Chapter 2 Potongan Masa Lalu

Malam telah larut, angin bertiup dingin menusuk hingga ke tulang. Sejenak pria itu memandangi gadis kecil yang tertidur lelap di hadapannya. Ia benarkan selimut hingga menutup tubuh bidadari kecil yang selama ini menjadi penyemangat hidup baginya.

Oh, tidak! Mata pria itu berkaca-kaca, nampak raut wajah penuh rasa bersalah dan berjuta penyesalan tergambar jelas. Kembali ia usap rambut putri kecilnya penuh kasih.

Sejenak ia terpegun. Bayangan masa lalu kembali melintas berkelebat dalam ingatan. Seandainya waktu bisa diputar, maka ia ingin membenahi seluruh kebodohannya di masa silam.

*flashback on

"Hai, kenalkan aku Anarya Putra Bramantyo. Panggil saja aku Anarya," ucap Anarya menghafal dialog yang akan ia gunakan untuk mendekati seorang gadis.

Detak jantungnya berdegup tak wajar, berpacu dengan nyali yang kembang kempis dalam niat.

Saat itu Anarya ada di depan sebuah toko kue, ia sering membeli kue disana hanya demi melihat gadis pujaannya itu. Gadis manis yang senyumnya mampu merenggut nyenyak tidurnya selama dua bulan ini.

Hari ini Narya bertekad harus mengungkapkan perasaan, ia sudah tak sanggup menahan perasaannya lagi.

"Ah, terlalu formal!" serunya pada diri sendiri sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Sedang bingung Anarya memilih dialog yang tepat, dari dalam toko ada seorang gadis muda yang sedari tadi memperhatikan Anarya. Ia pun melangkah keluar untuk bertanya.

"Permisi, maaf ada yang bisa dibantu, Mas?" sapa gadis manis pemilik suara renyah itu.

Narya yang mendengar suara gadis itu pun kaget dan berhenti dengan gerak tak jelasnya. Ia masih dalam posisi membelakangi gadis itu. Mulutnya komat kamit entah merapal mantra apa, sungguh ia jadi salah tingkah.

"Eh, i-iya, Mbak. Aku Anarya." Anarya Membalik badan dan tergagap seraya mengulurkan tangan.

"Daneesa, panggil saja Neesa." Gadis manis itu menyuguhkan senyum manisnya yang membuat jantung Anarya berdegub semakin kencang.

"A-aku suka kamu!" Anarya kaget dengan perkataannya sendiri. Dia menunduk merutuki kebodohannya, kenapa secepat ini dia mengatakan.

Daneesa yang mendengar langsung melongo kaget. Mulutnya membulat karena tak percaya. Ekspresi yang tak dapat dibayangkan karena ditembak oleh cowok yang baru semenit lalu memperkenalkan diri.

"Hahaha ... Mas ini lucu, ya. Baru juga kenal sudah bilang suka," tawa Daneesa memecah kebekuan yang sejenak terjadi.

"Tapi aku menyukaimu sejak dua bulan lalu," terang Anarya, ia menatap lekat wajah gadis di hadapannya itu.

Gadis manis dengan rambut sebahu itu makin tertegun. Netranya menelisik wajah Anarya, menelusuri setiap lekuk ekspresi dan sorot mata. Ia berharap menemukan sesuatu di sana.

"Bisakah kita berteman dulu?" tanya Daneesa datar.

"Oh, tentu. Aku tahu kamu pasti butuh waktu. Aku siap kok menunggu." Seperti mendapat lampu hijau Anarya yang tadinya kikuk justru berubah menjadi begitu semangat, lidahnya tak lagi kelu.

Semburat bahagia membias di wajah tampannya, dewa amor telah berpihak padanya.

*flashback off

Anarya mengusap titik bening yang jatuh dari sudut netra, dia tersenyum jika mengingat kenangan bersama wanita yang teramat begitu ia cinta.

Rasa rindu pada sosok Daneesa menjalar di hatinya. Sudah delapan tahun lebih ia tak mampu menjumpai pujaan pencuri hatinya.

"Sayang, kenapa kamu pergi? Aku merindukanmu disini. Lihatlah putri kecil kita, dia cantik sepertimu. Matanya bulat dan bulu matanya lentik, sama persis denganmu." 

Kembali airmata Anarya berurai hingga tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara dari pintu kamar.

"Kamu kenapa, Yah? Kangen sama wanita itu?"

Anarya mengusap airmatanya, berdiri dan membalikkan badan. Ia tatap istrinya yang sedang berdiri bersedekap sambil bersandar ke pintu.

"Aku istrimu, Yah. Kenapa kamu ga menghargai aku? Sudah lima tahun ini aku mendampingimu. Tapi kalau perasaanmu selalu ke wanita itu, bagaimana aku bisa bertahan? Aku punya perasaan yang bisa terluka," cerocos Lasmi dengan nada emosi.

"Aku hanya melihat Nesa dan Resti saja, Bu. Jangan berpikir yang aneh-aneh." Anarya mencoba berbohong dan sesekali berusaha menyembunyikan matanya yang sembab.

"Terus kenapa menangis?"

"Kasian saja dengan Nesa, Bu."

"Kamu tahu? Aku benci saat kamu panggil nama anakmu. Kenapa tak kau panggil saja dengan nama lain?"

"Nama dia Nesa Putri Anarya. Jadi, wajar kalau aku panggil 'Nesa' lah, Bu."

"Kamu pikir aku bodoh? Aku tahu kenapa kamu beri nama dia Nesa, agar kamu bisa memanggil nama wanita itu terus menerus!"

"Apaan sih, Bu. Udah yuk, tidur. Jangan marah di sini, nanti anak-anak bangun," ucap Anarya sambil merengkuh pundak istrinya.

Malam itu Anarya harus kembali pada kenyataan bahwa Daneesa tak akan pernah ia miliki kembali. Dia harus berusaha menjaga perasaan Lasmi, wanita  pilihan ibunya. Ya, pilihan ibunya. Bukan pilihan hatinya.

Terpopuler

Comments

Menik Ekawati

Menik Ekawati

sedih bgt thor

2020-07-27

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!