Tubuh bagian atas Heru dibalut dengan perban namun tetap saja darah masih menembus perban tersebut.
Petugas medis memberikan beberapa obat untu Heru minum agar kondisinya membaik.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Ronald.
"Apa kalian tidak membayangi Ardy?" tanya Renold.
"Kami memang sangat jarang mengikuti Tuan Muda. Dia tidak seperti Tuan Muda Alfa yang mau dikawal. Tuan Muda Ardy sangat sulit di bayangi. Dengan kemampuan mengemudinya dia sangat sering lolos dari pengamatan. " jawab Heru.
"Kalian tapi tidak boleh seperti itu. Kalau Tuan Muda kembali terluka mungkin nyawa kalian sebagai penebusnya." ucap Renold mengingatkan.
Masih jelas di ingatannya ketika Alfa menghilang, Tuan Besar Surya hampir mengamuk untung saja Cucunya berhasil menenangkannya.
"Baiklah, lain kali aku akan lebih waspada. Dan untuk kalian kalau juniorku kenapa-napa kalian harus tanggung jawab." ucap Heru.
Renold dan Ronald meninggalkan Heru di kamarnya untuk istirahat, namun hingga larut malam Heru belum juga bisa tidur.
Luka‐lukanya masih terasa begitu perih.
Namun ternyata rasa kantuk bisa mengalahkan rasa sakitnya. Heru kini bisa tertidur walau sesekali terbangun.
Pagi harinya, di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.
Ardy sudah sadar dan dipindahkan ke Ruang VVIP.
Alfa dan Lisa menemaninya karena Tuan Besar Surya belum datang.
"Dy, kenapa bisa kamu sampe kecelakaan?" tanya Alfa.
"Aku juga ngga tau, Kak. Yang jelas rem mobil blong, begitu aku lihat jembatan aku langsung terjun bebas aja, tapi anehnya mobil aku meledak." jawab Ardy
"Kami sangat cemas lho, kami takut kamu sampai tewas," ucap Alfa.
"Pa, istirahatlah, Papa juga kan belum sembuh." ucap Lisa mengingatkan.
"Nanti saja." jawab Alfa.
Ardy terlihat memikirkan sesuatu dan kini ia menatap kakaknya dengan tatapan bingung.
"Emm,,, kak, apa para pengawalku dihukum sama Ayah?" tanya Ardy.
Alfa menghembuskan nafas perlahan lalu terlihat seperti berpikir keras.
"Begini Ardy, Pengawal kamu memang pantas dianggap lalai, tapi apa setiap harinya kamu bebas berkeliaran tanpa pengawalan?" tanya Alfa. Ardy mengangguk.
"Pasti Ayah memberi hukuman ke pengawal kamu." ucap Alfa mantab.
"Kak, aku pinjam ponsel dan headset." pinta Ardy.
Alfa memberikan ponselnya dan memasangkan headsetnya ke telinga Ardy.
"Aku mau telpon Heru." ucap Ardy lagi.
Terlihat Alf mengotak atik ponselnya.
Panggilan tersambung dan terdengar suara Heru dari headset.
"Hallo, Tuan Muda? " ucap Heru dalam panggilan tersebut.
"Heru, ini aku." ucap Ardy.
"Tuan Muda Ardy? Anda sudah sadar?" ucap Heru dengan suara gemetar.
"Iya, apa kalia baik-baik saja?" tanya Ardy penasaran.
"Iya, kami baik-baik saja." jawab Heru.
"Baiklah aku tunggu di sini ya, aku hanya butuh kamu sendiri." ucap Ardy. Ardy lalu memutuskan panggilan.
Alfa kembali mengambil ponsel dan headsetnya.
"Kak, nanti sore aku dibawa ke Jakarta?" tanya Ardy lemas.
"Iya, kenapa memang?"
"Tidak, Ayah sama kakak sekeluarga pulang dulu kan?" tanya Ardy.
"Iya, kami harus menyelesaikan beberapa hal jadi harus ke Jakarta secepatnya. Apalagi Sulung kan juga sedang sakit, Santoso juga tidak prima."
Ardy mengangguk mengerti penjelasan kakaknya.
"Arghhh," Ardy memegangi kepala bagian belakangnya yang sakit karena benturan kemarin.
Rupa-rupanya obat pereda nyeri yang dokter berikan sudah habis efeknya dan membuat Ardy merasa sakit di sekujur tubuhnya.
"Kamu jangan banyak bergerak ya." Alfa mengingatkan.
Dia begitu iba kepada adiknya. Wajah tampannya kini tak semulus dulu lagi karena goresan-goresan yang menghiasi wajahnya. Bahu sampai dadanya dibalut dengan perban begitu juga kepalanya.
"Kakak juga jangan memandangku seperti itu. Jangan memandangku seperti pria lemah yang menyedihkan."
Alfa terkekeh mendengar penuturan Ardy.
"Hei,, kakak itu bukan memandang kamu sebagai oria yang lemah, tapi apa nanti ada wanita yang mau? kamu kan belum laku tapi muka udah gitu." ledek Alfa.
Ardy mendengus kesal mendengar pernyataan dari Kakaknya.
"Nanti juga pasti dateng jodohku." jawab Ardy dengan ketus.
Kini bukan hanya Alfa yang tertawa tapi Lisa juga.
Namun Alfa segera menghentikan tawanya setelah merasa nyeri di perutnya.
Lisa menatap suaminya.
"Pasti sakit lagi." ucap Lisa.
Alfa mengangguk.
Lisa mengambil obat-obat Alfa dari dalam tasnya lalu duduk di depan Alfa yang juga sedang duduk di sofa.
"Papa kebiasaan." ucap Lisa dengan tatapan sebal.
Alfa yang tahu harus melakukan apa dengan sendiri membuka stelannya.
Ardy cukup terkejut melihat luka bakar Alfa yang di dada.
"Kakak sudah Satya Yudha?" tanya Ardy.
"Iya." jawab Alfa singkat.
Kini Alfa merileks kan tubuhnya dengan menyandar di sandaran sofa membiarkan istrinya melepaskan perban di perut dan dadanya.
"Emphh,," Alfa menahan suaranya agar tak menjerit.
"Papa semalem ngga dikasih obat ya?" Lisa menatap Alfa dengan tatapan tajam.
"Tidak, ma." jawab Alfa jujur. Tidak ada gunanya berbohong kepada Lisa karena itu malah membuat istrinya semakin marah.
Disisi lain, Heru juga sedang mengobati lukanya. Ronald membawa beberapa kapsul obat milik Tuan Besar Surya, yang beberapa hari lalu Alfa pakai, namun Heru berusaha untuk tidak menggunakan obat tersebut.
Heru masih mengingat ketika Alfa dipaksa menggunakan obat itu saat terluka dulu.
Alfa yang dikenal tahan banting dan tak pernah menangis, meraung-raung ketika Tuan Besar Surya menaburkan isi kapsul tersebut di kakinya yang terkoyak.
"Apa kamu tidak berani?" tanya Ronald.
Heru mengangguk.
"Hais,, biar kami yang membantumu." ucap Renold.
"Ti-tidak, biar aku melakukannya sendiri."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
🎯Pak Guru📝📶
LIKE karyamu Feedback ya
PENDEKAR TAK PERNAH KALAH👌
2020-09-23
1