Jalanan begitu macet namun kami masih bisa menerobos di celah-celah yang kami lihat. Hiruk pikuk suara klakson begitu riuh saut menyaut. Antrian kendaraan begitu panjang menunggu petugas parkir memberikan karcis parkirnya. Di sini begitu pengap di kepung oleh asap-asap kendaraan. Badan Raisa condong ke depan saat aku mengeram motorku. Kesempatan emas untuk memainkan rem.
Suara dentuman drum terdengar dari sini. Lampu-lampu sorot terlihat hingga sampai ke awan di langit. Sekelompok anak muda beriringan untuk masuk ke dalam lokasi festival musik. Langkah mereka begitu cepat tidak sabar untuk menyaksikan band selanjutnya.
Aku memarkirkan motor dan meminta Raisa untuk menunggu di depan parkiran. Dengan cepat aku merapikan rambut yang tadinya rusak karena memakai helm. Rambut sudah kelihatan klimis lagi. Aku pergi menghampiri Raisa.
"Bro, lo dimana? Kami di tempat masuknya nih. Cepetan yah."
Aku mematikan layar handphone dan dengan cepat menarik tangan Raisa.
Tangannya menyambut mesra tarikanku. Ia menambah erat pegangan tangannya di genggamanku. Rambutnya bergoyang ke kiri dan ke kanan ketika ku tambah kecepatan jalanku. Aku mengedarkan pengihatanku di tengah kerumunan orang yang ingin menikmati konser. Di sana tampak sebuah tangan melambai ke arah kami. Lambaian tangannya menarik perhatianku. Rere meneriaki namaku dari sana.
Tidak tahu kenapa tanganku segera melepaskan genggamannya ketika melihat raut wajah Rere. Garis senyumnya melemaskan tanganku untuk terus menggenggam tangan Raisa. Zaki begitu tegap dan gagah di samping Rere. Dede terlihat sederhana namun tampan dengan kaos dan celana jeansnya. terkesan casual seperti gayaku sekarang. Vena masih terlihat dingin seperti biasanya, namun ia begitu cocok memakai tas satu tali yang ia pakai. Rere kelihatan riang melihat kehadiranku. Ia tampak memperbaiki letak kacamatanya yang sedikit bersentuhan dengan alis tebalnya.
Matanya bergerak ke kanan melihat Raisa. Matanya sedikit menyipit namun masih memertahankan senyumannya walaupun terkesan terpaksa.
"Aku join ga apa-apa kan?" Raisa menyapa semuanya.
Semuanya terdiam sejenak. Dede melihat Raisa dengan seksama. Aku tau yang ia pikirkan. Pandanganku mematahkan pandangannya ke Raisa. Dede tersenyum kecil.
"Ga apa-apa." Zaki, Dede, dan Vena menjawab serentak.
Aku membeli satu karcis untuk Raisa di loker yang ada di dekat pintu masuk. Tempat itu kecil hanya bisa di masuki satu orang. Aku bisa melihat wajah penjaga loker dari balik kaca. Di bawah kaca itu ada satu lobang tempat penjaga loker memberikan karcisnya. Tangannya terjulur sedikit. Tangannya berwarna sawo matang hingga perbedaan warna telapak tangan dan telungkup tangannya begitu jelas terlihat.
Kami memasuki pintu masuk festival. Petugas pintu merobek separuh karcis yang kami serahkan lalu ia membuangnya di kardus kotak itu. kami di persilahkan masuk olehnya. Pintu rendah sepinggang terbuka untuk kami.
Panggung festival begitu megah dengan lampu sorot di kiri kanannya. Lambu warna-warni menghiasi bagian bawah panggung. Petugas lighting mengarahkan sorotannya ke pembawa acara yang berjumlah dua orang. Satu set band sudah disiapkan diatas sana. Satu buah drum, dua buah gitar, dan satu buah bass seperti menyambut setiap personil band yang akan tampil.
Kerumunan orang berkumpul di bawah panggung. Mereka kelihatan tenang tidak seperti penonton konser musik pada umumnya. Mereka tidak sabar menantikan penampilan selanjutnya. Tanganku bersentuhan dengan tangan Raisa. Sentuhan itu membuatku memandang wajahnya yang sedang senang. Ia begitu antusias melihat suasana yang sepertinya sangat asing baginya. Aku bisa memandang matanya yang berkilau melihat lampu-lampu di panggung. Hidungnya terlihat mancung jika dilihat dari sini.
Zaki menyenggol bahuku.
"Lo pintar nyari kesempatan. Hal yang bagus kalau lo ngajak dia kesini." Ia sedikit berbisik ke telingaku.
Aku masih menahan senyumku. Terlihat Rere di samping Zaki sedang sibuk memeriksan handphonenya.
"Betul juga. sebenarnya Raisa yang minta ikut," balasku dengan berbisik.
"Good, itu kode yang bagus dari dia," bisiknya lalu memandang ke langit gelap. Lampu sorot memancar berbentuk bulatan-bulatan cahaya di atas sana.
"Penampilannya ga band rock semua kan?" Aku mengalihkan topik pembicaraan. Aku menaikkan sedikit volume suaraku.
"Namanya festival musik. Semua genre lagu bisa tampil di sini, " jawabnya.
Ia mendekatkan wajahnya ke telingaku.
"Kalau lagunya melow dikit. Bawa dia jalan-jalan sebentar. It's perfect time for you"
Aku mengguk mengerti. Kedua sudut bibirku terangkat membentuk garis senyum. Kedua hidungku mengembang tidak sabar menunggu momen itu. kami memadukan perhatian kami ke panggung di saat pembawa acara menyambut para personel band menaiki panggung.
Hentakan kaki mereka diatas panggung menambah gemuruh penonton yang antusias. Lambaian tangannya menghipnotis puluhan pasang mata. Di tangan sang vokalis ada sebuah gitar akustik yang begitu elegan dengan warna coklatnya. Terlihat dari bentuk dan mereknya, gitar itu adalah gitar yang mahal. Aku tau banyak tentang gitar, abangku suka memainkannya.
"Liat siapa yang di atas panggung!" Raisa melirik kepadaku. Aku masih terfokus ke gitar yang di sandang oleh sang vokalis.
"Keren, maksudnya gitarnya yang keren." Aku mengangguk kecil.
"Bukan itu maksudku, coba kamu liat baik-baik siapa dia." Ia mencubit bahuku.
Mataku melihat dengan baik-baik siapa yang sedang di atas panggung. Aku kembali menggali ingatanku untuk menebak siapa yang ada diatas panggung itu. Samar-samar aku mengingat bahwa ia begitu familiar di ingatanku. Ada kumis tipis menjalar diatas bibirnya. Tahi lalat menempel di hidungnya yang mancung.
"Itukan bang Panji." Rere berlari sedikit untuk melihat sosok yang di atas panggung.
Zaki berjalan perlahan mendekati Rere, begitu juga Vena, aku, dan Raisa. Zaki menarik tangannya yang tadi dimasukkan ke dalam sakunya. Matanya melirik tajam pria bergitar di atas panggung itu. Keningnya sedikit mengerut begitu juga bibirnya yang tipis.
"Iya benar, itu bang Panji. Itu juga temen-temennya dari kelas dua belas IPS lima," kata Vena.
Aku mengangguk kecil menyadari bahwa mereka adalah kakak kelas kami, Panji dan kawan-kawannya. Rere begitu senang melihat mereka tampil di atas, terlihat jelas dari lesung pipit yang tampak di pipinya. Dirinya bertepuk tangan saat suara gitar akustik milik Panji terdengar. Ia menarik tangan Zaki untuk mendekati panggung.
Ada sedikit rasa yang terpaku di dalam diriku saat melihat tangan Rere menarik tangan Zaki. Entah apa nama rasa yang sedang aku rasakan. Seperti ada yang mengganjal di hatiku.
Alunan melodi gitar Panji begitu masuk di hati para penonton. Aransemen lagu yang padu begitu harmoni ketika masuk ke telinga. Begitu lembut dan indah hingga penonton melambaikan tangannya ke kiri dan ke kanan, tidak terkecuali Rere. Lambaian tangannya begitu harmonis saat rambutnya mengikuti gerak tangannya.
Di sampingnya, Zaki hanya menikmati musik dengan tangan di saku. Seperti biasa, ia selalu memasang gaya kerennya. Anggukan dede selaras dengan tempo musik yang sedang dimainkan. Sesekali ia mengatakan sepatah kata kepada Vena yang ada disampingnya.
Suara Panji begitu bagusa didengar. Sama bagusnya saat ia tampil di sekolah. Band miliknya tersohor di sekolah kami. Tidak heran ia memiliki penggemar yang banyak di sekolah. Terutama murid cewek yang selalu ada di barisan pertama penonton saat Panji menampilkan penampilan band-nya di sekolah.
Entah kekuatan apa yang mendekatkan tangan Raisa denga tanganku. Jemarinya memasuki sela-sela jariku. Dingin tangannya merasuki pori-pori tanganku. Saraf di tanganku memang fokus kepada genggaman Raisa, namun pikiranku tertuju ke sebuah gandengan tanga yang tertangkap oleh sorot mataku. Aku semakin mempererat genggamanku saat Rere semakin menggandeng tangan Zaki.
Tepuk tangan yang meriah mengiringi akhir dari lagu yang dinyanyikan. Raisa melepaskan genggamannya untuk bertepuk tangan. Aku mengepal tanganku dan mencoba merasakan yang tadi aku rasakan, seakan tangan Raisa masih ada di genggamanku. Aku masih bisa merasakan kelembutan itu. sorot-sorot lampu mengikuti langkah Panji menuruni panggung.
"Ngga, kita jalan-jalan dulu yuk. Cari angin di sana," pinta Raisa. Aku bisa melihat baying-bayang wajahku di matanya yang indah.
"Ayuk, kita ke mana?" tanyaku.
"Ke mana aja yang kita mau." Raisa menarik tanganku.
Aku masih sempat melihat Rere yang begitu dekat dengan Zaki. Garis tawanya begitu khas terpancar. Tidak lama kemudian, bibirku mengikuti garis tawanya. Namun pandanganku hilang saat Raisa menarik tanganku.
Kami pergi ke lapangan rumput yang tidak begitu luas. Lampu-lampu menerangi sepanjang tepi lapangan rumput. Di tengah lapangn itu terletak dua buah gawang bola yang dapat dipindah-pindahkan. Mataku tertuju ke ujung lapangan yang tertanam pohon-pohon besar tinggi menjulang. Di sana tidak begitu gelap, masih ada beberapa lampu yang meneranginya. Aku menoleh ke belakang, lampu-lampu festival musik terlihat menerangi riuhan penonton di bawah panggung. Dentuman drum dan indahnya bunyi gitar menghiasi di sela-sela kesunyian di tepi lapangan ini.
Aku dan Raisa duduk beralaskan celana yang sedang kami pakai pakai. Walaupun tadi pagi tadi kota di guyur hujan, namun rumput disini tidak terasa basah. Air yang membasahi rumput mungkin sudah menguap dan menjadi gumpalan-gumpalan awan di langit siang. Sekawanan kunang-kunang terbang dengan riangnya di tengah lapangan. Raisa menunjuk seekor kunang-kunang yang keluar dari kawanannya.
"Kunang-kunang." Matanya mengikuti setiap pergerakan kunang-kunang itu. Jarinya menunjuk ke kerumunan kunang-kunang yang sedang menari di udara.
"Kamu mau aku ambilin?" Aku menatap matanya yang tengah di hipnotis oleh cahaya kuning kunang-kunang.
"Emang bisa?" Ia heran mendengar perkataanku.
"Ya bisa lah." Aku mengambil botol minum yang ia pegang.
Aku membuka baju kaos guna menangkap sekumpulan kunang-kunang yang sedang terbang. Kaki ku melangkah perlahan tak berbunyi, takut kunang-kunang itu akan meninggalkan kawanannya. Jumlah mereka cukup banyak. Mungkin aku akan bisa menangkap setidaknya satu ekor. Aku membuka lebar-lebar kaos agar bisa menangkap mereka semua. Aku mengayunkan tangan ke depan dan menyapu mereka semua dengan kaos yang kubuka.
Tatap kami saling bersentuhan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments