Chapter 18 Keraguan

Anarya melangkah pergi meninggalkan Lasmi, hatinya dipenuhi amarah yang teramat menyesakkan rongga dada. Ia melajukan mobil tanpa tujuan. Pikirannya kalut, wanita yang ingin ia ceraikan justru malah hamil anak keduanya.

Kekecewaan pada Lasmi sudah memuncak. Ia tak bisa memaafkan sikap Lasmi yang telah berusaha menyingkirkan Nesa hingga ia harus kehilangan Nesa. Namun, di sisi lain ia tak tega jika harus mengabaikan perasaan Resti dan juga nasib bayi yang masih dalam kandungan Lasmi.

Di sisi hati yang lain, bayangan Daneela tak mampu ia tepis. Melalui wajah Daneela ia mampu melepas rindu akan senyum manis Daneesa. Dorongan hati untuk terus bersama dengan Daneela begitu kuat.

Semenjak pertemuannya dengan Daneela dan melihat kebahagiaan Nesa yang terpancar dalam wajah putri kecilnya, membuat angan Anarya seolah kembali bersama Daneesa. Mimpi hidup bahagia dengan wanita yang ia cintai, merajut benang kasih bersamanya.

'Ingat Anarya, dia Daneela, bukan Daneesa,' batinnya selalu mengingatkan, namun kekuatan cinta kepada Daneesa justru membuat ia mengabaikan logika dan hati kecilnya yang terus mengingatkan bahwa wanita itu bukanlah Daneesa, melainkan Daneela.

Gejolak emosi semakin membuncah, ia merasa takdir sedang mempermainkan hidup yang sedang ia jalani. Mungkin ini adalah hukuman untuk menebus setiap kesalahan yang ia lakukan pada Daneesa dulu. Kehidupan hampa yang tak memiliki nyawa, menyiksa dalam setiap detak jantungnya.

Anarya merasa tak sanggup meneruskan laju mobilnya. Ia menepi dari keramaian lalu lalang kendaraan yang berlomba dengan deru angin malam.

"Daneesa, jangan kamu hukum aku seperti ini. Sungguh ini luar biasa menyiksa." Kedua tangan Anarya kembali menjambak rambutnya, kemudian menelangkupkan wajah ke kemudi mobil.

"Lihatlah aku, Daneesa. Lihat aku sudah sekacau ini, tapi sepertinya kamu belum cukup dengan semua derita yang aku rasa."

"Ya, aku salah. Aku akui aku salah karena tak mampu bersikap tegas melawan kemauan Mama. Aku yang salah dengan semua jalan yang aku pilih untuk memilikimu."

"Tapi, Daneesa. Ijinkan aku untuk tetap bersama Nesa. Meski itu harus menikahi saudara kembarmu."

"Apa kamu yakin ingin menikahi Daneela?" Tetiba sebuah suara terdengar, sontak Anarya mengangkat kepala dan menengok pada sumber suara.

Anarya mengucek netra serasa tak percaya. Tidak ada orang sama sekali dalam mobilnya, namun suara itu begitu jelas dari jok belakang.

"Kenapa tidak kamu jawab pertanyaanku, Anarya?"

Kembali Anarya terhenyak. Ia begitu mengingat suara itu. Daneesa ... ya, itu suara Daneesa. Tapi di mana?

"Da-Daneesa, kamu di mana?"

"Lihatlah kaca di atas kepalamu."

"Daneesa? Sungguh itu kamu?" Sontak Anarya terperanjat ketika melihat sosok wanita dengan gaun putih dalam bayangan cermin. Namun, setiap ia melihat ke belakang ia tak menemukan sosok itu.

"Katakan, apa kamu akan menikahi Daneela?"

"A ... aku ...." Anarya merasa bimbang antara iya atau tidak.

"Lakukan demi Nesa, Narya. Aku rela melepasmu demi putri kita."

"Jujur berat bagiku, Daneesa. Menjadikan Daneela sebagai penggantimu sama saja aku hidup dalam bayang-bayangmu." Anarya setengah melenguh, mencoba mengurangi beban dalam hati.

"Lalu, apa bedanya memilih Daneela sebagai istrimu dengan berkompromi atas kehidupan rumah tanggamu selama ini?"

"Entahlah, Daneesa. Aku sekarang ini benar-benar tidak bisa berpikir. Lasmi hamil, bagaimana aku bisa meninggalkan dia dalam keadaan seperti itu. Tapi aku juga ingin Nesa bahagia mereguk kasih sayang yang selama ini tak lengkap."

"Tanyakan pada hati kecilmu, dan bukalah mata untuk melihat siapa Lasmi sebenarnya."

"Apa maksud kamu, Daneesa? Kamu tahu sesuatu tentang Lasmi?" Anarya melipat dahi dan mendekatkan wajah ke cermin, ada banyak tanya yang memenuhi relung pikirannya.

"Kamu akan tahu nanti. Baiklah, aku pergi dulu, Anarya. Aku rasa sudah cukup kita berbincang."

"Tunggu, Daneesa! Daneesa!" Anarya tergagap. Ia coba melihat sekeliling, namun tak ada yang dapat ia temukan kecuali kesunyian. Lalu lalang mobil juga sudah tak seramai tadi.

"Apa aku mimpi?" Anarya mencoba menepuk dan mencubit pipi.

"Augh ... tapi ini sakit, artinya aku tidak bermimpi." Ia terus saja bergumam. Sudut netranya melirik jam pada pergelangan tangan, 12.45. Ternyata sudah tengah malam. Entah sudah berapa lama ia terlamun di dalam mobil dan hanyut dalam obrolan dengan Daneesa.

Anarya menghempas napas yang memburu, mencoba menenangkan hati. Percakapan ia dengan Daneela barusan menyisakan banyak tanda tanya.

Setelah hampir lima belas menit terdiam, akhirnya Anarya melajukan mobil kembali. Tak lama berjalan, ia menghentikan kemudi dan memilih berhenti sejenak. Mobil ia arahkan untuk memasuki area parkir sebuah masjid besar. Masjid yang cukup lengang, mungkin karena telah lewat masa shalat isya dan semua jamaah telah turun masjid.

Kakinya melangkah mengambil air wudhu, ia merasa inilah waktu yang tepat untuk ia pakai mengadu semua keluh kesahnya kepada Sang Pemberi Hidup.

Entah sudah berapa lama Anarya bermunajat, mengadu pada Sang Pemilik Kehidupan. Derai airmata tiada henti ia tumpahkan, meminta belas kasihan pada Sang Rohman Ar-rohim.

****

Sementara itu, di tempat lain dalam waktu bersamaan, seorang wanita dalam balutan mukena putih juga bermunajat meminta petunjuk kepada Sang Pemilik Hati. Ia dirundung kegalauan dan ketenangannya terusik karena masalah yang sedang ia hadapi.

"Ya Allah ... Ya Rabb, pemilik kehidupan dan yang membolak-balikkan hati, dalam malam-Mu aku menengadahkan tanganku, memohon petunjuk-Mu." Sejenak doanya terhenti, ia tampak ragu-ragu. Ia menundukkan wajah dalam-dalam dengan rintik bulir bening di pipi.

Ia tersedu dalam tangisnya, kembali bersujud dan mengucap istighfar berulangkali. "Daneesa, maafkan aku," ucapnya kemudian.

Daneela terhenyak, merasa ada sebuah tangan yang memegang kepalanya. Dengan perlahan ia bangkit dari sujud, memandang netra yang telah senja. Ada embun bening di sudut netranya.

Ia menghambur ke pelukan wanita yang selama ini mendoakan setiap kebahagiaannya, wanita yang senantiasa menyemangati setiap langkah lelahnya.

"Ma, apa aku salah jika mengharapkan Anarya demi Nesa?"

Bu Rani merangkum wajah putrinya dengan kedua tangan, lembut ia berkata, "tak ada yang salah, Nak. Jika kamu mencinta Anarya, maka mintalah ijin ke Daneesa. Besok kita ke makam, Mama yakin Daneesa tidak akan keberatan karena ia juga ingin melihat putri kecilnya bahagia," tutur Bu Rani.

Daneela mengangguk dan menggenggam erat tangan Ibunda tersayang. Ia cium tangan keriput yang telah digunakan untuk membesarkan ia dengan penuh kasih.

"Ma," panggil gadis kecil dari balik pintu.

"Apa, Sayang. Sini masuk, Nak," pinta Daneela seraya membentangkan kedua tangan, sebagai isyarat ingin memeluk gadis kecil itu.

"Mama dan nenek nangis lagi?" Netra bening Nesa menyelidik, kemudian jemari kecilnya menghapus jejak bulir bening yang ada di pipi kedua wanita dewasa di hadapannya.

"Nesa nggak mau Mama dan Nenek nangis lagi. Nesa nggak mau lihat Mama dan Nenek sedih."

Daneela merengkuh tubuh Nesa ke dalam dekapan, mengelus rambut panjang Nesa dan menciumi puncak kepalanya.

"Kok, Nesa bangun?" tanya Daneela seraya mengernyitkan dahi.

"Tadi terjaga, lihat di samping Nesa nggak ada Mama. Makanya Nesa mencari Mama, terus denger suara nenek di sini." jawab Nesa polos sambil mengucek mata yang sebenarnya masih menahan kantuk.

"Eh, besok weekend kita mau jalan-jalan kemana, nih?" Daneela berusaha mencairkan suasana.

"Nesa mau ke waterpark, Ma. Bisa main air, perosotan, ombak-ombakan ... seru pokoknya."

"Nesa nggak bosan? Sudah empat kali, lho."

"Nesa suka, Ma."

"Ya sudah, besok kita ke waterpark lagi, deh."

"Hore ... asyik ... Mama memang baik. Terimakasih ya, Ma," sorak Nesa kegirangan sembari mendaratkan ciuman ke kedua pipi Daneela.

Bahagia menyelimuti tiga wanita berbeda generasi itu, tanpa sadar ada sosok cantik di balik kaca jendela ikut tersenyum bahagia menyaksikan setiap adegan yang menyentuh hati.

"Bahagialah selalu anakku," gumamnya lirih, kemudian menghilang.

Terpopuler

Comments

Lintang Maharani

Lintang Maharani

waduh kok ada horornya ya Thor, hehehe

2020-11-29

1

Risa Zunia Rahayu

Risa Zunia Rahayu

agak agak merinding baca akhir chapter ini😬

2020-10-31

4

Marya Juliani Jawak

Marya Juliani Jawak

Sedih Thor....

2020-10-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!