngga pernah bertemu, masa harus bertemu sekarang?

Di saat dirinya akan mengumpulkan banyak berlian, ternyata malah berliannya berasal dari perusahaan laki laki itu.

"Mika, kamu masih normal, kan?" tanya Rumi dengan sorot mata penuh selidik.

Masa setampan itu ngga menimbulkan getar rasa suka.

Walaupun ngga mungkin bisa dimiliki sebagai kekasih benaran, tapi sebagai kekasih khayalan ngga apa, kan?

"Normallah." Mikayla melangkah dengan banyak pikiran yang hilir mudik di dalam benaknya.

"Syukurlah," seru Rumi lega. Dia dan Mikayla memang belum punya kekasih. Selama ini Rumi hanya berpikir kalo Mikayla memiliki, sama sepertinya. Tapi bukan untuk alasan "belok."

"Sudahlah. Soal ketertarikan dengan lawan jenis, setiap orang punya kriteria berbeda," ucap Alea menengahi.

Menurutnya sah sah saja jika Mika ngga tertarik.

"Lagian malah bagus, saingan jadi kurang satu," tambah Nala sambil cengengesan.

"Kalian berdua ini," cela Rumi sambil menggelengkan kepalanya.

Bisa bisanya sudah punya calon suami, tapi masih ngefans sama laki laki lain, celanya dalam hati.

"Jangan salah paham Rumi. Kita hanya mengidolakannya saja. Lagian anak pak bos juga udah punya calon istri," tawa Alea saat melihat wajah manyun temannya.

"Eh, Rumi, kamu beneran suka?" Nala jadi khawatir.

Rumi, kita jangan seperti pungguk merindukan bulan, batinnya mengingatkan, tapi ngga sampai hati mengucapkannya secara lisan.

Secara dia baru tau, seantusias ini Rumi mengagumi seorang laki laki, yang biasanya sudah dikonotasi dengan ulasan ulasan yang buruk akibat kelakuan kakak ipar dajalnya.

Rumi tertawa.

"Kalian serius sekali. Aku hanya mengidolakannya saja. Tampan banget, sih. Sukses lagi. Siapa, sih, yang ngga suka melihatnya."

Tawanya reda sambil melirik Mikayla yang sudah berjalan duluan.

"Kecuali dia."

Nala dan Alea terkikik mendengar kalimat terakhir Rumi.

Mikayla seolah ngga mendengar. Pikirannya sedang tidak bersama ketiga temannya saat ini. Masih saja berkutat dengan banyaknya penyangkalan.

Itu beneran dia ngga sih?

*

*

*

Nicholas sengaja berangkat lebih pagi. Dia sudah terbiasa bekerja, dian ngga bisa beristirahat lama lama. Tubuhnya bisa pegal pegal.

Ternyata banyak juga staf yang sudah datang. Dia tadi sudah mendapatkan banyak tatapan penuh arti dari staf perempuan dan tatapan hormat dari staf laki laki.

Begitu tiba di depan ruangan papinya, seorang laki laki sebayanya mendekat.

"Tuan muda, ini baju anda."

"Oke."

Laki laki muda itu membukakan pintu agar anak bosnya bisa masuk duluan.

"Nama kamu siapa? Sorry, aku lupa," ucap Nicholas sambil meraih gantungan jas dari tangan asisten pribadi yang dipilih papinya.

"Rido, pak."

"Oh, iya."

Setelah melepas jaket kulitnya, dia pun mengenakan jasnya. Ada cermin besar di ruangannya. Kemudian menalikan dasinya dengan cepat.

"Apa kerjaan kita sekarang?"

"Setengah jam lagi akan ada rapat dengan seluruh dewan direksi, tuan muda. Mereka akan berkenalan dengan anda."

"Oke." Nicholas memeriksa semua berkas yang ada di atas meja yang sudah disiapkan Rido.

"Jadi ada empat akuntan baru yang direkrut?"

"Iya, tuan muda."

Nicholas menatap lagi laporan keuangan yang sudah dilaporkan.

"Apakah keempat akuntan itu memang kompeten?"

"Dijamin tuan muda. Mereka dari perusahaan konsultan akuntan ternama yang sudah lama bekerja sama dengan kita."

"Oooh.... Kenapa hanya empat? Kalo ditambah dua lagi mungkin kerjaan akan lebih cepat. Pasti mereka lembur sampai malam, ya?" Laporan keuangan yang kacau balau akibat ulah Pak Rama membutuhkan waktu cukup lama untuk dinormalisasikan.

"Kemarin hari pertama mereka bersama staf akuntan yang lain lembur sampai jam sepuluh malam. Mungkin hari ini juga akan sama seperti hari hari berikutnya, tuan muda."

"Jangan lupa tambahkan gaji mereka, ya."

"Udah dianggarkan tuan."

"Tapi benarkan, mereka sama kompetennya dengan staf akuntan lama?"

"Di jamin tuan muda. Mereka berempat yang terbaik."

"Harus terbaiklah seperti yang dulu, bisa buat anggaran fiktif."

Rido terdiam. Dalam hati membenarkan. Selama dua tahun perusahaan bosnya kecolongan dalam dana yang tidak sedikit. Hampir satu T.

Pak Rama sekarang sudah dipenjarakan untuk lima tahun. Begitu juga staf akuntan yang terlibat dan orang orang yang bekerja sama dengan Pak Rama.

Bahkan pengacara perusahaan sedang mempersiapkan banding untuk menjebloskan Pak Rama selama sepuluh tahun.

"Mana data data tentang mereka?"

"Data siapa, tuan muda?" Rido agak blank.

Nicholas tersenyum miring.

"Data keempat akuntan baru itu."

"Oh, siap pak bos." Dengan cepat Rido memberikan berkas berkas yang dimaksud.

"Ini pak."

Dengan acuh Nicholas mengambilnya kemudian memeriksanya. Dia perlu tau, mereka dari lulusan univ mana, pengalaman mereka berapa tahun, juga prestasi apa saja yang sudah mereka raih. Yang paling penting tidak pernah terlibat kasus penggelapan.

PLUK

Kertas kertas di tangannya berjatuhan di atas meja.

"Kenapa, tuan muda?" Agak kaget Rido dengan reaksi tuan mudanya.

Tuan muda masih jetlag?

Nicholas masih mematung. Dia menatap sisa selembar kertas yang ada di tangannya.

Mikayla?

Benarkah?

Matanya nanar menatap foto empat kali enam yang ada cv gadis itu.

"Tuan muda.....;" panggil Rido lagi membuat dia tersadar. Dengan tenang, Nicholas mengambil kertas kertas yang jatuh dan menyimpan semua berkas itu ke dalam map.

Matanya menatap jam di pergelangan tangannya.

"Kita ke ruang meeting sekarang," ucapnya sambil bangkit dari duduknya. Tapi pikirannya sudah ngga fokus lagi.

Beneran dia ada di sini?

Bekerja di sini?

Kenapa kebetulan sekali?

Tanpa dicegah jantungnya berdebar sangat cepat.

*

*

*

Rapat pengenalan dirinya pada dewan direksi berlangsung dengan baik. Mereka juga membahas rancangan proyek proyek perusahaan ke depannya.

"Sekarang kita kemana tuan.muda?"

"Ke ruangan direksi keuangan."

"Tadi kenapa tuan muda tidak katakan pada Bu Irma agar mereka menyiapkan sambutan untuk kedatangan tuan muda."

"Aku lebih suka melakukannya secara mendadak."

Walaupun Nicholas berusaha tenang, tapi detakan jantungnya semakin cepat memukul dadanya.

Dia akan bertemu dengan Mikayla?

Bertemu Mikayla!

Kata kata itu terus bergaung di telinganya.

*

*

*

"Mika, kamu kenapa? Data entry kamu banyak yang salah. Tumben," koreksi Alea saat melihat hasil kerja Mikayla.

"Oh iya, iya."

Uffhhhh, dirinya benar benar ngga konsen sejak melihat laki laki tadi.

Nicholas atau bukan, ya?

Perasaan Mikayla benar benar kacau saat ini. Dia sungguh ngga bisa berpikir jernih, apalagi untuk menganalisa data. Untung Alea mengoreksi pekerjaannya.

Terpopuler

Comments

Tri Handayani

Tri Handayani

makasih thorrr diuble up'nya
Aduh mikha konsen dong jangan sampe pkerjaan kamu jdi masalah.

2025-04-07

1

Jossy Jeanette

Jossy Jeanette

tuh kan mika agak oleng padahal masih menduga2 nico bukan ya🤔😅

2025-04-09

1

Sri Siyamsih

Sri Siyamsih

jeng jeng jeng akhirnya ketemu mereka deg"an

2025-04-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!