Chaca memeluk erat Aqila dalam gendongannya usai Adelia mengancamnya, dan telah meninggalkan kamarnya. “Tidak boleh ada yang memisahkan kita, Nak. Walau itu dari keluarga papamu. Kita harus segera bersiap-siap ... pergi dari sini,” gumam Chaca dengan matanya yang mulai basah.
Usai menarik napas dalam-dalam, Chaca dengan mengendong putrinya bergegas keluar dari kamar untuk mencari Bik Rahma di dapur atau di paviliun tempat di mana para maid tinggal.
Dengan mata awasnya, Chaca berharap tidak bertemu dengan mertuanya mau pun kakak iparnya itu. Ia sudah malas untuk berinteraksi dengan mereka, setelah tahu maksud dibalik menahan anaknya.
“Mbak Tiwi, lihat Bik Rahma?” tanya Chaca saat langkahnya tiba di dapur kering.
Tiwi yang sedang memotong beberapa buah mendongak. “Bik Rahma kayaknya ada di depan deh,” balasnya.
“Oh, makasih ya Mbak Tiwi” jawab Chaca langsung meluncur ke depan lobi mansion tanpa banyak basa basi.
Namun, saat mau ke arah ruang utama dari kejauhan ia melihat sosok Wira sedang berbicara dengan asisten pribadinya. Lantas, Chaca memilih melangkah mundur sebelum kakak iparnya melihatnya, dan memilih lewat pintu ke belakang.
Tapi, sepertinya dugaan Chaca salah, justru Wira telah melihat walau tidak tampak di mata Chaca.
“Ingat perintah saya, Dzaki. Kerahkan pengamanan, lebih diperketat di sini. Jangan sampai wanita itu keluar dari gerbang mansion dengan membawa anaknya,” perintah Wira dengan tegasnya.
“Siap Tuan, segera saya laksanakan.”
“Satu lagi tolong sampaikan pada staf di rumah sakit, kalau beberapa hari ini saya tidak terima pasien dulu, alihkan pasien pada dokter lainnya,” lanjut kata Wira sembari menatap ke arah koridor di mana Chaca telah menghilang dari pandangannya.
“Baik Tuan, kalau begitu saya undur diri untuk koordinasi di depan,” pamit Dzaki.
“Mmm.” Wira mengangguk.
Sepeninggalnya asisten pribadinya, tak lama munculnya Adelia dengan raut wajahnya yang kecewa.
“Mas Wira.” Adelia memanggil dengan lembutnya, lalu ia merangkul mesra lengan suaminya.
Wira menatapnya dengan tatapan heran. “Ada apa, Del?” tanya Wira sembari bersama-sama melangkah menuju sofa yang ada di ruang utama.
Adelia menarik napas dalam-dalam. “Aku tadi menemui Chaca, mengajaknya bicara. Dan dia begitu sombong ... menolak tawaran kita, Mas. Udah tahu orang gak punya tapi sok-sok'an tidak tergiur dengan uang satu milyar,” gerutunya sembari menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa panjang bersama suaminya.
Kening Wira mengernyit, lantas ia mengurai rangkulan tangan istrinya. “Jadi dia menolaknya?” tanya Wira agak kecewa.
Adelia mengangguk, lalu menyandarkan kepalanya ke bahu suaminya. “Malah dia sok-sok’an ceramahi aku, Mas. Seolah-olah Mas akan berpaling dariku, sudah jelas-jelas Mas sangat mencintaiku, dan setia selama ini," lanjut kata Adelia terdengar manja.
Wira tersenyum getir seraya tangannya mengusap lembut tangan istrinya yang berpangku di pahanya.
“Mas, sungguh aku takut, kalau Chaca tidak mau terima tawaran kita. Aku amat takut jika nanti akhirnya Mama dan Papa meminta kamu menikah dengan wanita lain, aku tak sanggup Mas,” keluh Adelia dengan suaranya begitu lirih.
“Adel, aku selama ini sudah minta pada kedua orang tuaku agar bisa menerima kekuranganmu. Aku pun juga sudah menerima kalau kamu tidak bisa memberikan aku anak,” ujar Wira begitu pelan dan amat dalam.
“Tapi persoalannya bukan begitu juga, Mas. Benar kata kedua orang tua Mas, kalau keluarga Brawijaya memang membutuhkan penerus untuk kelak meneruskan perusahaan farmasi dan rumah sakit. Sementara sekarang Mas Azzer telah tiada, tinggal Mas satu-satunya yang bisa memberikan penerus. Maafkan aku ya Mas, jika belum bisa menjadi istri yang sempurna buat Mas."
“Memang amat berat bagiku jika nanti melihat Mas menikah lagi, tapi ini demi masa depan kita juga. Dan, hanya Chaca wanita yang aku setujui karena aku tahu Mas tidak akan jatuh cinta dengan adik ipar Mas sendiri. Dan, tolong ingat persyaratan yang pernah aku ajukan padamu, Mas,” lanjut kata Adelia sembari menarik kepalanya dari bahu suaminya.
Sebenarnya jika menjadi Adelia posisinya amat dilema. Hasil akhir pemeriksaan kesehatannya dinyatakan Adelia mengalami stenosis ser'viks adalah keadaan dimana ser'viks terlalu tertutup atau sangat rapat, sehingga benih dari suami memiliki kesulitan untuk dapat berenang menuju uterus dan saluran telur untuk bertemu dengan sel telur. Dengan demikian, pembuahan agak sulit. Walau Adelia sudah mencoba dengan cara inseminasi dan program bayi tabung, hasilnya selalu gagal.
Wira mendesah pelan, lalu menatap lurus ke arah luar mansion melihat kondisi dari jendela besar. Di sana tampak sosok Chaca yang mengendong Aqila sedang berjalan santai dengan Bik Rahma.
Mulut mungkin saja bisa berkata tidak pa-pa jika tidak punya anak, tapi hati orang mana ada yang tahu.
“Kita tunggu jawaban Chaca besok pagi. Kamu jangan langsung berasumsi kalau Chaca menolaknya. Mau bagaimanapun saat ini Aqila adalah salah satu penerus keluarga Brawijaya, cucu satu-satunya yang tak mungkin bisa dibawa begitu saja dari sini,” tegas Wira tanpa memutuskan pandangan matanya pada wanita yang sebenarnya sangat cantik dibalik penampilan yang sederhana. Andaikan saja ada stylish mengubah penampilan Chaca, bisa dipastikan akan banyak pria yang terpesona dengan wanita itu. Apakah termasuk Wira yang akan turut terpesona?
***
Hari mulai menjelang sore, Aqila sudah duduk manis di atas stroller. Chaca sejak tadi berusaha menguatkan diri untuk menjalankan aksinya setelah sempat berunding dengan bibinya.
Tas bayi yang berisikan uang dan barang-barang penting sudah ia selipkan di dalam stroller, sedangkan koper ia telah menitipkan pada Bik Rahma.
“Bismillah, semoga dimudahkan aku keluar dari sini,” gumam Chaca pelan. Lalu ia mengambil mangkok yang berisi makanan putrinya dan botol minum.
“Yuk, sudah waktunya anak Mama makan,” ujar Chaca dengan raut wajahnya yang begitu tenang, lalu perlahan-lahan ia mendorong stroller anaknya meninggalkan dapur kering.
“Cucu Nenek, makan yang banyak ya. Biar cepat besar,” sahut Bik Rahma dari kejauhan dengan sorot matanya yang tampak khawatir sekaligus cemas.
“Iya Nek, Aqila pasti akan cepat besar kok,” balas Aqila dengan mengulum senyum tipisnya pada bibinya.
Perlahan-lahan Chaca melangkah melewati koridor menuju ruang utama, tidak ada satu pun keluarga suaminya di sana, hanya beberapa maid yang sedang bekerja.
Chaca menyapa mereka dengan ramah seperti biasanya sampai langkahnya pun keluar dari mansion menuju gerbang mansion. Jantung wanita itu mulai berdegup cepat, hatinya mulai memanjatkan doa agar diberikan kemudahan.
“Tuan Wira, saya mau melapor Mbak Chaca sedang berjalan menuju gerbang, tapi tidak membawa apa pun, hanya stoller, dan bersama Nona Aqila,” lapor Tio—security mansion melalui line teleponnya.
Wira menyeringai sinis. “Tahan dia di sana, jangan bukakan gerbang sampai saya tiba di sana!”
“Baik, Tuan!”
Wira menutup teleponnya. “Baiklah Chaca, kalau ini yang kamu mau,” gumam Wira dengan sinisnya, lalu bergerak meninggalkan ruang kerja.
Bersambung ... ✍️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Kimo Miko
mana ada seorang laki2 tergiur sama wanita jelek. gak ads kamus adel. karena chaca cantik makanya wira mau menikahi chaca dengan alasan keturunan. hati2 adel entar wira menggok beneran loh..
2025-03-01
0
ir
mau dangan Chaha atau wanita lain apa bedanya sih Del, kalo sampe Wira jatuh cinta sama Chaha jangn playing victim nyaa tapi ga mungkin sih, ntar juga koar² di media bilang Chaha pelakor
2025-02-23
0
Firanty Ranty
aaaah... Wira tuch sbnrnya juga menginginkan Chaca hanya saja terhalang oleh status adik ipar tp skrng dh lain cerita adik iparnya dah jdi janda tak kan lah Wira mau melepaskan Chaca
2025-05-07
0