Nama itu kembali terngiang di telingaku saat salah satu temannya memanggil namanya di bawah sana. Mataku memerhatikannya dari atas sini. Gerak senyum dalam larinya itu memancarkan kecantikan yang membuatku cukup bergeming.
Semilir angin membawa gema suara itu ke atas. Hanya sebuah nama, namun hatiku tergerak untuk mengikuti arahnya. Aku rasa aku sudah terhipnotis semenjak diriku berjabat tangan dengannya, mendengar namanya untuk pertama kali.
Zaki juga memerhatikan wanita itu. Minuman yang ia beli di kantin tadi perlahan-lahan habis di minum. Matanya yang sipit sedikit memicing saat memandang Raisa dari kejauhan. Ada sesuatu yang dipikirkannya.
"Jadi itu yang namanya Raisa?" Zaki kembali meminum minumannya.
"Iya," kataku sambil mengangguk.
"Cantik, Sembilan puluh nilainya kayanya." Ia terbiasa memberikan nilai kepada kecantikan cewek. Ia lebih ahli daripada aku.
"Mantap!"
"Kapten anak Cheers SMA kita. Anak XI IPA 2. Yang bakalan jadi saingan lo buat dapetin dia adalah kapten basket, Rio."
Mendengar nama itu telingaku sudah terasa panas. Cowok sombong yang gayanya sok-sok'an itu selalu menjadi bahan bicara di kalangan anak cewek.
Tapi aku percaya. Aku tidak akan kalah dari Rio. Dia unggul dari kegantengan yang ia miliki, tapi aku unggul di semangat dan dukungan teman-temanku. Aku yakin Zaki bisa membantuku untuk mendekati Raisa. Permata langka di SMA ini.
Kecemasan itu tiba-tiba buyar saat Rere terlihat olehku di bawah sana. Selalu bersama Vena yang terus menjaganya. Mereka kelihatan duduk dengan nyamannya di kantin sambil menikmati makanan yang telah di pesan. Tawa mereka bergitu hangat seperti kehangatan yang selalu timbul di Base Camp tempat Anak Pondok Belakang selalu berkumpul bersama.
Anak itu berganti kacamata lagi ...
Sudah tak terasa sudah cukup lama aku dan Zaki diatas sini. Sebaiknya kami turun dan masuk ke kelas masing-masing. Bel tanda istirahat telah berakhir baru saja berbunyi lima menit yang lalu. Bel yang selalu mengganggu suasana tenang dan senang setiap murid. Kami melangkahkan kaki ke pintu turun. Sudah saatnya kami menunggu bel pulang berbunyi dan membawa keceriaan itu kembali.
Satu-persatu anak tangga kami turuni. Menurut mitos di sekolah, anak tangga yang ke tiga belas selalu membawa kesialan. Menurutku itu hanyalah sebuah tahayul saja, hanya orang bodoh yang mempercayai itu. Aku malahan sering menginjak-injak anak tangga yang ke tiga belas itu untuk membuktikan mitos itu benar. Buktinya tidak ada kesialan yang terjadi. Paling tidak kena marah sama guru karena terlambat masuk ke kelas.
"Duluan yahhh," kataku sambil menepuk bahu Zaki dan berlari.
Langkahku terhenti oleh kehadiran Rio dan kawan-kawannya di koridor sekolah. Tempat yang selalu menjadi tongkrongan anak-anak sombong itu. Mereka tampak tertawa. Entah apa yang sedang mereka tertawakan. Aku memilih memutari gedung tempat kelasnya berada dari pada lewat di tempat mereka. Bukannya aku pengecut, cuma aku tidak ingin lewat di depan mereka.
Aku berlari sebisaku sambil berharap guru belum datang mendahuluiku ke kelas.
"Oh tidak!" Aku melihat Buk Ratih sudah keluar dari majelis guru.
Lariku bertambah kencang seiring langkah Buk Ratih yang semakin dekat ke kelas. Aku sesekali melihat ke arahnya demi memastikan ia tak boleh mendahuluiku untuk masuk ke kelas.
Keringat bercucuran di keningku karena sehabis berlari tadi. Di hadapanku terlihat suasana khas kelas yang selalu ribut.
Aku menganggkat daguku yang tadi sempat tertunduk. Terlihat disana tempat duduk yang selalu menemaniku sepanjang hari di sekolah. Tempat duduk yang selalu menjadi tempat nyaman disaat jam-jam bosan di kelas. mereka sedang asyik berkumpul di sana. Ada yang berguling di lantai, ada yang sedang duduk di kursiku.
Yaa kebiasaan anak laki-laki jika guru tidak ada di kelas. Kadang salah satu dari mereka mengeluarkan lelucon-lelucon yang ampuh mengocok perkumpulan anak laki-laki disana.
"keringetan banget lo ngga?" sahut Aria di dekat papan tulis.
"yaa lari biar ga telambat." Aku menggaruk kepala.
"kan udah aku bilang tadi, guru ada pertemuan di mushollah. Jadi kita ga belajar. Gimana sih. Hehehe ...," kata Aria sambil tertawa.
Mendengar kalimatnya, aku langsung menepuk dahi ini. "Oh iyaaaa ... aku lupa."
"Goblok dipelihara Rangga." Ia kelihatan menggelengkan kepalanya.
Inikah kutukan anak tangga ke tiga belas?
Hahaha aku tidak percaya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
ayyona
bolehlah pedenya rangga kegantengan vs semangat + dukungan teman 😁
2021-01-17
0
maura shi
jd rangga sukanya ama siapa sih ama rere/raisa???
2020-06-25
0
Kautsar syifa
Semangat buat nulis nya kk
2020-03-13
0