Jelita berjalan menelusuri trotoar dengan langkah gontai. Ia begitu lelah berkutat dengan berbagai pekerjaan hari ini. Jelita memilih mengulur waktu untuk menikmati ramainya jalanan kota di sore hari. Tak berselang lama tiba-tiba sebuah mobil hitam yang ia kenali berhenti di sampingnya. Kaca mobil itu terbuka, terlihat Andra mencondongkan kepalanya.
"Masuklah Nona, Pak Direktur sudah menunggu," titah Andra yang duduk di kursi kemudi membuat Jelita bingung. Tanpa pikir panjang Jelita membuka pintu depan dan segera duduk di sebelah Andra.
"Maaf, Nona. Bisakah anda pindah kebelakang," ucap Andra yang membuat Jelita menurut patuh.
Duduk disamping Raka dengan jarak sedekat ini membuat Jelita semakin kaku. Suasana di dalam mobil begitu hening membuatnya bergidik ngeri. Jelita memperhatikan Raka dengan ekor matanya. Terlihat pria itu tetap diam seperti biasa fokus dengan ponsel di tangannya. Jelita mencoba memberanikan diri untuk bersuara.
"Maaf, Pak, kita mau pergi kemana?" Jelita bertanya sambil menoleh ke sampingnya.
Sejenak Jelita menunggu jawaban, dan seperti biasa pertanyaannya tidak mendapat jawaban dari Raka. Hal itu berhasil membuat Jelita geram dengan sifatnya.
"Nona akan tahu sendiri," ucap Andra dari depan menjawab pertanyaan Jelita.
Jelita hanya menganggukkan kepala menjawab ucapan Andra. Ia benar-benar tidak habis pikir kenapa Ayahnya menjodohkannya dengan sebatang pohon seperti Raka.
Mungkin seumur hidup dia akan tersiksa jika harus berbicara dengan suaminya yang kerap kali menggunakan bahasa kalbu. Hidup bersama dengan seorang Randy yang begitu cerewet membuat Jelita benar-benar tidak nyaman bersama Raka lebih lama.
Setelah beberapa menit perjalanan mobil memasuki area pusat perbelanjaan yang begitu besar di kota ini. Andra memilih untuk menunggu di mobil sementara tuannya menyelesaikan urusannya.
"Turun," ucap Raka singkat kepada Jelita.
Jelita menurut begitu saja. Ia semakin merasa tertekan bila harus berdua saja bersama Raka, setidaknya jika Andra ada di antara mereka Jelita sedikit terlindungi. Jelita merasa kesulitan mengikuti langkah panjang Raka yang begitu cepat.
"Tunggu, Pak," pekik Jelita dan membuat Raka menoleh seraya membuang nafas kasar.
Terlihat jelas bahwa Raka tidak menyukai apa yang ia lakukan saat ini. Ia menunggu Jelita mendekat ke arahnya lalu kembali berjalan dan membuat Jelita harus berlari kecil agar mampu menyesuaikan diri dengan kecepatan Raka.
Ketika Raka masuk ke sebuah toko perhiasan Jelita sedikit terkejut. yang Jelita tahu harganya pasti akan sangat mahal. Melihat tujuan Raka Ia bisa sedikit menebak apa yang sedang direncanakan Pria itu.
"Pilih yang kau sukai," ucap Raka masih dengan ciri khasnya.
Jelita tampak bingung memilih, semua yang ditunjukkan pelayan toko kepadanya terlihat cantik.
"Saya tidak tahu, Anda saja yang pilih." Jelita memberi penawaran.
"Membuang waktu saja. Berikan yang terbaik di toko ini," ujar Raka kepada pemilik toko dan membuat Jelita lemas ketika mendengar harga yang di ucapkan pemilik toko tersebut.
"Buset. Tu duit cukup buat belanja gue setahun," humam Jelita pelan.
"Maaf Pak. Apa tidak terlalu berlebihan membeli cincin pertunangan dengan harga semahal itu?" tanya Jelita ragu, namun lagi-lagi tidak mendapat jawaban dari Raka.
"Udah tahu nggak bakal dijawab. Gue ngapain juga pakek nanya dia. Terserah deh yang penting tu cincin belinya nggak patungan pakek duit gue," seru Jelita dalam hati.
Setelah urusan membeli cincin selesai. Raka menemui Andra yang dengan setia menunggunya di area parkir. Jelita yang tidak ingin menyia-nyiakan tumpangan gratis memilih ikut ketika Andra menawarkan untuk mengantarkan pulang ke rumah.
Tiba di rumah kedatangan mereka disaksikan oleh Bu Rini yang tengah duduk santai di teras rumah menanti suaminya kembali Raka dan Andra memilih untuk menemui calon mertuanya terlebih dahulu.
"Assalamualaikum, Tante," sapa Raka begitu sopan kepada kedua orangtua Jelita.
"Waalaikumusalam, eh calon mantu Ibu dateng. Mari masuk." Bu Rini meraih tangan Raka dan Raka hanya memberikan senyuman terbaiknya.
Hal itu membuat Jelita menjadi terheran. Dia benar-benar pintar dalam bersandiwara pikirnya. Kedatangan Randy yang ikut bergabung bersama semakin membuat kehebohan.
"Calon Kakak Ipar yang mana, Bu?" tanya Randy dan membuat semua orang disana tertawa geli. Bu Rini menunjuk calon mantunya dan membuat Randy bersikap sok akrab seperti biasanya.
"Nggak salah. Calon Kakak Ipar gue emang ganteng seperti yang Ibu bilang." Perkataan Randy membuat Andra tak bisa menahan tawanya dan mendapat sikutan di perut dari Raka.
"Bisa aja kamu," ucap Raka sembari tertawa kecil.
Jelita yang menyaksikan interaksi mereka yang terlihat begitu hangat hanya mencebikkan bibir. Baginya seorang Raja tetaplah laki-laki menyebalkan yang bahkan menganggapnya tidak ada. Hingga sekitar setengah jam mereka memutuskan untuk pulang.
******
Hari yang dinantikan kedua orang tua Raka dan Jelita tiba. Pertunangan mereka dilakukan di kediaman Jelita dengan hanya dihadiri beberapa kerabat dekat. Kehadiran mereka hanya untuk sekedar menyaksikan pertunangan dan melakukan doa bersama agar diberikan kelancaran hingga hari pernikahan tiba.
Jelita tampil begitu cantik dengan gaun peach sederhana namun terkesan begitu mewah. Begitupun dengan Raka, Ia tampak maskulin dengan kemeja biru muda yang begitu pas di badannya.
Pak Wijaya sebenarnya ingin anaknya langsung menggelar pernikahan. Namun, demi menghormati keputusan Sahabatnya ia memilih mengalah dan menyetujui pertunangan ini.
Usai acara bertukar cincin Jelita memandangi jari manis nya dengan seksama di taman belakang rumah. Ia memilih sendiri untuk menghindari berbagai pertanyaan dari para sepupu gadisnya yang baru beranjak remaja.
Apalah artinya sebuah cincin ini, lucu sekali. Bahkan mengenalku pun dia enggan. Terlihat sekali dia menyematkan cincin dijariku begitu kasar. Dasar laki-laki tidak berperasaan umpatnya.
"Apa kau sebahagia itu bertunangan denganku." Kedatangan Raka yang tiba-tiba membuat Jelita terperanjat. Ini kali pertama Raka membuka pembicaraan kepada dirinya.
"Ah tidak ... saya tidak pernah mengatakannya," elak jelita sambil menggelengkan kepalanya.
"Aku rasa tidak. Matamu berkata lain," ucap Raka menatap Jelita sekilas. Jelita mengalihkan pandangan menghindari tatapan Raka.
"Saya tidak ...," ucapan Jelita terpotong ketika Raka menyela seenaknya.
"Tidak menyangkalnya. Benar kan!! Jangan terlalu bahagia. Kau tau aku tidak menyukaimu," tukas Raka kemudian.
"Saya tahu dan saya tidak akan melakukan itu. Anda tenang saja saya tidak akan menganggu hubungan Anda dengan Pak Andra."
Perkataan Jelita membuat Raka menarik sudut bibirnya. Namun ia bersikap biasa saja seolah membenarkan ucapan wanita di sampingnya.
"Baguslah jika kau tahu," ucap Raka memasukkan tangan disaku celananya dan berlalu masuk kedalam rumah.
"Gue benar-benar ngga habis pikir. Kenapa gue bisa resmi tunangan sama tu alien arrghh!!" Jelita berdecak kesal.
TBC 🌻
.
.
.
Happy Reading
Semoga suka sampai akhir.
Love you 💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Halimah
Jiwa miskin Jelita meronta"/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2025-02-17
0
Halimah
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2025-02-17
0
Halimah
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2025-02-17
0