Selama Suami Di Sisi nya

Begitu Jessy membuka pintu rumah, suara tajam langsung menyambutnya.

"Kemana saja kau? Sudah jam berapa ini?! Aku sudah lapar, dan makan siang belum juga dimasak!" suara Ella menggema di ruang tamu.

Jessy menelan ludah, menundukkan kepalanya sambil melepas sepatu. "Maaf, Ma, tadi keasyikan ngobrol dengan Chika. Aku akan segera masak."

Ella mendengus kesal. "Selalu saja alasan! Kau pikir rumah ini tempat kau keluar masuk sesuka hati?! Aku ini sudah tua, tak bisa menahan lapar terlalu lama!"

Jessy mengangguk patuh. "Ma, aku langsung ke dapur sekarang," ujarnya lembut, mencoba menahan perasaan yang mulai berkecamuk.

Tanpa menunggu jawaban, ia langsung berjalan menuju dapur dan mulai menyiapkan makan siang dengan cepat. Tangannya bergerak lincah, tapi pikirannya masih tertinggal di rumah Chika. Kata-kata sahabatnya kembali terngiang di benaknya. Kenapa kamu selalu menoleransi semuanya? Kamu itu bukan pembantu!

Namun, apa yang bisa ia lakukan? Untuk saat ini, ia hanya bisa bertahan.

Setelah 30 menit memasak, Jessy akhirnya selesai menyiapkan makan siang. Ia membawa piring-piring berisi lauk ke meja makan, di mana Ella sudah duduk menunggu dengan wajah masam.

Tanpa berkata apa-apa, Jessy meletakkan makanan di hadapan ibu mertuanya, lalu menarik kursi hendak duduk. Namun, belum sempat ia benar-benar duduk, suara tajam kembali menghentikannya.

"Kau ini bagaimana sih, Jessy? Baru dari luar, terus masak, sekarang mau makan dalam keadaan bau bawang seperti itu? Jijik sekali! Sana mandi dulu!" suara Ella penuh ketidaksabaran.

Jessy terdiam sesaat, meremas rok yang ia kenakan. Kenapa selalu ada saja yang salah di matanya?

Tanpa membantah, ia berdiri kembali dan mengangguk. "Baik, Ma," jawabnya pelan, lalu beranjak menuju kamar mandi.

Saat air mulai mengalir membasahi tubuhnya, Jessy menutup matanya sejenak. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha mengusir rasa sesak yang tiba-tiba menyergap dadanya.

Begitu Jessy sampai di kamar mandi, tangannya gemetar saat menutup pintu. Tanpa menunggu lebih lama, ia menyalakan keran, membiarkan air mengalir deras, menenggelamkan suara isak tangis yang selama ini ia tahan.

Air mata yang sejak tadi dipendam akhirnya jatuh tanpa bisa dibendung lagi. Dadanya naik turun, napasnya tersengal di tengah rasa sakit yang terus menghimpit.

Kenapa... Kenapa aku harus hidup seperti ini?

Tangannya menekan dadanya yang terasa sesak. Ia menggigit bibirnya, mencoba meredam suara tangisnya, tapi sia-sia. Air mata semakin deras, bercampur dengan air yang mengalir di wajahnya.

"Kenapa aku selalu salah di matanya...?" suaranya lirih, bergetar, seolah tercekik oleh kesedihan yang semakin menumpuk.

Ia menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi. Mata sembab, wajah pucat, bibir bergetar—ia hampir tidak mengenali dirinya sendiri.

"Dulu aku punya mimpi... Aku punya kebebasan... Aku punya harga diri... Sekarang? Aku bahkan tidak bisa makan dengan tenang di rumahku sendiri..."

Kakinya melemas, tubuhnya jatuh terduduk di lantai kamar mandi yang dingin. Ia mendekap tubuhnya sendiri, berusaha mencari kehangatan di tengah perasaan hampa yang semakin menelan dirinya.

"Aku lelah..." ucapnya hampir tanpa suara. "Aku ingin berhenti... Aku ingin pergi..."

Air masih terus mengalir dari keran, menciptakan suara gemuruh yang samar-samar menutupi tangisannya. Tapi di dalam hatinya, suara kesedihan dan keputusasaan itu justru semakin lantang.

Setelah tangisnya reda, Jessy berdiri dan mengusap wajahnya yang masih basah dengan telapak tangan. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum akhirnya melepas pakaian yang sudah basah karena air mata dan mandi.

Air hangat yang mengalir dari pancuran sedikit membantu meredakan ketegangan di tubuhnya, tapi tidak dengan hatinya. Hatinya masih terasa sesak. Namun, ia tidak punya pilihan lain selain menahannya. Seperti biasa.

Setelah selesai mandi, ia mengenakan pakaian santai sederhana. Hanya kaos longgar dan celana kain yang sudah lama. Ia memang jarang membeli pakaian baru. Baginya, uang dari Bram lebih baik ditabung daripada digunakan untuk sesuatu yang tidak terlalu penting seperti baju.

Dengan langkah lelah, ia berjalan menuju meja makan, berharap bisa mengisi perutnya yang sudah sejak tadi kosong. Namun, saat ia baru hendak menarik kursi, suara tajam menghentikannya.

"Kak Jessy, kamu ngapain di sini?" suara itu berasal dari adik iparnya, Molly, yang duduk di meja makan bersama seorang temannya.

Jessy menatap mereka sejenak. "Aku mau makan," jawabnya pelan, berusaha tetap sopan.

Namun, Molly malah mendengus sinis. "Makan di sini? Jangan bikin selera makan kami hilang, deh."

Jessy tertegun, tapi ia tidak langsung menanggapi. Perutnya sudah terlalu lapar, dan ia hanya ingin makan dengan tenang.

Teman Molly, seorang gadis muda berambut panjang dan berpakaian modis, ikut berbicara. "Siapa sih dia? Berani banget mau makan di sini?" tanyanya dengan nada mengejek.

Molly tertawa kecil. "Dia itu kakak iparku."

Mata temannya membesar sebelum akhirnya ia ikut tertawa keras. "Serius? Kakak iparmu? Astaga, kenapa kakakmu punya istri seperti ini? Dekil banget!"

Jessy merasakan hatinya mencelos mendengar hinaan itu. Tangannya mengepal di bawah meja, tapi ia tetap diam. Ia tidak akan membiarkan mereka melihat dirinya lemah.

Selama ini, ia sudah terbiasa diperlakukan seperti ini. Sejak ayah mertuanya meninggal setahun setelah pernikahannya dengan Bram, rumah ini berubah menjadi tempat yang dingin dan penuh tekanan. Ibu mertuanya semakin galak, adik iparnya semakin semena-mena, dan posisinya di rumah ini semakin tidak dianggap.

Terlebih lagi, ia dan Bram belum dikaruniai seorang anak. Itu membuatnya semakin dipandang rendah oleh keluarga suaminya.

Namun, meski semua orang memperlakukannya seperti ini, Jessy tetap bertahan.

Selama Bram masih menyayanginya, ia akan bertahan.

Selama Bram masih ada di sisinya, ia percaya semuanya hanya masalah waktu. Suatu hari, mereka pasti akan menerimanya kembali.

Bukankah begitu...?

"Kak Jessy, kenapa masih di sini? Sana pergi!" bentak Molly, adik iparnya yang melihat Jessy bengong sendiri di depannya.

Jessy menunduk, menahan sakit di hatinya. Ia mengepalkan tangan di balik tubuhnya, mencoba menelan hinaan itu seperti yang selalu ia lakukan.

Namun, saat matanya melirik ke meja makan, ia tersentak.

Piring-piring sudah kosong. Makanan yang tadi ia masak dengan susah payah telah habis.

Tidak tersisa untuknya.

Napasnya tercekat, tapi ia tidak ingin memperlihatkan kelemahannya di depan mereka. Tanpa berkata apa-apa, ia berbalik dan melangkah pergi.

Sesampainya di kamar, ia menutup pintu dan bersandar di belakangnya, menarik napas panjang untuk meredam emosinya.

Tangannya meraih ponsel di atas meja. Ia mengetik pesan untuk suaminya.

"Mas, kalau pulang nanti, bisa bawakan aku makan?"

Jessy menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk.

"Baik, sayang."

Itu saja balasan Bram. Singkat, tanpa pertanyaan lebih lanjut, tanpa menanyakan apakah ia baik-baik saja atau kenapa ia belum makan.

Jessy tersenyum tipis, senyum yang lebih mirip kepasrahan daripada kebahagiaan.

Setidaknya Bram masih peduli… meskipun hanya sebatas membawakan makanan.

Ia meletakkan ponselnya di samping bantal dan menarik napas dalam-dalam. Perutnya yang kosong mulai perih, tapi ia sudah terbiasa dengan rasa lapar. Yang lebih menyakitkan adalah perasaan diabaikan di rumah ini.

Dengan lelah, ia merebahkan diri di kasur, menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong.

Terpopuler

Comments

Akbar Razaq

Akbar Razaq

harusnya kau bs membela dirimu jess kau bukan bayi yg lemah tak berdaya.apalagi otakmu cukup cerdas.

2025-03-06

0

Ayu Septiani

Ayu Septiani

kamu terlalu bodoh jessy.... lawan mereka yang tidak menghargai kerja kerasmu

2025-03-03

1

Kamiem sag

Kamiem sag

ayolah Des sadar
ayo kita mulai aktion kukawani pun ngurus perceraian kita cari pengcara

2025-03-05

0

lihat semua
Episodes
1 Pengabdian Yang Tak di Hargai
2 Kebebasan dengan Syarat
3 Selama Suami Di Sisi nya
4 Kedatangan Fina
5 Mulai Hancur Perlahan
6 Ketidakpedulian Bram, Kepanikan Chika
7 Jessy Keracunan
8 Jessy Cuma Numpang
9 Chika Emosi Jessy Bimbang
10 Pertengkaran Jessy dan Bram
11 Omelan Di Pagi Hari
12 Bram Mandul
13 Pengkhianatan Bram
14 Aku Tidak Akan Menunggu
15 Jessy Menantu Di Kediaman Ini
16 Keputusan Akhir Jessy
17 Jessy Kecelakaan
18 Kesempatan Kedua
19 Jessy Tak Peduli
20 Ya Aku Serius
21 Jason Si Pria Dingin
22 Kepercayaan Diri Bram
23 18 keatas....
24 Langkah Awal Pembalasan
25 Aku Menantu
26 Minta Maaf
27 Sindiran Di Pagi Hari
28 Sudah Siap?
29 Menunggu Drama Datang
30 Membalas Teman Molly
31 Akhirnya Datang
32 Nikmati Duniamu Sebelum Runtuh
33 Cerita nya Sedikit Berubah
34 Bersiaplah
35 Benar-Benar Terjadi
36 Kepuasan Jessy
37 Petugas Medis Datang
38 Pergi Dari Rumah
39 Rindu Jessy Yang Ceria
40 Kebingungan Bram
41 Sarapan Bersama
42 Si Jack
43 Setebal Muka Jack
44 Semua Salah Jessy
45 Kemarahan Fina
46 Kompor
47 Hanya Padamu
48 Mengantar Jessy
49 Beneran Gila
50 Sejak Kapan
51 Tulang Punggung Bisnis
52 Termakan Omongan
53 Hamil
54 Kemana Sih
55 Gak Rela
56 Bos Gila
57 Asal Ngomong
58 Hari Yang Ditunggu
59 Hari Ketika...
60 Kecemasan Bram
61 Siapa
62 Bertemu
63 Amarah
64 Tamparan
65 Bercerai
66 Palsu
67 Diusir
68 Gempar
69 Tidak Layak
70 Terungkap
71 Penuh Luka
72 Penyitaan
73 Ambruk
74 Pesta Kecil
75 Perhatian Kecil
76 Pria Tua
77 Liburan
78 Makna Tersembunyi
79 Buka Hatimu
80 Sarapan
81 Terpisah
82 Manis
83 Suka
84 Mulai Goyah
85 Terbangun
86 Saling Menyalahkan
87 Ingin Lagi
88 Sedikit Lagi
89 Lamaran
90 Gembel
Episodes

Updated 90 Episodes

1
Pengabdian Yang Tak di Hargai
2
Kebebasan dengan Syarat
3
Selama Suami Di Sisi nya
4
Kedatangan Fina
5
Mulai Hancur Perlahan
6
Ketidakpedulian Bram, Kepanikan Chika
7
Jessy Keracunan
8
Jessy Cuma Numpang
9
Chika Emosi Jessy Bimbang
10
Pertengkaran Jessy dan Bram
11
Omelan Di Pagi Hari
12
Bram Mandul
13
Pengkhianatan Bram
14
Aku Tidak Akan Menunggu
15
Jessy Menantu Di Kediaman Ini
16
Keputusan Akhir Jessy
17
Jessy Kecelakaan
18
Kesempatan Kedua
19
Jessy Tak Peduli
20
Ya Aku Serius
21
Jason Si Pria Dingin
22
Kepercayaan Diri Bram
23
18 keatas....
24
Langkah Awal Pembalasan
25
Aku Menantu
26
Minta Maaf
27
Sindiran Di Pagi Hari
28
Sudah Siap?
29
Menunggu Drama Datang
30
Membalas Teman Molly
31
Akhirnya Datang
32
Nikmati Duniamu Sebelum Runtuh
33
Cerita nya Sedikit Berubah
34
Bersiaplah
35
Benar-Benar Terjadi
36
Kepuasan Jessy
37
Petugas Medis Datang
38
Pergi Dari Rumah
39
Rindu Jessy Yang Ceria
40
Kebingungan Bram
41
Sarapan Bersama
42
Si Jack
43
Setebal Muka Jack
44
Semua Salah Jessy
45
Kemarahan Fina
46
Kompor
47
Hanya Padamu
48
Mengantar Jessy
49
Beneran Gila
50
Sejak Kapan
51
Tulang Punggung Bisnis
52
Termakan Omongan
53
Hamil
54
Kemana Sih
55
Gak Rela
56
Bos Gila
57
Asal Ngomong
58
Hari Yang Ditunggu
59
Hari Ketika...
60
Kecemasan Bram
61
Siapa
62
Bertemu
63
Amarah
64
Tamparan
65
Bercerai
66
Palsu
67
Diusir
68
Gempar
69
Tidak Layak
70
Terungkap
71
Penuh Luka
72
Penyitaan
73
Ambruk
74
Pesta Kecil
75
Perhatian Kecil
76
Pria Tua
77
Liburan
78
Makna Tersembunyi
79
Buka Hatimu
80
Sarapan
81
Terpisah
82
Manis
83
Suka
84
Mulai Goyah
85
Terbangun
86
Saling Menyalahkan
87
Ingin Lagi
88
Sedikit Lagi
89
Lamaran
90
Gembel

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!