Sepulangnya dari rumah kediaman keluarga Arman Raka memilih pergi untuk menenangkan diri disebuah taman kota. Tempat dengan berjuta kenangan dan kekecewaan menyatu didalamnya. Raka terduduk lesu dihamparan rumput hijau sambil mengirup udara malam. Sesekali menghela nafas kasar.
“Sungguh lucu, lagi-lagi aku bertemu dengan wanita itu." Raka tertawa pelan.
Ia kembali mengingat wajah Jelita ketika menatap matanya. Guratan takut masih saja terpancar dari bola matanya. Untuk pertamakalinya Raka memikirkan wanita lain. Yang sebelumnya ia tahu bahwa cintanya tetap untuk Kinan.
Menerima perjodohan bukan berarti menggantikan sosok kinan. Entahlah apa yang membuatnya tetap saja menanti wanita itu. Wajar saja jika Andra sering menganggapnya bodoh.
“Maafkan jika nanti kau hanya akan menjadi pihak yang terluka Jelita," ucapnya pelan.
Ia tidak ingin melibatkan orang lain dalam hidupnya. Sejak Kinan memilih pergi meninggalkannya. Ia tidak mempercayai lain wanita dalam hidupnya.
Prinsipnya wanita sama saja, sama-sama akan pergi meninggalkannya, sama-sama tidak perduli dengan perasaannya. Ia tidak ingin menderita untuk kedua kalinya. Biarlah sakit ini bertahan bersama cinta yang tetap tertanam dihatinya.
*****
Sementara ditempat lain. Jelita tidak bisa tertidur. Berulang kali dia mencari posisi agar dapat tertidur dengan nyaman. Namun, tetap saja matanya menolak untuk terpejam.
"Kenapa harus dia Tuhan.” Jelita mendengus kesal.
“Seandainya gue tahu kalo Ayah jodohin gue sama makhluk itu nggak mungkin gue terima.” Jelita menyesali keputusannya.
"Nggak mungkin. Gimana gue bisa hidup sama dia." Jelita benar-benar mengacak rambutnya frustasi.
Namun sebesar apapun penyesalan Jelita tidak akan mampu untuk membatalkan perjodohan diantaranya. Ayahnya terlanjur bahagia dengan keputusan yang telah Jelita setujui. Ia tidak mungkin tega mengecewakan kedua orang tuanya.
Melarikan diri bukanlah pilihan, itu hanyalah akan menambah masalah nantinya. Begitu banyak yang ia pikirkan. Apakah dia bisa menjadi seorang Istri dari laki-laki yang begitu menyebalkan itu.
Bisakah dia hidup normal dengan laki-laki itu. Menyatukan dua jiwa berbeda tentulah bukan suatu hal yang mudah pikirnya. Sejenak dia terdiam mengingat kembali pertemuannya dengan Raka yang memang benar memiliki kesan berbeda seperti yang ia harapkan sebelumnya.
"Kok dia bisa setampan itu yah, apalagi pas ngomong halus kayak tadi," tanpa sadar Jelita mengungkapkan kekagumannya pada sosok Raka.
“Ngapain gue jadi ngayal gini sih.” Jelita menggelengkan kepalanya cepat.
“Nggak! Gue nggak boleh sampe suka sama dia. Nggak mungkinlah gue bisa cinta sama laki-laki sekaku dia.” Jelita kembali berucap menyadarkan pikirannya.
“Baiklah Jelita. Lupakan masalah tangan yang bersentuhan. Lupakan tatapannya di meja makan, lupakan suara hangatnya dan mari kita tidur.” Jelita menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan pelan, memeluk guling kesayangannya.
*****
Randy yang begitu penasaran tiba-tiba saja masuk kedalam kamar Kakanya ketika Jelita baru saja selesai dengan acara mandinya. Dengan masih menggunakan handuk dibadannya dan juga handuk kecil tampak membungkus kepalanya.
“Kak, gimana wujud calon Kakak Ipar gue. Ganteng nggak?” Randy duduk di pinggir tempat tidur kakaknya.
“Wujud-wujud. Lo pikir gue mau dinikahin sama benda.” Seperti biasa jelita akan menjawab pertanyaan konyol adiknya dengan ketus.
“Gue serius nih. Ibu bilang ganteng banget malah. Beneran Kak?” Randy begitu penasaran menunggu jawaban Kakaknya.
“Yaah ... Lumayanlah. Salah sendiri lo kelayapan semalem,” ucap Jelita.
“Gue pergi juga jengukin Beny kecelakaan, Kak. Dia patah kaki loh kak. Hebat nggak.” Ucapan Randy membuat Jelita mengernyit heran.
“Dimana hebatnya kalau udah patah kaki. Dasar aneh.” Jelita menggelenggkan kepalanya.
“Iya, hebat aja dong berarti temen gue kuat.” Randy berucap dengan bangganya.
“Dasar Stress!! Udah keluar sana. Gue mau ganti baju, ngapain lo masih disini.” Jelita mengusir adiknya.
“Yee Ganti baju aja langsung. Nafsu juga kagak," ucap Randy sembari pergi meninggalkan Jelita yang terlihat mulai emosi.
“Nggak ada akhlak jadi manusia.” Jelita mengumpat sebal.
******
Diluar dugaan Jelita bahwa di kantor ia tidak akan bertemu Raka seperti biasanya. Namun entah mengapa pagi ini seolah mereka dipertemukan begitu saja oleh takdir. Jelita dan Raka tiba dikantor hampir bersamaan.
Hingga bisa dipastikan ia akan menaiki lift yang sama. Ketika lift terbuka Raka dan Andra masuk kedalamnya dengan langkah panjang mereka. Jelita dengan sedikit keraguan juga ikut masuk daripada telat pikirnya.
“Lantai berapa Nona?” tanya Andra kepada Jelita dengan sopan.
“Lantai 4 Tuan.” Jelita menjawab sopan.
Raka tetaplah Raka. Masih setia dengan kebisuannya. Seoalah Andra adalah kaki tangan dan mulut bagi Raka jika sedang berada di tempat umum. Ia begitu malas untuk mengeluarkan suara jika Andra ada bersamanya. Ketika lift terbuka Jelita segera berlalu setelah menundukan kepalanya menghormati atasannya.
“Apa Wanita itu yang Anda Maksud, Pak?” Tanya Andra sopan menyesuaikan tempat.
“Bertanyalah hal sesuai dengan tempat Andra. Perhatikan isi dari pertanyaanmu, bukan hanya bahasanya saja yang kau perhatikan.” Raka tidak menjawab rasa penasaran Andra.
“Baik Pak, saya akan menanyakan hal ini dilain kesempatan.” Andra berucap seraya menahan senyum. Raka menatap tajam kearahnya membuatnya semakin ingin tertawa.
“Lakukan sesukamu jika kau tidak ingin bersamaku lebih lama lagi.” Ancaman yang selalu berhasil membuat Andra terdiam.
Tiba di mejanya Jelita menatap layar monitor dengan tatapan tak terbaca. Ia memikirkan pertemuannya dengan Raka untuk kedua kalinya dengan status sebagai calon suaminya. Namun Jelita heran dengan kemampuan Raka yang begitu tampak biasa saja.
“Dia profesional apa memang amnesia sih.” Jelita menatap bayangannya di layar monitor yang masih menghitam.
“Gimana gue bisa tahan punya suami sekaku itu Tuhan.” Jerit Jelita dalam Hati.
“Lo kalo udah nggak inget idupin ni benda mending gak usah kerja hari ini deh. Tidur gih.” Kedatangan Rhania yang tiba-tiba membuat Jelita terkejut.
“Nggak gitu juga kali Rhan. Ada-ada aja sih.” Jelita mencebikkan bibirnya.
“Lagian pagi-pagi bengong. Mikirin apa hah? Udah gue bilang minta maafnya lain kali aja, pilih waktu dan tempat yang tepat.” Rhania menebak apa yang dipikirkan sahabatnya.
“Gue nggak mikirin itu kok Rhan. Masalah kali ini menurut gue lebih parah dari yang kemaren.” Jelita terlihat sedikit murung.
“Masalah apa lagi? Sini cerita sama gue. Gue udah sediain ember buat nampung masalah lo.” Ucap Rhania yang membuat Jelita sedikit tertawa karena candaan sahabatnya.
Jelita enggan menceritakan masalah ini kepada Rhania. Ia tidak ingin asal bicara mengenai dan kembali mengundang masalah. Karena jelas saja ini menyangkut privasi Raka yang menurutnya ia tak punya hak untuk memeritahukan hal ini kepada siapapun.
Biarlah semua akan berjalan sesuai garisnya. Ia hanya perlu mengikuti jalannya. Berhasil atau tidaknya semua tergangtung dengan mereka yang menjalani pikirnya.
TBC 🌻
.
.
.
Ikan Hiu lagi ngaca.
I Love You buat yang baca.
See you
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Telik sandi Megantara
pribadi² yg aneh
2024-06-22
1
Nanik Kusno
tak sumpahin....cepat bucin
2024-05-03
0
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
i love you too
2024-02-04
0