LAGI LAGI BANDIT LAUT

Hari telah berganti. Malam yang kelam perlahan memudar, berganti dengan cahaya fajar yang malu-malu menyingkap tirai gelap langit timur. Sinar matahari belum sepenuhnya menampakkan diri, namun bayang-bayangnya mulai menari pelan di antara dedaunan dan jendela penginapan.

Di sebuah sudut restoran yang masih lengang, duduklah seorang gadis cantik dengan sorot mata tenang dan wajah teduh yang memancarkan kelembutan sekaligus ketegasan. Dia adalah Alana gadis yang namanya mulai menggema di kalangan para murid dan kultivator muda.

Pagi itu, Alana bangun lebih dulu saat yang lainnya masih terlelap dalam pelukan mimpi. Perutnya yang keroncongan membawanya turun lebih awal ke restoran, memilih meja paling pojok yang menghadap langsung ke arah matahari terbit. Ia ingin menyambut pagi dengan secangkir susu hangat dan sepiring roti, ditemani panorama langit yang perlahan mencair dari kelam menjadi jingga.

“Indah sekali... seperti lukisan yang hidup,” gumamnya dalam hati. Langit itu, dengan guratan warna-warna lembutnya, mengingatkan Alana bahwa setelah malam paling gelap, cahaya selalu datang membawa harapan.

Di kehidupan lamanya, pemandangan seperti ini hanya bisa dia nikmati jika mendaki ke puncak gunung atau berjalan jauh ke tepi pantai. Namun di dunia ini dunia baru yang lebih keras namun jujur dalam memperlihatkan siapa yang kuat dan siapa yang lemah keindahan seperti ini datang tanpa diminta, seolah menjadi hadiah kecil atas segala luka dan perjuangannya.

Namun, ketenangan pagi itu seketika hancur oleh suara keras dari arah pintu utama.

BRAK!

Pintu ditendang dengan kasar, membuat daun pintu terbuka lebar dan membentur dinding dengan suara menggema. Lima orang pemuda berbaju biru gelap masuk dengan langkah pongah. Aura mereka berat dan beracun, seperti asap dari api dendam yang lama membara.

Mereka langsung duduk di salah satu meja, membuat suasana yang semula tenang berubah tegang dalam sekejap. Pemilik restoran terlihat pucat pasi, dan beberapa pengunjung yang tadi sempat tertawa pelan kini memilih menundukkan kepala, seakan ingin menghilang dari pandangan.

Alana menghela napas panjang, mencoba menahan rasa kesalnya. Aura pembunuh mereka menyebar seperti kabut racun, menyesakkan udara. Meskipun mereka bukan kultivator tinggi, namun sifat sombong dan brutal yang mereka tunjukkan jelas menunjukkan bahwa mereka bukan orang-orang baik.

Salah satu dari mereka membentak kasar.

“Hei, pelayan! Bawakan kami makanan dan arak terbaik di sini! Cepat!”

Pelayan yang ada segera bergerak dengan gugup, tangannya sedikit gemetar saat menyusun makanan dan minuman. Tak ada yang berani menentang, karena semua tahu sedikit saja salah, nyawa bisa melayang.

“Lihat wajah-wajah bodoh itu! Takjub sekaligus ketakutan,” ucap salah satu dari mereka sambil tertawa terbahak-bahak. Yang lain ikut tertawa, suara mereka memecah keheningan pagi, seperti bunyi cemeti yang mencambuk kesabaran.

Tak lama, seorang pelayan wanita datang membawa nampan besar berisi pesanan mereka. Ia meletakkannya di atas meja dengan hati-hati, lalu buru-buru mundur sebelum sempat dibentak.

Para pemuda itu mulai makan dengan lahap dan kasar, seperti hewan buas yang baru keluar dari kandang. Namun, tawa mereka berhenti seketika saat salah satu dari mereka melihat sosok Alana yang masih duduk tenang di pojok ruangan, menikmati sarapannya sambil sesekali menyeruput susu hangat.

Tatapan mereka berubah. Salah satunya mengernyitkan dahi, memiringkan kepala seolah tak percaya akan kecantikan gadis yang tengah duduk sendiri itu.

“Lihat gadis itu... Astaga, dia cantik sekali,” bisiknya kepada yang lain sambil menunjuk ke arah Alana.

Keempat temannya langsung menoleh. Di sana, mereka melihat Alana dengan gaun biru muda yang jatuh anggun di tubuhnya. Warna itu memantulkan cahaya pagi, menyatu sempurna dengan kulitnya yang putih pucat laksana giok halus.

“Kau memang selalu jeli kalau urusan perempuan,” sahut salah satunya sambil menyeringai.

“Aku penasaran... seperti apa wajah cantiknya kalau sedang menangis ketakutan?” ujar yang lain dengan suara rendah dan keji. Ucapan itu membuat yang lain tertawa pelan tawa yang dingin dan penuh niat busuk.

Salah satu dari mereka bangkit dan mulai melangkah mendekati Alana. Suasana restoran makin mencekam. Para pengunjung tak berani bicara, hanya bisa mencuri pandang ke arah gadis yang kini menjadi pusat perhatian.

Namun Alana tak bergeming. DIa tahu seseorang mendekat, merasakan langkah kaki yang berat dan niat jahat yang terpatri dalam setiap hentakannya. Tapi dia tetap tenang, bahkan tak menoleh. Matanya tetap menatap keluar jendela, pada cahaya pagi yang perlahan menyinari dunia.

((“Tak semua kegelapan harus ditanggapi dengan kemarahan. Kadang, cukup dengan menjadi terang, kau bisa membakar segalanya.”))

"Hei, gadis cantik, sepertinya kau sedang kesepian," ucap pemuda itu sambil tersenyum miring.

Namun Alana tak menggubris. Pandangannya tetap menembus jendela, membiarkan cahaya matahari yang hangat membelai wajahnya yang anggun. Di balik matanya yang tajam, ada ketenangan yang tak mudah digoyahkan.

Pemilik penginapan yang sejak tadi memperhatikan situasi mulai merasa resah. Wajahnya pucat pasi, napasnya tersendat. Ia tahu betul reputasi buruk bandit-bandit itu;mereka dikenal sebagai pemburu gadis muda, tak segan bertindak keji demi memuaskan nafsu iblis dalam diri mereka.

Di tengah kecemasan yang menyesakkan, pemilik penginapan teringat bahwa Alana tidak datang seorang diri. DIa segera berlari menaiki tangga, tergesa-gesa menuju lantai atas, tempat rombongan Alana menginap. Langkahnya panik, jantungnya berdebar hebat.

Sesampainya di salah satu kamar, ia mengetuk pintu dengan keras, nyaris seperti menggedor.

Tok! Tok! Tok!

Pintu terbuka. Seorang gadis berambut panjang keluar dengan wajah terkejut dan mata setengah terbuka.

"Eh? Ada apa, Bibi? Kenapa menggedor kamar kami sepagi ini?" tanya Yuna dengan suara serak.

Yang lain pun turut keluar dari kamar mereka karena suara gaduh itu. Wajah-wajah mengantuk mereka berubah tegang melihat ekspresi panik pemilik penginapan.

"S-saya mohon maaf, nona dan tuan sekalian… tapi ini gawat! Salah satu teman kalian sedang diganggu oleh bandit-bandit laut! Jika kalian tidak turun tangan, saya tak bisa membayangkan nasib buruk apa yang akan menimpanya!" ujarnya terbata-bata.

Mendengar itu, mereka semua tersentak. Tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut, mereka segera turun ke lantai bawah.

Sementara itu, di ruang restoran, pemuda bandit yang tadi menghampiri Alana merasa tersinggung karena diabaikan. Amarahnya membuncah. Dengan kasar ia mengulurkan tangannya, berniat menarik lengan Alana.

Namun sebelum tangannya menyentuh kulit halus itu, kilatan hitam melesat cepat pedang milik Alana telah keluar dari cincinnya, dan dalam satu tebasan cepat, tangan pemuda itu melayang di udara.

"Jangan berani menyentuhku," ucap Alana dengan suara sedingin malam tanpa bulan.

Semua yang melihat kejadian itu terdiam, seolah dunia membeku sejenak.

Jeritan mengerikan menggema di seluruh ruangan.

"AAAARGH! Dasar gadis sialan!" teriaknya, meringis menahan sakit. Ia mencabut pedangnya, berniat membalas dendam.

Namun sebelum sempat maju, kepala bandit itu terpisah dari tubuhnya. Menggelinding di lantai yang kini berlumur darah.

Keempat temannya membatu di tempat. Mata mereka membelalak, tubuh mereka menggigil. Mereka tak menyangka gadis yang tampak tenang itu adalah pembawa maut berselubung anggun.

Pemilik penginapan dan rombongan Alana tiba di lantai bawah. Dengan terburu-buru, ia menunjuk ke arah tempat Alana duduk.

"Tadi... teman nona ada di sana...," ucapnya sambil menoleh. Kalimatnya terhenti seketika saat matanya menangkap pemandangan yang membuat darahnya beku.

Di sana, Alana berdiri anggun, namun tangannya menggenggam pedang berlumur darah. Di hadapannya, mayat pria tanpa kepala tergeletak dingin.

"Sepertinya... kita terlalu khawatir pada nona Alana," ucap King Yue lirih, nyaris berbisik.

"Iya... bagaimana mungkin para bandit bisa melukai Alana? Pemimpin klan saja tak berkutik di hadapannya," lanjut King Feng.

Mendengar itu, pemilik penginapan teringat sesuatu. Beberapa hari lalu, seorang temannya yang merupakan anggota klan King cabang dua, bercerita tentang seorang kultivator muda yang membunuh pemimpin klan dengan satu serangan. Saat itu dia tak menyangka bahwa 'orang hebat' itu ternyata adalah seorang gadis... bahkan belum genap enam belas tahun.

Alana menghela napas panjang. Niat hatinya hanya ingin menikmati pagi yang damai, tapi kini damainya direnggut oleh kekacauan yang menjijikkan.

"Cukup sudah... sepertinya sudah waktunya bandit-bandit laut ini musnah dari muka bumi," gumamnya pelan.

Aura pembunuh perlahan keluar dari tubuhnya. Dingin, tajam, dan menggigilkan tulang. Tekanan itu begitu kuat hingga membuat keempat bandit tersisa berlutut tanpa bisa melawan. Mereka tahu, ajal mereka telah datang. Dan mereka tak bisa berbuat apa pun selain pasrah.

Dalam sekejap, Alana menebaskan pedangnya. Satu, dua, tiga, empat semua kepala terpisah dari tubuhnya dengan gerakan yang anggun namun mematikan.

Darah membasahi lantai. Aroma amis memenuhi udara. Dan Alana hanya mendesah kesal.

"Sial… bajuku kotor karena mereka," keluhnya.

Tiba-tiba, sepasang tangan memeluknya dari belakang. Refleks, Alana membalikkan badan, bersiap menyerang. Namun saat matanya menangkap wajah si pemeluk, ia menghela napas dan menurunkan pedangnya.

"Jeje… kirain siapa tadi," ujarnya masih kesal.

"Maaf, adikku. Kau tak apa-apa? Mereka tidak melukaimu, kan?" tanya Yuna cemas, sambil memeriksa tangan Alana.

"Aku tak apa-apa, Jeje. Mereka takkan bisa menyentuhku," jawab Alana, suaranya tenang tapi tegas.

Yuna tersenyum bangga dan memeluknya erat. "Adik Jeje memang luar biasa."

Yang lain pun ikut menghampiri.

"Wah, Nona Alana memang hebat!" seru King Yue dengan semangat.

"Nona sungguh luar biasa," tambah King Feng.

Ketua Keempat menatap Alana penuh kekaguman. "Syukurlah Anda tidak apa-apa. Saya benar-benar khawatir."

Alana sedikit tersentuh. Ada kehangatan yang menyusup ke dalam hatinya. Setidaknya, kini ada orang-orang yang peduli padanya... selain ayah dan bibinya.

Di luar, cahaya pagi kini menembus celah jendela, menyinari ruang yang masih dipenuhi aroma kematian. Matahari perlahan merangkak naik, seolah menyaksikan lahirnya legenda baru—gadis muda dengan kekuatan dewa dan keberanian seorang ratu.

Langit tak lagi kelam, dan dunia mulai menyadari bahwa Alana… bukan sekadar gadis biasa.

“Saya tidak apa-apa, paman . Oh iya, apakah kalian lapar? Kalau iya, silakan pesan apa pun yang kalian mau, biar saya yang bayar,” ucap Alana sambil tersenyum manis semanis embun pagi yang menyapa pucuk dedaunan.

Ketiga pria yang duduk di hadapannya nyaris lupa cara bernapas. Senyum itu bukan hanya menawan, melainkan seperti cahaya fajar yang menyapu kegelapan hati mereka hangat, lembut, dan menenangkan.

Orang-orang di dalam penginapan itu pun terdiam. Hening menyelimuti ruangan. Mereka tak percaya bahwa gadis yang tadi mengayunkan pedangnya tanpa ragu, hingga kepala para bandit berguguran seperti dedaunan kering diterpa angin musim gugur, kini tampak begitu anggun. Seolah-olah sosok malaikat maut tadi telah menjelma menjadi dewi cahaya yang turun dari langit biru.

“Benarkah, Nona? Wah, kalau begitu aku akan makan sepuasnya!” seru King Yue dengan senyum sumringah khasnya, seperti anak kecil yang baru saja menemukan permen favoritnya.

Mereka pun memilih duduk di meja yang cukup jauh dari tempat pertempuran tadi. Jauh dari noda darah yang mungkin bisa merusak selera makan mereka. Sementara itu, pemilik penginapan dengan sigap menyuruh para pekerjanya membereskan kekacauan itu. Sebelum masuk ke ruang pribadinya, ia sempat berpesan kepada anak buahnya dengan nada serius, “Jangan pernah membuat masalah dengan gadis itu.” Mereka semua mengangguk penuh pemahaman.

Langkah kaki Alana hendak mengikuti yang lain, namun langkahnya terhenti ketika terdengar suara memanggilnya dari belakang.

“Nona Alana…”

Ia menoleh. Tatapannya tajam namun tenang. Bagai danau yang tenang di permukaan, namun menyimpan pusaran kuat di kedalamannya. King Xian, pemuda yang memanggilnya, segera menunduk, tak berani menatap langsung sepasang mata yang seolah mampu menelanjangi jiwa itu.

“Maaf, Nona… Saya hanya ingin meminta maaf atas kejadian di perpustakaan klan beberapa bulan lalu. Saat itu saya begitu naif… dan malah menyerang Anda,” ucap King Xian tulus, suaranya seperti bisikan angin di antara dahan pohon.

Alana terdiam sejenak, lalu bibirnya melengkung membentuk senyum tipis yang menenangkan.

“Tak apa. Bukankah kita satu klan? Itu berarti, kita adalah saudara.”

Perkataan itu bagaikan mata air di padang tandus bagi hati King Xian. Perlahan ia mengangkat wajah, dan untuk pertama kalinya, senyum tulus terukir di bibirnya.

“Benarkah Nona memaafkan saya?”

Alana mengangguk. King Xian pun tertawa kecil, begitu lepas, seolah beban yang lama menghimpit dadanya telah luruh bersama embusan angin sore.

“Terima kasih, Nona.” Ia pun segera menyusul yang lain dengan langkah ringan, wajahnya bersinar seakan baru saja memenangkan perang batin yang panjang.

Melihat itu, King Yuna mengerutkan kening. “Hey, kau kenapa? Baru nemu batu permata ya?” tanyanya setengah bercanda.

King Xian hanya tertawa. “Ini lebih dari sekadar permata…”

Tak lama, Alana tiba dan duduk bersama mereka. Seiring dengan kedatangannya, pelayan membawa hidangan yang mereka pesan. Aromanya menggoda, mengepul hangat dan memenuhi udara dengan wangi rempah-rempah.

“Ini pesanan kalian. Selamat menikmati,” ucap pelayan sopan.

“Terima kasih,” jawab Alana, dibalas anggukan pelayan yang kemudian pergi melayani tamu lainnya.

Makanan di meja tampak begitu lezat, menggoda indera siapa pun yang melihatnya. Alana pun mulai menyantap dengan lahap. Ia menyuapkan makanan ke mulutnya tanpa ragu, seolah kejadian berdarah tadi bukan apa-apa.

Ketiga pria itu saling pandang dan menggeleng heran. Bagaimana mungkin seseorang yang baru saja membunuh bisa makan dengan begitu lahap dan ceria?

“Nona Alana memang luar biasa…” gumam King Xian sambil tersenyum, matanya tak lepas dari pipi Alana yang membesar karena terlalu banyak makanan di mulutnya. Ada sesuatu dalam diri gadis itu ketangguhan dan kelembutan yang berpadu dalam satu tubuh, seperti api yang memeluk salju.

Ayo ramaikan kolom komentar

Episodes
1 AWAL
2 IDENTITAS BARU
3 MULAI PELATIHAN
4 ORGANISASI KALAJENGKING HITAM
5 puncak bulan
6 SILUMAN API
7 NAGA HITAM PENGHUNI PUNCAK BULAN
8 BUKAN GADIS BIASA
9 kematian ketua sin kalajengking hitam
10 KEMBALI KE KLAN
11 PETARUNG DEWA TAHAP AWAL
12 TAK SEBANDING
13 PERTEMUAN KLAN kematian pemimpin klan
14 MENJADI SAUDARA
15 pendaftaran murid baru
16 LAGI LAGI BANDIT LAUT
17 PANGERAN YANG SOMBONG
18 UJIAN TAHAP 1 ( warna yang alana capai)
19 SILUMAN GORILLA
20 UJIAN TAHAP 2
21 pemuda dari alam neraka
22 orang aneh
23 PETUNJUK TENTANG IBU
24 KEKACAUAN
25 RENCANA KAISAR
26 JANGAN MACAM MACAM DENGAN KU
27 KEMARAHAN ALANA
28 KEMATIAN KAISAR LONG DAN IBLIS GRASELA
29 KEBENARAN
30 UJIAN TAHAP KE 3 bagian 1
31 ujian tahap 3 bagian 2
32 ujian tahap 3 bagian 3
33 Rencana weiheng ( kepala keluarga gong)
34 PEDANG SALJU
35 memulai rencana
36 BERSELISIH TEGANG
37 kalian ingin berperang dengan ku
38 keputusan alana
39 PEPERANGAN #1
40 PEPERANGAN #2
41 KEDATANGAN SEKUTU
42 kekalahan bangsawan gong dan kekaisaran
43 KEKOSONGAN POSISI
44 PENYUSUP
45 jalan jalan
46 pelantikan
47 dilema
48 rencana pemimpin klan fu
49 malaikat maut berwajah bidadari
50 Rencana yang tersembunyi
51 kehangatan keluarga
52 memulai aksi
53 keributan kecil
54 manusia iblis bertanduk
55 akhir dari pemimpin klan fu
Episodes

Updated 55 Episodes

1
AWAL
2
IDENTITAS BARU
3
MULAI PELATIHAN
4
ORGANISASI KALAJENGKING HITAM
5
puncak bulan
6
SILUMAN API
7
NAGA HITAM PENGHUNI PUNCAK BULAN
8
BUKAN GADIS BIASA
9
kematian ketua sin kalajengking hitam
10
KEMBALI KE KLAN
11
PETARUNG DEWA TAHAP AWAL
12
TAK SEBANDING
13
PERTEMUAN KLAN kematian pemimpin klan
14
MENJADI SAUDARA
15
pendaftaran murid baru
16
LAGI LAGI BANDIT LAUT
17
PANGERAN YANG SOMBONG
18
UJIAN TAHAP 1 ( warna yang alana capai)
19
SILUMAN GORILLA
20
UJIAN TAHAP 2
21
pemuda dari alam neraka
22
orang aneh
23
PETUNJUK TENTANG IBU
24
KEKACAUAN
25
RENCANA KAISAR
26
JANGAN MACAM MACAM DENGAN KU
27
KEMARAHAN ALANA
28
KEMATIAN KAISAR LONG DAN IBLIS GRASELA
29
KEBENARAN
30
UJIAN TAHAP KE 3 bagian 1
31
ujian tahap 3 bagian 2
32
ujian tahap 3 bagian 3
33
Rencana weiheng ( kepala keluarga gong)
34
PEDANG SALJU
35
memulai rencana
36
BERSELISIH TEGANG
37
kalian ingin berperang dengan ku
38
keputusan alana
39
PEPERANGAN #1
40
PEPERANGAN #2
41
KEDATANGAN SEKUTU
42
kekalahan bangsawan gong dan kekaisaran
43
KEKOSONGAN POSISI
44
PENYUSUP
45
jalan jalan
46
pelantikan
47
dilema
48
rencana pemimpin klan fu
49
malaikat maut berwajah bidadari
50
Rencana yang tersembunyi
51
kehangatan keluarga
52
memulai aksi
53
keributan kecil
54
manusia iblis bertanduk
55
akhir dari pemimpin klan fu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!