Kebebasan dengan Syarat

Pagi itu, seperti biasa, Jessy sibuk dengan aktivitas rumah tangganya. Ia sudah terbiasa bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan. Dapur dipenuhi aroma masakan yang lezat. Ia dengan cekatan menyiapkan sarapan, memastikan semuanya tersaji dengan rapi di meja makan sebelum akhirnya beralih ke pekerjaan rumah lainnya.

Setelah memastikan rumah dalam keadaan bersih dan rapi, ia kembali ke kamar untuk mempersiapkan suaminya yang hampir selesai berpakaian.

Saat melihat dasi Bram sedikit miring, Jessy tanpa berpikir panjang langsung mendekat dan merapikannya dengan lembut.

"Sayang, aku nanti mau pergi ke rumah Chika, boleh kan?" tanyanya sambil tersenyum penuh harap.

Bram, yang sedang merapikan jam tangannya, hanya melirik sekilas sebelum mengangguk.

"Boleh. Gak apa-apa, tapi bereskan rumah dulu. Nanti Mama ngomel," jawabnya tanpa benar-benar memperhatikan istrinya.

Jessy mengangguk, sudah bisa menebak jawaban itu. Bram memang selalu mengizinkannya, tapi tetap dengan syarat—dan biasanya syarat itu berkaitan dengan ibunya, Ella.

Setelah mengantar Bram keluar rumah dan memastikan ia berangkat ke kantor, Jessy kembali sibuk mengerjakan pekerjaan rumah. Ia menyapu, mengepel, mencuci piring, merapikan kamar, hingga mencuci pakaian. Semua ia lakukan tanpa keluhan, meski tubuhnya lelah.

Setelah semua pekerjaan rumah beres, Jessy akhirnya bisa mengganti pakaiannya menjadi lebih santai. Ia mengenakan blus putih sederhana dan celana panjang yang nyaman. Rambutnya dikuncir kuda, tampak segar dan rapi. Ia tersenyum kecil di depan cermin, senang karena akhirnya bisa keluar rumah setelah sekian lama hanya berkutat dengan pekerjaan rumah tangga.

Namun, saat ia melangkah ke ruang tamu, suara tegas ibu mertuanya membuat langkahnya terhenti.

"Kau mau ke mana?" suara Ella terdengar tajam, penuh interogasi.

Jessy berbalik dan menatap ibu mertuanya dengan sopan. "Mau ke rumah Chika, Ma."

Ella menyipitkan mata, seperti sedang menilai apakah menantunya berkata jujur atau tidak. "Apakah rumah sudah dibersihkan?" tanyanya tanpa basa-basi.

Jessy mengangguk cepat. "Sudah, Ma. Ini juga baru selesai dan mau pergi. Tadi pagi sudah minta izin ke Mas Bram."

Ella menghela napas, lalu melipat tangannya di depan dada. "Baiklah, tapi jangan sampai sore. Makan siang tak ada yang memasak."

Jessy mengepalkan tangannya di balik tubuhnya, mencoba menahan perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya.

"Baik, Ma," jawabnya pelan, sebelum akhirnya melangkah keluar rumah.

Setelah itu, ia segera keluar rumah sebelum ada alasan lain yang bisa membuatnya tertahan lebih lama.

Baru saja beberapa menit lalu ia merasa senang karena akhirnya bisa keluar, tapi satu kalimat dari ibu mertuanya langsung membuatnya merasa bersalah. Seolah ia tak berhak menikmati waktu untuk dirinya sendiri.

Namun, ia menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran itu. Hari ini aku akan menikmati waktuku, walaupun hanya sebentar.

Dengan langkah cepat, ia pun berjalan menuju rumah sahabatnya, Chika, tempat di mana ia bisa menjadi dirinya sendiri.

Saat Jessy tiba di rumah Chika, sahabatnya, perasaan lega mulai menyelimuti hatinya. Rumah Chika kecil namun hangat, sangat berbeda dari rumah besar tempat Jessy tinggal yang dingin dan penuh tekanan.

Chika tersenyum lebar saat melihat sahabatnya. "Jessy! Akhirnya kamu bisa keluar juga! Aku kira kamu bakal dibatalkan lagi sama ibu mertua galakmu itu."

Jessy tertawa kecil, meski ada kesedihan di balik tawanya. "Nyaris. Aku hampir ditahan, tapi untungnya aku sudah beresin semuanya."

Chika menggeleng-geleng sambil menghela napas. "Aku masih heran, kenapa kamu masih bisa bertahan di rumah itu?"

Jessy hanya tersenyum tipis. "Sudahlah, aku sudah terbiasa."

Chika memegang tangan Jessy, menatapnya penuh perhatian. "Terbiasa bukan berarti harus bertahan dalam keadaan yang menyakitkan, Jessy. Kamu itu punya banyak kemampuan, kamu bisa hidup lebih baik kalau kamu mau."

Jessy mengalihkan pandangannya. Ia tahu Chika benar, tapi untuk saat ini, ia hanya bisa bertahan.

"Ayo kita ngobrol di dalam. Aku sudah buatkan teh favoritmu," ajak Chika, mencoba mencerahkan suasana.

Jessy mengangguk dan mengikuti sahabatnya masuk ke dalam rumah, menikmati momen langka di mana ia bisa merasa dihargai dan bebas, meski hanya untuk beberapa jam.

Saat duduk di ruang tamu rumah Chika, Jessy merasa lebih rileks. Ia menyandarkan tubuhnya di sofa sambil menikmati secangkir teh hangat yang disajikan sahabatnya.

Chika duduk di sampingnya, menatapnya dengan serius. "Jessy, sampai kapan kamu terus mentolerir semua perlakuan keluarga suamimu? Aku tahu kamu sabar, tapi bukankah kesabaran juga ada batasnya?"

Jessy tersenyum tipis. "Aku baik-baik saja, Chika."

Chika mendengus. "Baik-baik saja apanya? Aku tahu bagaimana keadaanmu. Kamu bekerja dari pagi sampai malam, tidak pernah benar-benar punya waktu untuk diri sendiri. Kamu bahkan harus meminta izin hanya untuk sekadar keluar sebentar. Itu bukan kehidupan yang seharusnya kamu jalani, Jess."

Jessy menunduk, memainkan ujung cangkirnya. Ia tahu Chika benar, tapi ia juga tahu tidak semudah itu mengubah keadaan.

Chika menghela napas sebelum melanjutkan, "Kapan kamu akan kembali bekerja? Banyak klien yang menunggu jasamu. Kamu berbakat, Jessy. Jangan sia-siakan itu."

Jessy terdiam sesaat sebelum menjawab pelan, "Tunggu beberapa tahun lagi, ya, Chika. Aku masih berusaha."

Chika menatapnya penuh rasa tidak percaya. "Beberapa tahun lagi? Jessy, kamu bisa mulai sekarang! Kamu tidak harus terjebak dalam peran ini seumur hidupmu."

Jessy menggeleng pelan. "Aku belum siap. Aku masih mencoba menyeimbangkan semuanya."

Chika menghela napas panjang. Ia ingin membantah, tapi ia tahu sahabatnya butuh waktu. "Baiklah, tapi janji, suatu hari nanti kamu harus kembali pada dirimu yang dulu."

Jessy tersenyum kecil. "Aku janji."

Setelah berbicara selama beberapa jam, Jessy akhirnya melirik jam di dinding dan menyadari bahwa waktu sudah berlalu begitu cepat. Ia menghela napas pelan, enggan beranjak dari tempat yang membuatnya merasa nyaman, tapi ia tahu ia harus pulang sebelum Ella mulai mengomel.

"Aku harus pulang, Chika," ujar Jessy sambil meletakkan cangkir teh kosong di meja.

Chika menatapnya dengan khawatir. "Baru sebentar rasanya. Kamu yakin nggak mau tinggal lebih lama?"

Jessy tersenyum kecil. "Aku ingin, tapi kalau aku pulang terlambat, nanti Mama mertua akan marah lagi."

Chika mendecak kesal. "Kenapa sih kamu selalu takut dimarahi? Jess, kamu itu menantu, bukan pembantu."

Jessy hanya tersenyum, memilih tidak membalas. Ia sudah terlalu lelah untuk membahas hal itu lagi.

Chika mendekat dan menggenggam tangan Jessy erat. "Kapan pun kamu butuh tempat untuk lari sebentar dari semua tekanan itu, kamu tahu aku selalu ada buat kamu, kan?"

Jessy mengangguk, matanya sedikit berkaca-kaca. "Terima kasih, Chika. Aku bersyukur punya sahabat sepertimu."

Setelah berpamitan, Jessy pun melangkah keluar rumah Chika. Udara sore yang sejuk menyambutnya, tapi hatinya terasa sedikit berat. Ia tahu begitu sampai di rumah, ia harus kembali menjalani rutinitas yang sama—menjadi istri yang patuh dan menantu yang selalu tunduk.

Namun, di dalam hatinya, kata-kata Chika terus terngiang. Terbiasa bukan berarti harus bertahan.

Mungkin, suatu hari nanti, ia akan punya keberanian untuk mengubah hidupnya.

Terpopuler

Comments

MifadiruMzn

MifadiruMzn

kok ada ya mertua kek gini/Smug/

2025-03-30

0

kriwil

kriwil

5thn jadi babu gratisan kok betah 🤣

2025-03-29

0

Akbar Razaq

Akbar Razaq

Kenapa Jess enakan jd babu mertuamu

2025-03-06

0

lihat semua
Episodes
1 Pengabdian Yang Tak di Hargai
2 Kebebasan dengan Syarat
3 Selama Suami Di Sisi nya
4 Kedatangan Fina
5 Mulai Hancur Perlahan
6 Ketidakpedulian Bram, Kepanikan Chika
7 Jessy Keracunan
8 Jessy Cuma Numpang
9 Chika Emosi Jessy Bimbang
10 Pertengkaran Jessy dan Bram
11 Omelan Di Pagi Hari
12 Bram Mandul
13 Pengkhianatan Bram
14 Aku Tidak Akan Menunggu
15 Jessy Menantu Di Kediaman Ini
16 Keputusan Akhir Jessy
17 Jessy Kecelakaan
18 Kesempatan Kedua
19 Jessy Tak Peduli
20 Ya Aku Serius
21 Jason Si Pria Dingin
22 Kepercayaan Diri Bram
23 18 keatas....
24 Langkah Awal Pembalasan
25 Aku Menantu
26 Minta Maaf
27 Sindiran Di Pagi Hari
28 Sudah Siap?
29 Menunggu Drama Datang
30 Membalas Teman Molly
31 Akhirnya Datang
32 Nikmati Duniamu Sebelum Runtuh
33 Cerita nya Sedikit Berubah
34 Bersiaplah
35 Benar-Benar Terjadi
36 Kepuasan Jessy
37 Petugas Medis Datang
38 Pergi Dari Rumah
39 Rindu Jessy Yang Ceria
40 Kebingungan Bram
41 Sarapan Bersama
42 Si Jack
43 Setebal Muka Jack
44 Semua Salah Jessy
45 Kemarahan Fina
46 Kompor
47 Hanya Padamu
48 Mengantar Jessy
49 Beneran Gila
50 Sejak Kapan
51 Tulang Punggung Bisnis
52 Termakan Omongan
53 Hamil
54 Kemana Sih
55 Gak Rela
56 Bos Gila
57 Asal Ngomong
58 Hari Yang Ditunggu
59 Hari Ketika...
60 Kecemasan Bram
61 Siapa
62 Bertemu
63 Amarah
64 Tamparan
65 Bercerai
66 Palsu
67 Diusir
68 Gempar
69 Tidak Layak
70 Terungkap
71 Penuh Luka
72 Penyitaan
73 Ambruk
74 Pesta Kecil
75 Perhatian Kecil
76 Pria Tua
77 Liburan
78 Makna Tersembunyi
79 Buka Hatimu
80 Sarapan
81 Terpisah
82 Manis
83 Suka
84 Mulai Goyah
85 Terbangun
86 Saling Menyalahkan
87 Ingin Lagi
88 Sedikit Lagi
89 Lamaran
90 Gembel
Episodes

Updated 90 Episodes

1
Pengabdian Yang Tak di Hargai
2
Kebebasan dengan Syarat
3
Selama Suami Di Sisi nya
4
Kedatangan Fina
5
Mulai Hancur Perlahan
6
Ketidakpedulian Bram, Kepanikan Chika
7
Jessy Keracunan
8
Jessy Cuma Numpang
9
Chika Emosi Jessy Bimbang
10
Pertengkaran Jessy dan Bram
11
Omelan Di Pagi Hari
12
Bram Mandul
13
Pengkhianatan Bram
14
Aku Tidak Akan Menunggu
15
Jessy Menantu Di Kediaman Ini
16
Keputusan Akhir Jessy
17
Jessy Kecelakaan
18
Kesempatan Kedua
19
Jessy Tak Peduli
20
Ya Aku Serius
21
Jason Si Pria Dingin
22
Kepercayaan Diri Bram
23
18 keatas....
24
Langkah Awal Pembalasan
25
Aku Menantu
26
Minta Maaf
27
Sindiran Di Pagi Hari
28
Sudah Siap?
29
Menunggu Drama Datang
30
Membalas Teman Molly
31
Akhirnya Datang
32
Nikmati Duniamu Sebelum Runtuh
33
Cerita nya Sedikit Berubah
34
Bersiaplah
35
Benar-Benar Terjadi
36
Kepuasan Jessy
37
Petugas Medis Datang
38
Pergi Dari Rumah
39
Rindu Jessy Yang Ceria
40
Kebingungan Bram
41
Sarapan Bersama
42
Si Jack
43
Setebal Muka Jack
44
Semua Salah Jessy
45
Kemarahan Fina
46
Kompor
47
Hanya Padamu
48
Mengantar Jessy
49
Beneran Gila
50
Sejak Kapan
51
Tulang Punggung Bisnis
52
Termakan Omongan
53
Hamil
54
Kemana Sih
55
Gak Rela
56
Bos Gila
57
Asal Ngomong
58
Hari Yang Ditunggu
59
Hari Ketika...
60
Kecemasan Bram
61
Siapa
62
Bertemu
63
Amarah
64
Tamparan
65
Bercerai
66
Palsu
67
Diusir
68
Gempar
69
Tidak Layak
70
Terungkap
71
Penuh Luka
72
Penyitaan
73
Ambruk
74
Pesta Kecil
75
Perhatian Kecil
76
Pria Tua
77
Liburan
78
Makna Tersembunyi
79
Buka Hatimu
80
Sarapan
81
Terpisah
82
Manis
83
Suka
84
Mulai Goyah
85
Terbangun
86
Saling Menyalahkan
87
Ingin Lagi
88
Sedikit Lagi
89
Lamaran
90
Gembel

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!