9

"Bro gua dapat nomornya si Raisa ni." Pesan singkatku kepada Zaki.

Aku menunggu beberapa menit. Suara handphoneku menandakan sebuah balasan pesan telah masuk. Aku segera mengeceknya.

"SMS aja dulu. Basa-basi kek. Gimana kek." Ia membalas SMS-ku.

"Oke bro. salam jones."

Aku membiarkan tubuhku terbaring di atas kasur. Membayangkan bagaimana reaksi Raisa nanti. Aku mengumpulkan segenap nyali untuk menggerakkan jari mengetik sesuatu di handphone.

Jariku bergetar saat mengetik sesuatu di handphoneku. Aku mencari-cari nama yang berawalan R. Nama itu terlihat jelas di layar handphone. Jariku menekan tombol "kirim" dan segera mencampakkan handphone itu di atas kasur. Aku berbaring menutup telingaku agar tidak mendengar dering hape yang bertanda ada balasan dari Raisa.

"Raisa...," ketikku di SMS.

Sepuluh menit menunggu balasan yang kuharapkan belum datang juga. Aku pergi ke meja makan untuk mengambil donat yang baru saja di belikan oleh abangku tadi. Mereka sudah duduk dari tadi dan menunggu ibuku mengambilkan masakan yang baru saja di masaknya. Sepertinya menu makan malam pada malam ini sungguh melezatkan. Tercium jelas olehku kelezatan masakan ibuku di dapur. Aku menggigit seperempat dari donat yang baru aku ambil di meja makan tadi. Badanku mendudukkan dirinya di atas kasur sambil menikmati setiap gigitan donat rasa coklat ini.

Handphoneku berbunyi......

Layarnya hidup dan memperlihatkan balasan dari sesorang. Ini pasti Zaki yang membalas SMS ku. Aku mendekatkan mataku untuk memastikan siapa yang membalas SMS ku barusan.

"Raisa...." Aku menjatuhkan donat dan segera melihat isi pesannya.

"Rangga?"

"Iya ini aku Rangga. Mastiin kalau nomor tadi beneran nomor kamu." Aku membalas SMS dari Raisa.

"Ragu amat kamu Ngga. Ga mungkin kan aku ngasih nomor orang lain."

"So, lagi ngapain sekarang?" Aku lagi mencoba sedikit membaasa-basi. Memang pertayaan umum bagi remaja yang sedang pendekatan.

"Lagi ngapain yaaa. Hmmmm lagi SMS-an sama seseorang. Heheheh." Balasannya membuatku kege'eran. Aku malah meloncat-loncat di atas tempat tidur ini.

"Yaaa pasti banyak cowok yang nge-sms kamu. Siapa yang ga kenal sama Raisa di sekolah. Hehehe." Aku membalas SMS yang baru saja aku dapatkan.

"Ga kok. Yang lagi nge-SMS aku numa satu kok."

Njirr....

Hatiku berbunga-bunga saat ia mengirim balasan SMS-nya. Balasan sms-nya membuatku semakin meloncat-loncat kegirangan di atas kasur. Sampai-sampai donat yang aku jatuhkan di kasur terhimpit oleh badanku yang kegirangan.

Aku tidak sempat memakan habis donat itu karena sudah penyet terhimpit. Diriku masih tidak bisa mengontrol diri. Aku masih saja kegirangan tak jelas. SMS Raisa belum juga aku balas.

"Rangga, balas dong." Ia mengirim lagi pesannya. Aku dengan secepat tenaga membalas SMS Raisa tadi.

"Sorry tadi ke kamar mandi bentar." 99% cowok pasti sedikit berbohong ditanya begini.

Sudah satu jam kira-kira kami mengobrol, walaupun itu hanya dalam bentuk SMS. Namun, itu sudah membuatku senang setengah mati. Nafasku beradu cepat dengan waktu saat menunggu balasan SMS darinya. Rasaku sudah cukup lama aku tidak SMS-an dengan wanita seperti ini. Pernah sih, itupun sama Rere. Aku sudah biasa menghubungi Rere di kala bosan melanda. Kadang ia membuat rasa bosanku menjadi hilang.

"Rangga, PDKT-an sama siapa lo? Asyik banget nampaknya," kata abang ku di sofa. Aku duduk di bawah menonton tv sambil menikmati makan malam. Aku sengaja makan dengan sendok agar bisa membalas pesan dari Raisa.

"Sama cewek la," kataku sambil menyuapkan nasi ke mulut.

"Yaa gua tau. Ga mungkin lo PDKT sama cowok. Ga normal tau. Tapi ga tau juga kalau elo yaaa ...." Ia tertawa mengatai aku homo. Aku tersedak sesaat.

"Ga mungkin lahhh. Gila aja gua kaya gitu," kataku.

Kami sudah terbiasa bergua-elo. Karena itu membuat kami semakin akrab. Abangku orang yang baik, tidak pelit, kadang sering membuatku kesal juga. Ia sering jahil kepadaku. Kadang aku membalas menjahili dia. Ujung-ujungnya berkelahi. Ia pandai mendamaikan suasana di saat kami lagi berkelahi. Kadang ia membelikan aku martabak dan makan bersama di depan tv. Martabak itu bagaikan penghilang rasa kesal yang ada di hatiku kepadanya. akhirnya kami kembali bercanda ria bersama.

"Hehehehe Jadi namanya siapa?" Ia mengganti channel tv. Aku kembali merebut remot ditangannya dan mengganti kembali channel tv yang aku sukai.

"Raisa. Anak cheers. Cantik, bohay, putih, mulus, dan baik." Aku kembali menyuapkan nasi ke mulut.

"Gila lu, selera lu sama kaya gua. Ga ada bedanya lu ya. Gimana kesehariannya di sekolah?" Ia kembali bertanya.

"Yaaa dia cewek paling elit di sekolah. Siapa yang ga kenal dia di sekolah. Yang parahnya lagi, dia pake mobil. Nah gua cuma pake motor butut hasil permakan elo." Aku tertawa kecil.

"Cinta ga mandang motor. Tau ga lo, Rani cewek gua, rumahnya dua kali lebih gede dari rumah kita. Dia cewek eksis juga di sekolah dulu. Tapi dia bisa lengket kan sama gua. Sampai kami mau nikah tahun depan. Motor yang elu pakai sekarang itu tuh, udah ngebawa calon kakak ipar lo keliling kota ini. Abang engga gengsi sedikit pun," kata abangku panjang lebar.

"Trus gimana dengan lele? Bukannya elo deketin dia," tambahnya. Ia memang cadel, sulit menyebutkan huruf R.

"Rere bang. Bukan Lele," kataku sambil tertawa. Aku pergi ke dapur untuk mencuci piringku.

"Iyaaa...kan gua cadel." Ia tertawa juga.

"Rere itu temen gua. Cuman kami akrab banget. Jadi kami kelihatan deket. Bukannya gua yang mau ngedeketin dia," kataku.

Abangku mungkin orang ke-sejuta yang menyebutkan aku mendekati Rere. Entah kenapa kesan aku di mata orang lain sebagai orang yang ingit mendekati Rere.

"Gini, kalau lo serius sama Raisa. Lo kejar aja dia. Kalau ada niat pasti dapat. Tampang elo lumayan kaya gua. Cewek mana yang ga lengket sama elo. Hati cewek itu bukan jalanan tol, masa harus mobil yang boleh lewat. Terus berusaha." Ia menepuk pundakku.

Aku mengangguk mengerti akan perkataan abang aku barusan.

"Nah itu baru adik gua." Ia kembali menepuk pundakku.

Aku melihat matanya yang penuh semangat menyemangati aku.

"Nah itu baru abang gua juga." Aku mengapresiasi motivasinya.

Aku senang mempunyai abang sepertinya. Ia selalu menyemangatiku di semua hal. Abang yang selalu menjadi inspirasiku. Aku kembali ke kamar dan merebahkan diri ke ke kasur. Mata yang sudah mengantuk rasanya tidak bisa di tawar lagi. Namun, obrolanku dengan Raisa masih saja hangat seperti pertama kali aku mengirim pesan kepadanya.

"Good night Raisa," ketikku untuk mengakhiri obrolan malam ini.

"Good night too Rangga." Hatiku melayang ke langit saat melihat isi pesan yang baru saja berdering di handphoneku.

Aku biarkan sejenak diriku untuk kembali tenang setelah melihat isi pesan tadi. Aku berharap ini sebagai permulaan yang bagus untuk hubunganku dengan Raisa dan berharap bisa lebih bagus lagi. Aku meletakkan handphone di atas meja belajar dan kembali ke tempat tidur.

Aku membaca doa sebelum tidur dan menutupkan mata bersama kesenangan yang tadi sempat menghampiriku.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!