Chapter 8 Kepura-puraan

Entah sudah berapa lama Lasmi mondar mandir di kamar. Rengekan Resti, anaknya yang masih berusia tiga tahun tak ia hiraukan. Ia nampak berfikir keras untuk mencari alasan agar bisa pergi dengan mama mertuanya. 

Rencana untuk menyingkirkan Nesa dari rumah itu dengan baik tanpa menimbulkan curiga benar-benar menyita fikiran. Ia tak ingin suaminya curiga bahwa ia yang memgirim Nesa ke Daneela. Semalaman ia sibuk dengan rancangan-rancangan di otak liciknya.

"Aku harus kerjasama dengan Daneela, aku harus cari cara agar dia bisa mengambil anak sialan itu," ucap Lasmi penuh keyakinan, ia kepalkan kedua tangan ke arah meja rias menghadap ke cermin seolah berkata pada dirinya sendiri.

Lasmi membalikkan badan mengedarkan pandangan mencari sesuatu. Ia melangkah ke sudut sandaran tempat tidur dan mengambil gawai yang sedari tadi menjadi saksi bisu akan niat buruknya terhadap gadis kecil itu.

[Mas, hari ini mama mau mengajak aku dan anak-anak pergi wisata. Boleh, ya?] Pesan yang ia ketik untuk Anarya, beberapa saat agak ragu ia mengirimkan. Kembali ia menghela nafas dan memantapkan hati.

Pesan sudah terkirim namun belum dibaca. Lasmi tampak galau berharap agar Anarya mengijinkan. Beberapa kali Lasmi mengecek pesan chat namun tetap belum dibaca.

[Maaf, Mas. Aku dan anak-anak pergi dulu. Mama sudah menjemput. Aku pergi dua hari, kemungkinan lusa malam baru kembali.] Chat Lasmi setelah lebih dari tiga puluh menit menunggu.

"Ma, kita bisa pergi hari ini." Lasmi dengan semangat berujar pada mama mertuanya melalui gawai.

"Oke, mama jemput kamu satu jam lagi sampai."

"Hati-hati, ma. Lasmi tunggu."

"Iya, sayang."

Setelah menutup telpon, Lasmi bergegas bersiap-siap. Ia memandikan Resti dan menyuruh Nesa untuk bersiap-siap pula. Kali ini Lasmi membantu menyisir rambut panjang Nesa dan mengepangnya menjadi kepang susun. Kemudian memasang beberapa jepit kupu di beberapa bagian kepangan.

"Nesa sayang, maafkan ibu, ya," ucap Lasmi lemah lembut seraya menelangkupkan tangan ke wajah Nesa dengan raut sendu tersirat ia seolah memohon.

Nesa mengeryitkan dahi atas perlakuan ibunya. Tak biasa wanita yang selalu ia panggil ibu itu bersikap baik seperti ini. Mata  gadis kecil itu menatap penuh keheranan. Ada banyak tanya dalam hatinya. Benarkah Allah telah mengubah hati ibunya menjadi baik? Apakah Allah sudah mengabulkan doanya di setiap selesai salat? 

"Kenapa, Bu?" Akhirnya ia memberanikan bertanya.

"Maafkan ibu, Nak. Selama ini ibu sudah banyak salah denganmu." Tangis Lasmi pecah, ia memeluk Nesa erat. 

Ada rasa bahagia menjalar di hati Nesa. Beginikah pelukan hangat seorang ibu? Inikah rasanya berada dalam dekapan sosok ibu yang dia harapkan? Ingin Nesa bersorak menyambut pelukan wanita yang selama ini ia panggil ibu, tapi rasa takut yang mendera selama ini masih membuat ia ragu untuk memeluk Lasmi.

"Nesa, hari ini ibu akan membawa Nesa ke Mama Nesa yang sebenarnya," kata Lasmi setelah melepas pelukan.

Nesa semakin mengeryitkan dahi tak mengerti. Lasmi menangkap kebingungan dari gadis kecil di hadapannya.

"Sayang, ibu Lasmi bukan ibu Nesa. Tapi ibu kandung Nesa itu namanya Mama Daneela. Dia tinggal di rumah nenek kamu yang punya toko roti, tempatnya jauh dari sini. Nesa mau ketemu mama?"

"Yang punya toko roti?" Nesa teringat perkataan ayahnya waktu itu.

"Iya, Mama Nesa pandai bikin kue. Dan nenek kamu juga punya toko kue. Kamu mau ke sana?"

"Kenapa Ibu mau mengantarkan aku kesana? Terus Ayah bagaimana? Apa nanti aku akan tinggal di sana?"

"Nesa, Ibu sayang dengan kamu. Ibu nggak tega melihat kamu jauh dari Mama kandung kamu."

"Apa karena itu ibu sering jahat ke Nesa?"

Lasmi terpegun, tak menyangka gadis kecil itu bertanya seperti itu. Meski tak dipungkiri perkataan Nesa benar adanya. Ia membenci Nesa karena dia bukan anak yang lahir dari rahimnya, melainkan anak dari pacar Anarya sebelum menikah dengannya.

Bagi Lasmi, anak itu terus menjadi bayang-bayang masa lalu Anarya dan menjadi duri dalam pernikahannya. Torehan luka menyayat hati ketika mendengar Anarya memanggil Nesa, nama yang sama dengan wanita itu. Wanita yang hingga kini menguasai hati Anarya.

"Ibu 'kan sudah minta maaf, Sayang." Tangan Lasmi mengusap lembut pipi Nesa, pancaran matanya pun menyiratkan penyesalan dengan linangan bulir bening.

"Ibu jangan menangis." Nesa menghambur memeluk Lasmi.

"Nesa mau kan ketemu Mama Daneela?"

"Tapi, Bu ...."

"Kenapa? Nesa nggak suka ketemu mama kandung? Dosa lho, nanti Allah marah karena Nesa nggak mau mengakui ibu kandung sendiri. Mau dikutuk jadi batu?" Lasmi mencoba mendoktrin pemikiran Nesa karena ia tahu kelemahan Nesa yaitu harus hormat pada orang tua agar tidak berdosa.

Nesa hanya menggeleng. Dia tak mengerti harus bahagia atau sedih. Karena selama ini yang ada dalam setiap doa adalah Ibu Lasmi yang dia harapkan agar hati Ibu Lasmi berubah menyayanginya. Bukan orang yang belum ia kenal sama sekali.

"Sekarang kita bersiap, sebentar lagi Eyang Uti sampai." Seraya berdiri dan mengambil beberapa potong pakaian Nesa untuk dimasukkan ke dalam tas.

"Eyang juga ikut, Bu?"

"Iya, kita kesana naik mobil Eyang."

"Apa boleh aku naik mobilnya, Bu? Eyang 'kan nggak  suka denganku."

Lasmi menghentikan menata pakaian, ia kembali mengangsurkan badan ke Nesa.

"Eyang juga minta maaf karena sudah sering marahin kamu. Nesa anak baik, ibu yakin kamu bisa maafin Eyang." Lembut tutur kata Lasmi dengan senyum tersungging.

Tak berapa lama terdengar bunyi klakson mobil di depan rumah. Nampak seorang sopir keluar dari mobil berwarna silver dan mempersilahkan Lasmi masuk. Dengan sigap Pak Karmin memasukkan koper ke bagasi mobil.

Dari dalam mobil nampak wanita berusia paruh baya dengan penampilan yang elegan menyambut Lasmi dengan ciuman pipi. Bu Bramantyo yang meski usia telah memasuki usia emas namun penampilannya sepuluh tahun lebih muda dari usia sebenarnya. 

"Nesa, ayo naik. Eyang nggak marah kok, kalau Nesa naik mobil ini," rayu Lasmi ketika mendapati Nesa masih berdiri ragu untuk masuk pintu mobil yang masih terbuka.

"Nesa mau duduk di depan atau di tengah barengan Resti?" Kali ini Bu Bramantyo menawarkan dengan suara yang tak biasa. Suara yang terdengar manis dan jauh dari kesan judes.

"Nesa boleh duduk di depan, Eyang?"

"Oh, boleh, donk. Ayo Nesa masuk aja."

"Terimakasih, Eyang." Nampak raut muka Nesa berbinar. Selama ini jarang ia boleh ikut naik mobil Eyangnya, bahkan menyentuh saja dilarang.

Lima jam perjalanan menuju rumah orang tua Daneela. Selama perjalanan tak henti-hentinya Nesa berdecak kagum dengan apa yang ia lihat. Hal-hal baru yang selama ini belum pernah ia lihat. Pemandangan alam yang begitu menyejukkan mata membuat mata bulat itu berbinar hingga akhirnya lelah dan tertidur.

Sementara itu, di jok belakang nampak Bu Bramantyo dan Lasmi tersenyum penuh arti. Raut kemenangan menghias wajah-wajah palsu mereka.

"Apa rencanamu?" Tanya Bu Bram mengawali pembicaraan setelah melihat Nesa tertidur.

"Kita akan menemui Daneela dan memintanya agar mengaku sebagai mama kandung Nesa."

"Apa kita langsung ke rumahnya?"

"Kita ke hotel dulu, Ma. Biar aku yang pertama menemui Daneela untuk bicara. Setelah memastikan semua beres kita bawa Nesa ke dia."

"Lalu bagaimana kalau Anarya tahu?"

"Tenang, Ma. Aku sudah menyiapkan skenario indah untuk rencana kita," ucap Lasmi seraya mengedipkan mata.

"Kamu memang brilliant, Lasmi. Ibu percayakan semuanya sama kamu" Bu Bram mengacungi jempol ke menantu kesayangannya itu.

"Oke, Mama sayang. Akhirnya anak itu bisa pergi juga dari kehidupan kita ya, Ma." Senyum kemenangan kembali menyembul dari bibir Lasmi.

Tanpa mereka sadari, Pak Karmin yang tengah menyetir sesekali memperhatikan kedua wanita yang tengah asyik menyusun rencana itu melalui cermin mobil yang ada di atas kepalanya.

Ada gurat sedih di wajah Pak Karmin, sesekali ia pandangi wajah gadis kecil disampingnya dengan pandangan sendu. Trenyuh hatinya jika melihat perlakuan majikan yang telah ia ikuti puluhan tahun itu pada Nesa yang tak berdosa. Namun ia tak bisa berbuat banyak.

Mobil melaju membelah jalanan yang dihiasi rintik hujan, mengantarkan gadis kecil nan lugu menuju rencana curang dari orang yang seharusnya mengasihi dan menyayanginya.

Entah apalagi yang akan terjadi, gadis manis bermata bulat itu tak pernah tahu. Ia sekarang sedang menikmati mimpinya dalam perjalanan panjang ke sebuah cerita baru.

Terpopuler

Comments

Bund@ Putri

Bund@ Putri

sebetulnya nyesek bc ink, tpi penasaran

2020-07-28

2

Yulie Nurhadi

Yulie Nurhadi

lanjutannya mana

2020-01-16

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!