KEMBALI KE KLAN

Kabar kematian Ketua Sin, sang tiran desa, akhirnya sampai juga ke telinga Zho Lang pemimpin besar organisasi Kalajengking Hitam. Amarahnya meletup, seperti bara yang disiram minyak.

"Keparat… siapa gadis itu? Mengapa dia begitu kuat?" geram Zho Lang, suaranya menggetarkan dinding ruangan.

Wajahnya menegang, tak percaya bahwa salah satu ketua andalannya, yang selama ini dia anggap tak terkalahkan, tewas mengenaskan di tangan seorang gadis muda.

Hingga tak berselang lama Pintu kayu di hadapannya diketuk perlahan. "Masuk," ucapnya singkat, suaranya dingin seperti kabut di puncak gunung.

Seorang pria berjubah hitam masuk dengan langkah hati-hati. dia menunduk hormat.

"Apa kau sudah menemukan identitas gadis itu?" tanya Zho Lang, nadanya tajam seperti pisau.

"Menjawab, Pemimpin... Gadis itu bernama Alana. dia berasal dari Klan King, dan menurut informasi, dia adalah putri dari salah satu ketua di sana."

Zho Lang terdiam. DIa mencoba mengingat desas-desus lama yang sempat ia dengar. Konon, anak dari Ketua Kenzo tak bisa berkultivasi, bahkan tak mampu membangkitkan akar spiritualnya.

"Apakah kau yakin informasi ini dapat dipercaya?" Tatapan Zho Lang menusuk, seolah bisa membaca kebohongan dari kedalaman jiwa.

"Saya sangat yakin, Pemimpin. Dan bila terbukti salah, saya siap menerima hukuman apa pun."

Zho Lang mengangguk pelan. "Baiklah. Kau boleh pergi."

Saat sosok itu menghilang di balik pintu, Zho Lang terdiam sejenak, tenggelam dalam pikirannya.

"Sial... Kalau benar dia berasal dari Klan King, maka ini bukan masalah sepele. Klan itu... adalah yang terkuat kedua di Kekaisaran ini. Dengan pasukanku yang tersisa, akan sangat bodoh jika aku menyerang mereka secara langsung."

Namun, wajahnya tiba-tiba menyunggingkan senyuman licik. Rencana mulai menari-nari di benaknya seperti bayangan iblis. Apa pun yang akan ia lakukan… satu hal pasti: dendam akan dibayar lunas.

---

Sementara itu, Alana tengah menyusuri sebuah kota megah di pusat kekaisaran. Bangunan tinggi menjulang, dengan ukiran emas dan batu giok, membuat matanya terpana. Dunia ini… begitu berbeda dari yang pernah dia kenal. Ada keindahan dalam ketidakteraturan, dan ada kehancuran yang tersembunyi di balik senyuman para penguasa.

Langkahnya ringan, seperti embun pagi yang menari di atas daun. DIa berhenti di sebuah toko pakaian besar yang ramai. Tanpa ragu, alana masuk kedalam toko tersebut ,lalu tak lama kemudian pemilik toko menyambutnya dengan hangat.

"Selamat datang di toko sederhana kami, Nona. Apakah ada yang bisa saya bantu?"

"Saya sedang mencari gaun… tapi saya tidak tahu model seperti apa yang cocok untuk saya," jawab Alana jujur. Dunia ini terlalu asing, bahkan gaun gaunnya tampak seperti karya seni dari dimensi lain.

"Ah, kalau begitu, Nona berada di tempat yang tepat," ujar sang pemilik dengan senyum ramah. "Saya masih memiliki beberapa gaun berkualitas tinggi. Silakan ikut saya."

Mereka memasuki sebuah ruangan khusus. Di sana tergantung empat gaun cantik, berhiaskan benang emas yang menyilaukan mata.

"Silakan pilih mana yang Nona sukai."

Alana menatap keempatnya. Setiap gaun memiliki pesona tersendiri. Tanpa ragu ia berkata, "Baiklah, Paman. Saya beli semuanya."

Mata si pemilik toko membelalak. "Apakah Nona serius? Harga keempatnya bisa mencapai dua ribu koin emas..."

Tanpa bicara, Alana mengeluarkan kantong koin emas dari cincin penguasanya dan meletakkannya di atas meja. "Sisanya untuk Paman. Anggap saja hadiah karena telah menyambut saya dengan baik."

Wajah si pemilik toko memerah. "Maafkan saya... saya sempat meragukan Nona..."

"Tak apa, Paman. Saya tak tersinggung. Boleh saya ambil semua gaunnya sekarang?"

"Tentu saja, semuanya milik Anda sekarang."

Dengan tenang, Alana memasukkan gaun-gaun itu ke dalam cincin penguasanya lalu berpamitan. alana kembali berjalan menyusuri kota, matanya tak berhenti bergerak ke kanan dan kiri, menikmati segala hal yang dia lihat. Seperti bunga yang baru mekar, alana tampak begitu segar dan memesona, menarik perhatian siapa pun yang lewat.

"Hei, lihat gadis itu... betapa imutnya dia," bisik salah satu pemuda.

"Dia seperti bidadari yang turun dari langit. Andai calon istriku secantik itu..." sahut yang lain.

"Ha! Istrimu? Kalau dia mau sama kamu, berarti dunia ini sudah terbalik!" candaan itu disambut tawa.

Alana hanya tersenyum tipis, menggeleng pelan. Dalam hati, ia bergumam lirih, "Laki-laki itu… harus lebih kuat dariku. Bukan hanya dalam tenaga, tapi juga dalam hati."

Langkahnya berhenti di depan sebuah restoran sederhana. Aroma rempah-rempah menguar dari dalam, menggoda perutnya yang mulai keroncongan. Tanpa ragu, ia melangkah masuk, memutuskan untuk beristirahat sejenak dan mengisi tenaga.

Di luar, langit mulai memerah. Cahaya senja menyapu atap-atap kota seperti sapuan kuas seorang pelukis agung. Alana duduk di sudut ruangan, menikmati semangkuk sup panas. Dalam hati, dia tau, badai baru saja dimulai. Dan dirinya.

adalah petir yang akan menghancurkan kegelapan.

Entah mengapa, setiap kali Alana melangkahkan kaki ke sebuah tempat baru entah restoran, pasar, bahkan lorong-lorong sempit di kota kekaisaran tatapan mata orang-orang selalu tertuju padanya. Seakan dunia sejenak berhenti berputar hanya untuk menyaksikan kehadirannya.

Wajahnya yang teduh dan sorot matanya yang tajam seperti bulan yang memantulkan cahaya di tengah kegelapan. Kecantikannya tak hanya menyentuh mata, tapi juga menyusup ke relung rasa, membangkitkan decak kagum, iri, dan penasaran dalam satu waktu.

Namun, Alana tak mempermasalahkan hal itu. dia sudah terbiasa menjadi pusat perhatian, walau tak pernah menginginkannya. dia memilih sebuah meja di sudut paling pojok restoran, sebuah tempat yang jauh dari keramaian, tempat di mana kesunyian bisa dia nikmati dalam damai.

Seorang pelayan muda menghampirinya dengan sopan, menyodorkan buku menu sambil menundukkan kepala. Alana menerima buku itu, namun tak membukanya.

"Aku pesan ayam bakar, sayur, dan segelas susu," ucapnya singkat.

"Baik, tunggu sebentar ya, Nona. Akan segera saya siapkan," jawab si pelayan, lalu bergegas pergi, langkahnya ringan seakan terbebani oleh pesona tamunya itu.

Alana menatap kosong ke arah jendela, membiarkan pikirannya terombang-ambing dalam keheningan. Namun, tak lama kemudian, tatapannya terhenti pada sekelompok orang di sudut lain ruangan tiga pemuda dan dua gadis dengan seragam putih bersih, pedang panjang tergantung di punggung mereka. Seragam itu… tampak tak asing. Dalam potongan ingatan yang samar, ildia pernah melihat seragam serupa saat ayahnya mengajaknya ke Akademi Binzo sewaktu kecil atau lebih tepatnya, saat tubuh ini masih dimiliki oleh gadis yang dahulu menjadi dirinya sekarang.

"Kenapa ada murid Akademi Binzo di sini? Apakah mereka sedang menjalankan misi... atau mungkin kabur dari akademi?" gumamnya pelan, setengah kepada diri sendiri.

Ia tersenyum tipis. "Ah, itu bukan urusanku," ujarnya, lalu kembali memusatkan perhatian pada dirinya sendiri, tak ingin larut dalam dugaan yang tak perlu.

Tak berselang lama, pelayan datang membawa nampan berisi makanan.

"Ini pesanan Nona. Selamat menikmati," ucapnya sopan.

"Terima kasih," balas Alana, lalu tanpa menunggu lama, dia mulai menyantap makanannya. alana makan dengan lahap, seperti seseorang yang tak mencicipi makanan layak selama berbulan-bulan. Setiap suapan adalah perayaan kecil yang menenangkan tubuh dan jiwa. Aroma ayam bakar dan hangatnya sayur membalut perut yang kosong, sementara segelas susu dingin menyegarkan kerongkongan yang kering.

Namun, di sudut lain ruangan, sekelompok pemuda dan gadis berseragam putih itu tampak memperhatikan Alana dengan sorot mata serius. Salah satu dari mereka berbisik dengan nada rendah namun penuh kegugupan.

"Senior... lihat gadis itu. Bukankah dia yang pernah membunuh anggota Kalajengking Hitam di misi terakhir?"

Empat pasang mata serempak menoleh, mengikuti telunjuk temannya. Begitu pandangan mereka mendarat pada sosok Alana, raut wajah mereka berubah drastis. Gadis muda itu... adalah mimpi buruk yang dikemas dalam kecantikan. Pembunuh tanpa ekspresi, pemilik tatapan dingin yang bahkan mampu membuat nyali para musuhnya runtuh dalam sekejap.

Kelima orang itu bukanlah murid sembarangan. Mereka adalah murid inti Akademi Binzo: Zhou Fu, Zilong, Zeiling, Artur, dan Harold. Mereka datang ke kota ini atas tugas resmi dari kepala akademi untuk mempromosikan Akademi Binzo menjelang pembukaan pendaftaran murid baru tiga bulan mendatang.

"Senior, kalau kita bisa meyakinkan gadis itu untuk masuk akademi... dia pasti jadi murid terkuat yang pernah kita miliki," ucap Artur penuh semangat.

Zhou Fu, yang menjadi pemimpin kelompok itu, diam sejenak, berpikir. dia tahu kekuatan gadis itu bukan main-main. Dalam sekali tebas, dia mampu menandingi pemimpin klan. Tapi Apakah benar gadis itu akan tertarik menjadi murid di akademi?

"Baiklah... mari kita temui dia," ucap Zhou Fu akhirnya.

Kelima pemuda itu bangkit dari kursi dan melangkah mendekati meja Alana. Kehadiran mereka segera disadari oleh gadis itu. Alana yang tadinya fokus dengan makanannya, mendongakkan kepala dan menatap mereka satu per satu. Lima wajah tampan dengan seragam rapi berdiri di hadapannya. Mereka terlihat sopan, namun aura kekuatan yang mereka bawa tak bisa disembunyikan.

"Maaf atas kedatangan kami yang mendadak, Nona," ucap Zhou Fu dengan senyum ramah. "Bolehkah kami duduk di sini?"

Alana menatap kursi-kursi kosong di sekelilingnya, lalu mengangguk pelan. "Silakan."

Kelima pemuda itu duduk, lalu memperkenalkan diri satu per satu.

"Nama saya Zhou Fu."

"Aku Zeiling."

"Artur."

"Zilong, salam kenal."

"Dan saya Harold."

Zhou Fu melanjutkan dengan penjelasan, "Kami adalah murid inti dari Akademi Binzo. Kami menemui Nona untuk memberikan formulir pendaftaran. Akademi akan membuka penerimaan murid baru dalam tiga bulan ke depan."

DIa menyerahkan selembar kertas kepada Alana.

"Siapa tahu Nona tertarik untuk bergabung."

Alana menerima formulir itu dengan senyuman samar. Ada rasa hangat di hatinya seolah takdir perlahan-lahan mengatur jalannya.

"Terima kasih, Senior. Saya Alana... dari Klan King. Dan ya, saya memang berencana mendaftar ke Akademi Binzo dalam waktu dekat."

Kata-katanya disambut dengan raut wajah cerah dari kelima pemuda itu, terutama Zeiling yang tampak tak mampu menyembunyikan kegembiraannya.

"Benarkah, Nona? Kalau begitu, saya akan menunggu Nona di akademi!" ucapnya penuh semangat, seperti anak kecil yang mendapat mainan baru.

Zhou Fu menggeleng pelan, menatap juniornya itu dengan tatapan geli.

"Hey, Zeiling. Jaga sikapmu," tegurnya lembut.

Mendapat teguran, Zeiling langsung menunduk dan meminta maaf, pipinya sedikit memerah karena malu.

Namun di tengah semua itu, Alana hanya tersenyum tipis. Hatinya mulai merasakan kehangatan yang jarang ia temui perasaan diterima, dihargai dan.....

Langit di luar perlahan berganti warna. Jingga senja menari di ujung atap, menyapa dunia yang sedang berganti wajah. Dan di dalam restoran itu, tanpa mereka sadari, pertemuan kecil telah menorehkan kisah baru… kisah yang mungkin akan mengguncang takdir kekaisaran.

“Ah, kalau begitu kami pamit dulu, Nona. Maaf telah mengganggu waktu makan Anda,” ucap Zhou Fu dengan nada sopan, sebelum berlima beranjak meninggalkan meja Alana.

Kepergian mereka menyisakan keheningan sesaat. Alana kembali fokus pada makanannya yang sempat tertunda. Tanpa tergesa, namun juga tanpa ragu, dia menghabiskan setiap suapan dengan tenang. Baginya, makanan bukan sekadar pemenuhan perut, melainkan momen tenang di tengah badai dunia.

Setelah hidangan itu habis tak bersisa, ia mengangkat tangan, memanggil pelayan.

“Berapa semuanya?” tanyanya singkat.

“Sepuluh koin emas, Nona,” jawab sang pelayan dengan senyum sopan.

Alana mengeluarkan koin-koin emas itu dari kantong kecil di pinggangnya dan menyerahkannya tanpa kata. Lalu ia melangkah keluar dari restoran dengan langkah ringan namun penuh tujuan, seperti angin yang tahu arah pulangnya.

Langit mulai menguning, senja menggantung di ujung cakrawala, memandikan jalanan kota dengan cahaya keemasan. Di bawah langit yang syahdu, Alana bergumam pada dirinya sendiri.

“Aku harus segera kembali ke klan untuk berlatih. Dua minggu lagi pertemuan itu akan datang, dan aku akan membawa hadiah istimewa… hadiah pahit untuk orang-orang yang telah membuat gadis ini tubuh yang kini ku tinggali menderita.” Tatapannya tajam, suara hatinya seperti petir yang bersiap menggelegar.

“Tenang saja… aku memang tak mengenalmu, gadis malang pemilik tubuh ini. Tapi aku, Alana, takkan membiarkan mereka hidup dalam damai setelah apa yang mereka lakukan.”

Angin mendesir di sekelilingnya saat tubuhnya melesat bagai kilat, dibalut oleh teknik peringan tubuh tingkat tinggi. Dalam waktu kurang dari dua jam, ia sudah berdiri tegak di depan gerbang klan—gerbang yang dulunya menyimpan luka dan ketakutan, kini berdiri di hadapannya sebagai tantangan yang siap ia tundukkan.

Langkahnya mantap, namun dalam dadanya ada riak perasaan yang sulit dijelaskan. Gerbang itu kosong, tanpa penjaga. Namun Alana tak ingin membuang waktu untuk hal-hal sepele. Ia langsung menuju paviliun ayahnya, memilih jalur diam-diam seperti bayangan yang menyelinap dalam kegelapan. Ia melompat masuk lewat jendela kamar, mendarat tanpa suara.

“Ah… akhirnya.” Desahan itu lepas dari bibirnya. Sebagus apa pun tempat di luar sana, tetap saja, rumah adalah tempat terbaik untuk beristirahat. Meski rumah ini menyimpan kenangan kelam, kini ia datang sebagai pribadi yang berbeda—kuat, tak tergoyahkan.

“Baiklah, Alana. Waktunya kembali berlatih,” ucapnya pada diri sendiri, seperti seorang jenderal memberi perintah pada pasukannya.

Ia duduk bersila di atas dikap lotus miliknya, memejamkan mata, dan dalam sekejap pikirannya melayang masuk ke dalam alam spiritual. Di sana, ia berdiri di antara ladang bunga mawar api dan es, dua elemen yang bertolak belakang namun indah dalam keseimbangan sempurna. Bunga-bunga itu berayun perlahan, seolah menyambut kedatangannya.

Alana mulai menyerap energi dari keduanya, menyatukan kekuatan panas dan dingin dalam tubuhnya. Di dunia nyata, tubuhnya perlahan-lahan dikelilingi aura merah dan biru. Awalnya samar, lalu semakin tebal dan menyala terang seperti nyala lentera dalam malam gelap.

Namun pemandangan itu hanya berlangsung beberapa detik, sebelum aura itu perlahan memudar. Bersamaan dengan itu, dari punggung Alana muncul sepasang sayap yang tadinya kecil, lalu perlahan membesar hingga mendekati tujuh puluh persen bentuk sempurna. Sayap berwarna merah kebiruan itu berkilau seperti kristal dalam cahaya bulan.

Alana bisa merasakannya, tapi dia memilih untuk tidak teralihkan. DIa kembali fokus menyelaraskan aliran energi dari bunga mawar api dan es. Konsentrasinya membentuk pusaran kekuatan dalam dirinya bagaikan badai tenang yang tengah bersiap melepaskan amukan.

Di dunia dalamnya, Alana bukan hanya seorang gadis. Ia adalah titisan dari kekuatan yang agung. Dan dunia... dunia akan segera tahu siapa dirinya yang sebenarnya.

Episodes
1 AWAL
2 IDENTITAS BARU
3 MULAI PELATIHAN
4 ORGANISASI KALAJENGKING HITAM
5 puncak bulan
6 SILUMAN API
7 NAGA HITAM PENGHUNI PUNCAK BULAN
8 BUKAN GADIS BIASA
9 kematian ketua sin kalajengking hitam
10 KEMBALI KE KLAN
11 PETARUNG DEWA TAHAP AWAL
12 TAK SEBANDING
13 PERTEMUAN KLAN kematian pemimpin klan
14 MENJADI SAUDARA
15 pendaftaran murid baru
16 LAGI LAGI BANDIT LAUT
17 PANGERAN YANG SOMBONG
18 UJIAN TAHAP 1 ( warna yang alana capai)
19 SILUMAN GORILLA
20 UJIAN TAHAP 2
21 pemuda dari alam neraka
22 orang aneh
23 PETUNJUK TENTANG IBU
24 KEKACAUAN
25 RENCANA KAISAR
26 JANGAN MACAM MACAM DENGAN KU
27 KEMARAHAN ALANA
28 KEMATIAN KAISAR LONG DAN IBLIS GRASELA
29 KEBENARAN
30 UJIAN TAHAP KE 3 bagian 1
31 ujian tahap 3 bagian 2
32 ujian tahap 3 bagian 3
33 Rencana weiheng ( kepala keluarga gong)
34 PEDANG SALJU
35 memulai rencana
36 BERSELISIH TEGANG
37 kalian ingin berperang dengan ku
38 keputusan alana
39 PEPERANGAN #1
40 PEPERANGAN #2
41 KEDATANGAN SEKUTU
42 kekalahan bangsawan gong dan kekaisaran
43 KEKOSONGAN POSISI
44 PENYUSUP
45 jalan jalan
46 pelantikan
47 dilema
48 rencana pemimpin klan fu
49 malaikat maut berwajah bidadari
50 Rencana yang tersembunyi
51 kehangatan keluarga
52 memulai aksi
53 keributan kecil
54 manusia iblis bertanduk
55 akhir dari pemimpin klan fu
Episodes

Updated 55 Episodes

1
AWAL
2
IDENTITAS BARU
3
MULAI PELATIHAN
4
ORGANISASI KALAJENGKING HITAM
5
puncak bulan
6
SILUMAN API
7
NAGA HITAM PENGHUNI PUNCAK BULAN
8
BUKAN GADIS BIASA
9
kematian ketua sin kalajengking hitam
10
KEMBALI KE KLAN
11
PETARUNG DEWA TAHAP AWAL
12
TAK SEBANDING
13
PERTEMUAN KLAN kematian pemimpin klan
14
MENJADI SAUDARA
15
pendaftaran murid baru
16
LAGI LAGI BANDIT LAUT
17
PANGERAN YANG SOMBONG
18
UJIAN TAHAP 1 ( warna yang alana capai)
19
SILUMAN GORILLA
20
UJIAN TAHAP 2
21
pemuda dari alam neraka
22
orang aneh
23
PETUNJUK TENTANG IBU
24
KEKACAUAN
25
RENCANA KAISAR
26
JANGAN MACAM MACAM DENGAN KU
27
KEMARAHAN ALANA
28
KEMATIAN KAISAR LONG DAN IBLIS GRASELA
29
KEBENARAN
30
UJIAN TAHAP KE 3 bagian 1
31
ujian tahap 3 bagian 2
32
ujian tahap 3 bagian 3
33
Rencana weiheng ( kepala keluarga gong)
34
PEDANG SALJU
35
memulai rencana
36
BERSELISIH TEGANG
37
kalian ingin berperang dengan ku
38
keputusan alana
39
PEPERANGAN #1
40
PEPERANGAN #2
41
KEDATANGAN SEKUTU
42
kekalahan bangsawan gong dan kekaisaran
43
KEKOSONGAN POSISI
44
PENYUSUP
45
jalan jalan
46
pelantikan
47
dilema
48
rencana pemimpin klan fu
49
malaikat maut berwajah bidadari
50
Rencana yang tersembunyi
51
kehangatan keluarga
52
memulai aksi
53
keributan kecil
54
manusia iblis bertanduk
55
akhir dari pemimpin klan fu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!