Chapter 11 Menyambut Bahagia

Sejenak suasana hening, masing-masing sibuk dengan pikiran penuh praduga yang terus berkecamuk tak menentu. Pernyataan Nesa mampu menyihir mereka untuk menduga-duga dimana Nesa bertemu dengan Daneela, karena sepengetahuan Lasmi dan Bu Bram, Nesa tak pernah keluar kota.

'Apakah Mas Narya mengajak Nesa menemui wanita ini?' Batin Lasmi.

'Ah, tidak mungkin. Dia saja ketakutan saat bertemu Daneela, mana mungkin mengajak Nesa menemuinya.' Kembali Lasmi berpikir mencoba menduga.

Kembali tiga pasang matang secara kompak menatap raut wajah polos Nesa.

"Nesa pernah lihat, Mama?" tanya Daneela menyelidik dan dijawab dengan sebuah anggukan dari gadis kecil bermata bulat bening itu.

Daneela mengeryit seolah menyiratkan tanda tanya besar di hatinya. Sedangkan Lasmi dan Bu Bramantyo saling memandang keheranan.

"Dimana Nesa pernah melihat mama, Nak?"

"Dalam mimpi. Waktu itu Mama mau mengajak Nesa pergi, katanya nggak tega ninggalin Nesa sendirian."

Serempak mereka terhenyak mendengar pengakuan Nesa. Terdengar helaan nafas yang hampir beriringan. Lasmi dan Bu Bram mengelus dada lega, sedangkan Daneela masih menautkan alis mencoba mencerna ucapan keponakannya itu.

'Apakah ini pertanda?' batin Daneela dengan menatap lekat Nesa.

"Nesa beneran pernah bermimpi bertemu Mama?" tanya Daneela meyakinkan kembali.

"Iya, Ma. Nesa beneran mimpi ketemu Mama. Mama nunjukin tempat yang indah banget. Mama mau ajak Nesa pergi ke tempat itu."

Hati Daneela terenyuh. Ia merasa inilah keinginan saudara kembarnya, yaitu membawa Nesa bersamanya. Ia peluk kembali Nesa dengan uraian airmata.

'Daneesa, akan aku bawa anakmu. Aku berjanji akan menjadi Mama baginya,' bisik hati Daneela.

Daneela merenggangkan pelukan dan kembali menatap Nesa.

"Ikutlah dengan Mama, Nak. Mama rindu dengan Nesa," pinta Daneela lirih dan terdengar menyayat hati. Namun, gadis kecil itu bergeming dalam kebingungan.

"Nesa sayang, mimpi Nesa sekarang menjadi nyata. Sekarang Mama kamu datang untuk menjemputmu," ucap Lasmi, ia merangkul bahu gadis kecil itu untuk meyakinkan.

Nesa memandang wanita yang selama ini ia panggil Ibu. Pandangan yang tak bisa diartikan, terlalu banyak pertanyaan yang sebenarnya ingin ia tanyakan, namun netra wanita di hadapannya terasa begitu menakutkan bagi gadis berusia delapan tahun itu.

Perlahan tangan Lasmi memegang dagu Nesa dengan lembut, memasang wajah tulus penuh kasih.

"Nesa, dia mamamu. Dia yang melahirkanmu. Dari Nesa kecil hingga sekarang, Mama Nesa selalu merindukanmu karena Papa Narya tak pernah mengijinkan dia untuk menemuimu. Kasihan dia, Nak." Lasmi mulai meneteskan airmata, mengiringi tiap kata yang keluar dari bibir tipisnya.

Nesa masih terdiam. Pandangannya beralih kepada wanita di sampingnya, Daneela.

"Nesa, Eyang tahu semua tentang ayah dan ibumu. Dan eyang tahu kalau dia benar mamamu. Ikutlah dengannya, nanti Eyang yang akan bilang ke Papa tentang ini. Kasihan mama kamu, Nak." Kini Bu Bram ikut membujuk.

Nesa masih terpegun. Netranya tak henti menatap ketiga wanita dihadapannya silih berganti seolah ingin meyakinkan.

"Iya, Ma. Nesa mau ikut Mama," ucap gadis kecil itu yang membuat mereka menghela nafas lega.

Daneela segera merengkuh Nesa dalam pelukannya. Rasa bahagia memenuhi ruang hatinya. Keinginannya untuk membuat ibunya kembali tersenyum sebentar lagi terwujud.

Sedangkan di sisi lain ada dua makhluk berhati iblis merasa bahagia karena rencananya berjalan lancar dan sukses. Mereka saling pandang dan melempar senyum. Ibu jari saling terangkat memberi kode.

****

Matahari senja mengiringi langkah kecil Nesa meninggalkan keluarga yang selama ini bersamanya. Senyum riang terukir di bibir mungilnya, sorot netranya tak dapat dipungkiri penuh dengan binar bahagia. Ia genggam jemari Daneela dengan erat seolah tak ingin melepaskan sosok mama yang ia inginkan.

Lambaian tangan Lasmi dan Bu Bram mengantarkan kepergian Nesa dan Daneela. Sengaja mereka mengantar hingga depan hotel, untuk memandang bahagia kepergian anak yang dianggap sebagai duri dalam kehidupannya.

Setelah melihat kedua orang yang sangat ia benci itu menaiki taksi dan menghilang dari pandangan, mereka saling berpelukan bahagia diiringi tawa penuh kemenangan.

"Ma, sekarang tinggal menyusun rencana untuk menghadapi Mas Narya," seloroh Lasmi ketika sampai di kamar hotel.

"Tenanglah, biar Narya jadi urusanku. Tugasmu hanya meyakinkan bahwa Nesa lah yang berkeinginan kuat ingin ikut Daneela karena mengira itu mamanya. Dan aku yang akan membuat Narya rela melepas bocah itu."

"Makasih ya, Ma. Mama memang mertua yang super duper baik." Kata Lasmi sembari memeluk wanita paruh baya namun tetap berpenampilan elegan itu.

Senyum kepuasan kembali menghiasi bibir mereka. Lasmi yang selama ini ingin menyingkirkan Nesa pun teramat sangat bahagia, sehingga berulangkali senyumnya tersungging tanpa henti.

****

Di tempat lain, di sebuah rumah yang tidak terlalu besar dengan tatanan bunga-bunga di taman kecilnya yang begitu asri, Daneela membawa masuk Nesa.

Langkah tak sabar Daneela membawanya ke sebuah kamar yang lampunya masih dibiarkan padam.

"Ma," panggil Daneela setelah membuka pintu dan menyalakan saklar lampu.

Nampak seorang wanita dengan hijab hitam panjang dan kacamata di wajah penuh kerutan. Wanita itu tak menoleh saat Daneela memanggilnya. Pandangannya menatap nanar keluar jendela. Ada bulir bening yang perlahan jatuh di pipinya.

Perlahan Daneela mendekat dan menyentuh bahu mamanya. Ia merendahkan tubuhnya dan memandang wajah yang selama ini menahan siksa rindu.

"Ma, lihat siapa yang datang." Lembut suara Daneela.

Bu Rani yang tak menyadari kedatangan anaknya sontak menyeka airmata yang selama ini ia sembunyikan. Ia tergagap ketika mengetahui Daneela melihat mata sembabnya.

"Mama menangis lagi?"

"Tidak, Nak. Mama hanya kangen dengan saudara kembarmu."

"Mama ingat Neesa kecil?"

Bu Rani hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan Daneela. Tidak bisa dipungkiri bahwa selama delapan tahun setelah kepergian Daneesa, ia seperti orang yang kehilangan sebagian hidupnya. Rasa sesal tak bisa menjaga putrinya selalu merutuki jiwanya.

"Mama mau tahu siapa yang datang?"

"Siapa?" Dahi Bu Rani mengernyit tak mengerti.

"Mama tutup mata dulu ya. Jangan buka kalau belum Daneela minta."

"Kamu ini mau ngasih surprise ke mama, ya? Bawa calon mantu?"

"Ih ... apaan sih, Ma?" Bibir Daneela mencebik.

"Habisnya kamu, udah usia 29 tahun belum juga mau menikah."

"Sudah mamaku yang bawel, sekarang tutup mata, ya," pinta Daneela yang akhirnya dituruti oleh Bu Rani.

Daneela memberi tanda kepada Nesa dengan tangannya agar ia masuk ke kamar.

"Mama siap, ya. Satu, dua, tiga! Buka mata, Ma. Lihat siapa yang ada di hadapan Mama."

Bu Rani terperanjat ketika melihat sosok gadis kecil di hadapannya. Ingatannya kembali ke masalalu dimana ada gadis kecil yang suka menjahilinya. Gadis yang ceria dan selalu membuatnya tertawa. Tak terasa bulir bening mengalir kembali di pipi keriputnya.

"Daneesa, anakku," ujar Bu Rani seraya menghambur memeluk Nesa dengan tangisan yang pecah.

Untuk sesaat mereka larut dalam tangis bahagia. Ada rindu dan sakit yang perlahan terobati. Luka selama delapan tahun seketika terlunasi dengan sebuah pertemuan yang mengharu biru.

Sebuah penantian panjang akhirnya terbayar sudah dengan pelukan hangat yang selama ini hanya terendam mengendap dalam rasa ingin. Kebahagiaan yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.

Terpopuler

Comments

Mikaila Dira Khodijahatika

Mikaila Dira Khodijahatika

sedihnya... untung nesa msh unya tante daniela

2021-11-20

0

Tirai Berduri

Tirai Berduri

akhirnya kamu hidup bahagia nesa😭

2020-12-10

1

Susanna Ibrohim

Susanna Ibrohim

Author jualan bawang bombay nih😭😭
oh ya thor...kata terpegun ganti aja jadi tertegun biar enak bacanya🙏

2020-11-28

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!