Udara pagi begitu dingin menyapa. Butir embun bertengger rapi di atas dedaunan. Matahari belum juga menampakkan wajahnya. Rasanya begitu malas untuk meninggalkan tempat tidur. Namun dunia tidak akan berhenti memberikan waktu lebih untuk bersantai.
Seperti biasa, Bu Rini akan ke kamar Putrinya untuk membangunkan ratu tidur itu. Ketika membuka pintu kamar Putrinya terlihat lampu sudah menyala menandakan yang punya kamar telah bangun. Sayup-sayup terdengar suara Jelita bernyanyi di dalam kamar mandi.
Bangun tidur ku terus mandi.
Tidak lupa mengosok gigi.
Habis mandi kutolong Ibu.
Membersihkan tempat tidurku.
Dengan improvisasi dan suara yang tidak seberapa merdu itu Jelita tetap asik bernyanyi seolah tengah konser didepan penggemarnya. Terlalu dewasa memang untuk umuran Jelita menyanyikan lagu itu. Namun untuk menyanyikan lagu bertemakan cinta atau kekecewaan tidak pas dengan suasana hatinya pagi ini.
“Jelita. Udah Ibu bilang jangan suka nyanyi di kamar mandi.” Bu Rini berbicara sedikit berteriak agar terdengar oleh Putrinya.
“Apa Bu, jelita nggak denger?” Saut Jelita mematikan keran air agar dapat mendengar suara Ibunya.
“Mandinya buruan. Konsernya tunda dulu Nak.” Ucap Bu Rini.
“Iya, bentar lagi kelar kok Bu” Jawab Jelita segera menyelesaikan acara mandinya.
Bu Rini meninggalkan kamar sambil mengeleng-gelengkan kepala mengingat kelakukan putrinya.
*****
Di Meja makan tampak Randy telah duduk santai sambil menikmati sarapannya. Begitu Jelita mendaratkan tubuhnya di kursi Randy menatapnya dengan pandangan yang tak terbaca.
“Ngapain ngeliatin gue gitu? Baru sadar gue cantik. Iya?” Jelita berbicara dengan gaya angkuhnya.
“Sinting,” timpal Randy singkat seraya membuang muka.
“Gue siram baru tau rasa lo,” ancam Jelita sambil tangannya memegang gelas di depannya.
“Santai dong Kak. Gimana kisi-kisi gue. Tepat kan?” Randy berkata sambil tersenyum simpul memangku dagunya.
“Iya. Bennneeerrr banget. Puas!” Jelita kesal melihat adiknya yang sengaja menggodanya pagi ini.
“Nah, Kalo bener lo nggak mau kasih gue sesuatu gitu.” Randy kembali menggodanya.
“Helloo ... yang lo kasih ke gue itu bukan kisi-kisi ujian. Ngapain harus kasih imbalan segala. Lagian nih ya tanpa lo kasih tau juga gue tau dengan sendirinya.” Jelita kesal dengan Adiknya yang menganggap itu adalah informasi yang begitu berguna baginya.
“Eh walaupun ini bukan kisi-kisi ujian. Tapi gue tu nyelametin hidup lo tau.” Randy tetap saja menganggap itu sebagai kebaikan yang harus dibalas.
“Nyelametin gue darimananya. Meskipun lo udah kasih tau gue tetep nggak bisa nolak tuh.” Jelita menjawab cuek.
“Seenggaknya lo nggak terlalu kaget. Coba kalo lo dengernya langsung dari mereka, gue yakin lo bakal pingsan.” Randy berandai-andai.
Jelita membenarkan ucapan Adiknya. Seandainya ia tidak mengetahui hal itu lebih dulu tentulah ia akan sangat terkejut mendengarkan permintaan orang tuanya.
Tanpa mereka sadari pembicaraan mereka disaksikan oleh kedua orang tuanya yang membuat Randy sedikit takut. Melihat perubahan muka Randy Jelita menjadi tertawa geli.
"Mampuush!" Jelita menjulurkan lidahnya.
“Laki-laki kok nggak bisa jaga rahasia sih, Ran.” Ucap Sang Ayah sambil mengacak rambut anaknya lalu duduk samping Putranya.
“Anak kamu tu bener-bener nggak ada yang beres Mas. Yang satu konser mulu tiap mandi. Yang satu jago gosip padahal laki.” Ucap Bu Rini sambil mengambilkan sarapan untuk Suaminya.
“Ya nggak papa dong. Berarti mereka sudah punya skill masing-masing tanpa harus Ayah ajarkan.” Pak Arman sangat suka bercanda dengan keluarganya. Dan lagi-lagi Bu Rini hanya bisa menggelenggkan kepala melihat Suami dan Anak-anaknya yang sama-sama tidak beres.
*****
Jelita tampak ragu-ragu mengambil langkah. Niatnya untuk meminta maaf kepada Atasannya sudah bulat tadi malam. Jelita tampak membawa beberapa berkas ditanganya untuk dijadikan sebagai alasan menemui Atasannya. Namun ketika tiba di lantai dimana ruangan Direktur itu berada lagi-lagi ia menjadi ciut.
“Masuk nggak ya, kalau gue masuk kira-kira gue keluar masih utuh nggak ya.” Jelita berbicara sendiri sesekali menggigit jari kukunya.
Tak berselang lama tampak seseorang baru saja keluar dari ruangan Direktur tersebut. Laki-laki itu terlihat tidak sedang baik-baik saja.
Pakaiannya terlihat tidak rapi. Ia berjalan begitu lemas sambil membenarkan posisi dasinya. Melihat hal itu semakin membuat nyali Jelita terguncang. Akankah dia bernasib seperti laki-laki itu.
“Ah udah masuk aja deh. Seenggaknya gue nggak mati bawa perasaan bersalah deh.” Jelita mengambil langkah pasti menemui Sekretaris Direktur yang duduk didepan ruangannya.
“Maaf, Bu. Apakah Pak Direktur ada di ruangannya?” Tanya Jelita sopan.
“Ada, ada perlu Anda menemui Pak Raka?” Sekretaris bernama Rahma itu bertanya sebagaimana tugas seorang Sekretaris.
“Urusan pribadi.” Jelita menjawab ragu.
Sang sekretaris menatap jelita penuh tanya. Namun ia tidak memusingkan hal itu, ia menyambungkan telpon dimejanya untuk meunggu keputusan Raka.
“Siapa namamu?” tanya Rahma. Jelita memberitahukan namanya.
“Dari nona Jelita Pak.” “Baik," ucapnya kemudian.
“Masuklah. Pak Raka telah menunggu kedatanganmu," ucap Rahma yang membuat detak jantung Jelita menjadi kacau. Mengapa begitu mendengar namanya ia diizinkan masuk. Apakah Atasannya tidak lupa akan hal itu pikir Jelita.
Jelita memjamkan mata sejenak. Mengambil nafas pelan dan mengehembuskannya perlahan. Dengan hati-hati ia mengetuk pintu lalu masuk dengan langkah ragu. Ketika masuk Jelita kembali dibuat kagum dengan ruangan Direktur yang begitu luas dan tampak mewah dengan pemandangan kota yang dapat dinikmati ketika jenuh bekerja.
terlihat Raka sedang duduk bersandar di kursinya. Tak bisa Jelita pungkiri penampilan Raka dengan pakaian kerja yang begitu rapi membuatnya terlihat begitu tampan.
“Selamat siang, Pak." Jelita membuka percakapan.
Raka mengangkat kepalanya melihat wajah lawan bicaranya. Jelita terlihat menunduk.
“Ada perlu apa kau datang ke ruanganku. Apa ada sesuatu yang ingin kau laporkan," ucap Raka dingin yang sebenarnya ia tahu maksud kedatangan wanita didepannya.
“Tidak Pak. Saya datang kemari untuk menyampaikan permintaan maaf atas ketidaksopanan saya tempo hari," sahut Jelita.
Raka bangkit dari kursinya dan menyandarkan diri di meja sambil menyilangkan kedua tangan di dadanya. Sedikit menarik sudut bibirnya dan membentuk senyuman tipis.
“Perlukah hal seperti itu dibicarakan di kantor. Tidak penting sama sekali.” Jelita dibuat membeku dengan jawaban Raka yang begitu dingin.
“Saya rasa tidak bisa menemui Bapak selain di kantor. Maka dari itu saya memberanikan diri untuk menemui Bapak di jam kerja. Maafkan kelancangan saya.” Jelita kembali menyampaikan permintaan maaf atas kesalahannya.
“Keluarlah, Kau hanya membuang waktuku saja.” Raka mengusir Jelita dan membuat Jelita harus keluar dengan segera dari ruangan suram itu.
TBC 🌻
.
.
.
Jelita belum dimaafin sama si doi.
Malah bikin masalah baru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Halimah
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2025-02-17
0
Fawaz Al ashy
duh kaya kulkas 2 pintu dingin nya nanti kalau cinta meleleh tu es batu
2024-07-18
1
Telik sandi Megantara
angker bener bang raka
2024-06-22
0