Chapter 7 Rencana Jahat Lasmi

"Darimana kamu, Mas?" tanya Lasmi begitu melihat Anarya datang.

"Mencari Nesa."

"Kamu aneh. Kamu pikir anakmu cuma dia? Resti juga anakmu! Resti juga membutuhkanmu!"

Narya tak menggubris perkataan istrinya, ia hanya berlalu dan memasuki rumah. Lasmi segera mengekori dari belakang, ikut tergesa mensejajari langkah Anarya yang terus saja mengacuhkannya.

"Mas!"

Anarya masih tak menghiraukan panggilan Lasmi, ia segera masuk ke kamar dan mencari kontak mobil. Dalam pikirannya hanya ada rasa takut kehilangan Nesa sehingga mengabaikan Lasmi, istrinya.

Brak!

Lasmi membanting pintu kamar sekuat tenaga. Rasanya ia sudah lelah dengan tingkah acuh Anarya. Suara dentuman pintu membuat Anarya terkejut dengan sikap Lasmi, kemudian menatap lekat pada wanita yang telah lima tahun ia nikahi.

"Kamu keterlaluan, Mas! Aku ini istrimu tapi sikap kamu sungguh tak menjaga perasaanku. Sedikit saja apa kamu tidak bisa menghargaiku? Beginikah seharusnya sikap seorang suami terhadap istri?"

Glek!

Anarya terdiam menelan saliva. Kata-kata Lasmi seolah menyadarkan hati yang sekian lama tertutup rapat. Ya, selama ini hati Anarya tak sepenuhnya untuk Lasmi. Ia tak bisa menerima wanita di hadapannya sebagai pengganti Daneesa. Ia terpaksa menikahi Lasmi lantaran sang mama yang mengancam akan bunuh diri jika ia menolak perjodohan itu.

Narya sejenak tertegun, menatap netra wanita yang telah mendampinginya selama lima tahun ini.

"Lasmi ... maafkan aku," kata Anarya seraya mendekap Lasmi yang berurai airmata.

"Mas, kenapa kamu belum bisa mencintaiku? Apa salahku? Aku hadir dalam hidupmu setelah Daneesa pergi. Aku tidak merebutmu darinya." Masih terisak Lasmi dalam pelukan Anarya.

"Iya, aku tahu. Maafkan mas, ya. Mas hanya kepikiran Nesa, karena Daneela akan mengambilnya."

Lasmi terperanjat mendengar penjelasan Anarya, ia lepaskan pelukannya dan memandang wajah pria yang sangat ia cintai itu. Ya, nampak jelas kekhawatiran disana.

"Siapa Daneela?"

"Dia saudara kembar Daneesa."

"Kapan mas ketemu dengannya?"

"Ehm ... tadi pagi waktu di jalan." Hati-hati Anarya berkata, ia takut Lasmi tersinggung. Ia tidak mungkin bercerita kalau dia berjumpa dengan Daneela di makam Daneesa.

"Terus apa katanya?"

"Dia mengancam akan mengambil Nesa dariku. Itu sebabnya saat pulang mas tergesa-gesa mencari Nesa."

"Oh ...."

"Mas malam ini juga harus ke rumah orang tua Daneesa. Mas harap kamu ngerti."

"Enggak usah kesana, Nesa ada di kamarnya."

"Yang benar?" Mata Anarya membulat, wajahnya sumringah, binar bahagia nampak jelas diwajah pemilik lesung pipit itu. Ia lepaskan tangannya dari pinggang Lasmi dan berlari ke kamar Nesa.

"Nesa." Anarya menghambur memeluk Nesa yang sedang membaca buku di kursi dekat meja belajar.

"Ayah ... Ayah sudah pulang? Nesa kangen Ayah." Nesa membalas pelukan ayahnya. Anarya menghujani banyak ciuman ke wajah mungil Nesa.

"Nesa kemana saja, ayah mencari Nesa kemana-mana tapi nggak ketemu."

"Nesa ke rumah Mbok Jum, Yah. Nesa belajar membuat kue disana."

"Nesa sudah bisa bikin kue, donk?"

"Iya, Yah. Tapi masih beberapa kue saja, itupun masih dibantu Mbok Jum." Wajah lucu Nesa memberengut.

"Semoga kamu seperti mamamu, Nak. Pandai membuat kue dan bisa mempunyai toko kue seperti eyangmu."

"Mama, Yah?"

Narya terkesiap. Ia terkejut dengan ucapannya sendiri. Mengapa ia sampai kelepasan bicara. 

"Ayah, sebenarnya mamanya Nesa siapa?"

Narya kebingungan, ia tak tahu bagaimana menjelaskan semua hal yang telah terjadi karena selama ini Nesa hanya tahu Lasmi adalah ibunya.

"Maksud Ayah, seperti ibu."

"Ibu tidak pandai membuat kue, Yah. Eyang itu siapa?"

"Nesa sudah makan?" Tanya Anarya mengalihkan pembicaraan.

"Ayah, jawab dulu. Mama Nesa siapa? Dan kenapa ibu selalu bilang Nesa anak haram?"

Deg!

Aarya terhenyak mendengar pertanyaan putri kecilnya.

"Kapan ibu bilang begitu?"

"Sering, setiap ibu memanggil Nesa atau saat ibu marah," jelas Nesa datar.

"Astaghfirullah ...." Anarya memeluk gadis kecilnya dengan rasa sesal.

Hati Anarya terasa dicabik-cabik saat mengetahui putri kesayangannya dipanggil anak haram, apalagi oleh wanita yang ia harapkan bisa menjadi ibu yang baik untuk Nesa. Giginya gemerutuk menahan amarah, emosi mulai bergejolak dalam dada.

"Nesa tidur dulu, ya. Jangan dipikirkan ucapan ibu," ucap Anarya seraya mengecup dahi putrinya. 

Dihantarkan bidadari kecilnya ke alam mimpi malam itu dengan sebuah cerita tentang peri penyayang. Setelah dilihat Nesa tertidur lelap, ia segera melangkah keluar menuju kamarnya.

"Sudah puas dengan anakmu?" tanya Lasmi ketika melihat Anarya masuk ke kamar.

Anarya tak menjawab, dia memilih duduk di tepi ranjang. Ada sesuatu yang ia tahan di hatinya. Nafas berat berkali-kali ia hela.

"Sepertinya kamu tak bisa jadi ibu yang baik bagi anakku," ucap Anarya masih dengan posisi membelakangi Lasmi.

"Apa maksudmu?" Lasmi bangkit dari tempatnya bersandar, kemudian duduk di samping suaminya. Ia pandangi lelaki itu dengan penuh tanda tanya.

"Jika kamu tidak bisa menyayangi Nesa, lebih baik kita berpisah," tutur Anarya masih tanpa melihat wajah Lasmi yang penuh kecurigaan.

"Apa maksudmu?" Kali ini Lasmi kehilangan kesabaran. Nada bicaranya tinggi, dengan kasar ia membalik badan suaminya dan mengguncang bahu Anarya.

Deg!

Lasmi terkejut karena melihat netra yang penuh amarah. Baru kali ini Lasmi mendapati pandangan suaminya seperti itu, pandangan begitu menghujam ke dalam sanubari. Lasmi merasa ada sesuatu yang terjadi. 

'Apakah Nesa mengatakan perlakuannya selama ini ke ayahnya? Bisa gawat kalau sampai Mas Narya tahu.' Lasmi sibuk dengan pikirannya, ia berharap apa yang ia perkirakan salah.

"Kenapa kamu panggil Nesa anak haram?" tanya Anarya yang semakin membuat Lasmi pucat pasi.

"Jawab!" bentak Anarya seraya mendorong tubuh Lasmi.

"Mas ...."

"Selama ini aku percaya kamu bisa jadi ibu yang baik untuknya, tapi ternyata selama ini kau sakiti dia dengan hinaan!"

"Maafkan aku, Mas." Lasmi segera menghambur ke kaki Anarya. Airmatanya tak terbendung lagi.

"Berapa lama kamu hina anakku?"

"Aku saat itu hanya kelepasan ngomong, Mas. Saat itu aku lagi capek dengan kerjaan rumah, tapi Nesa malah membuatku jengkel. Jadi, aku nggak ada maksud menghina, Mas."

"Bohong! Kamu selama ini memanggilnya anak haram, bukan Nesa."

"Karena aku benci dengan nama itu!" Kali ini Lasmi berdiri dan berteriak di hadapan suaminya.

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Lasmi. 

"Kamu tak punya perasaan, Mas. Kamu siksa aku secara batin. Aku yang selama ini mendampingimu, tapi hatimu masih ke wanita yang sudah mati itu!"

Wajah Anarya berubah, emosi yang memuncak seolah lemah disusupi rasa bersalah. Bagaimanapun juga sikapnya selama ini telah menyakiti hati Lasmi. Ia usap wajahnya dengan kesal, selalu saja ia lemah.

"Mas, aku menikah denganmu karena keinginan orang tua kita. Aku tak merebutmu dari Daneesa. Tapi kalau perlakuanmu ke aku seperti itu, apa itu sikap suami yang baik?" Lasmi masih berusaha membuat Anarya merasa bersalah atas sikapnya barusan.

"Aku tidak suka kamu memanggil Nesa dengan anak haram. Tolong jangan ulangi lagi. Aku harap kamu paham itu."

"Iya, Mas. Aku paham. Maafkan aku, ya. Aku akan berusaha menjadi ibu yang baik untuk Nesa," ucap Lasmi seraya memeluk suaminya yang sedari tadi berdiri membelakangi.

Ya, lagi-lagi Anarya lemah. Sama lemahnya saat Bu Bramantyo memaksa dia untuk menikahi wanita yang kini sedang memeluknya dari belakang.

"Lepaskan. Aku butuh waktu untuk menenangkan diri. Malam ini aku tidur dengan Nesa."

Dengan terpaksa Lasmi melepas pelukannya. Senyum puas mengembang dari bibir. Paling tidak sampai saat ini dia masih bisa mengendalikan suaminya.

****

"Ma, bisa nggak mama kasih tahu alamat orang tua Daneesa," pinta Lasmi pada mama mertuanya dalam telepon.

"Buat apa, sayang?"

"Aku mau menemui saudara kembar Daneesa, Ma. Kata Mas Narya, ia mengancam akan mengambil Nesa. Sepertinya ini waktu yang tepat untuk menyingkirkan anak haram itu dari hidup Lasmi, Ma."

"Kita akan kesana bareng, Mama akan urus semuanya."

"Yang benar, Ma?"

"Iya. Kamu atur saja waktunya kapan."

"Oke, siap Mama sayang. Mama memang mertua yang baik, deh. Nanti aku kabari lagi ya, Ma. Lasmi harus nyari alasan dulu biar Mas Narya nggak curiga kalau kita pergi."

"Iya, mama tunggu kabarnya."

"Oke, Ma."

Setelah menutup telepon, Lasmi mulai berpikir apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Rasa benci terhadap Nesa semakin menjadi, bagi dia anak itu adalah bayang-bayang masa lalu Anarya, lelaki yang sangat ia cintai.

"Kali ini aku harus bisa menyingkirkan bocah itu jauh dari kehidupanku," gumam Lasmi diiringi dengan senyuman sinis.

Terpopuler

Comments

Tirai Berduri

Tirai Berduri

biarkan nesa pergi..dia berhak bahagia...aku lebih suks anarya menderita dasar lelaki boneka..gk punya pendirian😈😈

2020-12-10

2

Bund@ Putri

Bund@ Putri

laksmi haha bnget

2020-07-27

1

Sartika Ontel

Sartika Ontel

Semangat nulis y thor,cerita y bagus

2020-07-01

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!