Fajar perlahan membuka tirai malam, membawa serta semburat cahaya keemasan yang menyentuh pucuk-pucuk pepohonan. Matahari belum sepenuhnya muncul, namun sinarnya mulai mengintip malu-malu dari balik cakrawala, seolah masih ragu untuk menyapa dunia. Udara pagi terasa sejuk dan lembut, menyelimuti bumi dengan selendang embun yang dingin namun menenangkan.
Di dalam sebuah kamar sederhana penginapan akademi, Alana menggeliat pelan. Kelopak matanya terbuka perlahan, menampakkan sepasang mata jernih yang menatap langit-langit dengan kosong sejenak, mencoba merangkai kembali serpihan mimpi yang baru saja menghilang. Di sampingnya, King Yuna masih tertidur dengan wajah damai, napasnya teratur seperti alunan musik musim semi.
Setelah kesadarannya sepenuhnya kembali, Alana bangkit dari ranjang dan melangkah ke kamar mandi. Ia mengisi bak dengan air hangat, lalu merendam tubuhnya dalam keheningan. Uap tipis mengepul, membalut kulitnya yang pucat bak porselen. Di sana, dia menikmati kedamaian sesaat, membiarkan pikirannya hanyut dalam tenang. Setelah merasa cukup, Alana bangkit, mengeringkan tubuhnya dengan handuk lembut, lalu mengenakan gaun berwarna biru tua yang tampak anggun dengan hiasan bunga mawar halus di bagian dada. Rambut panjangnya ia ikat ke belakang dengan pita berhias phoenix emas lambang keberanian dan kebangkitan abadi.
DIa menatap pantulan dirinya di cermin dan tersenyum tipis.
“Masih terlalu pagi,” gumamnya lirih. “Acaranya dimulai pukul tujuh, dan sekarang baru pukul lima. Masih ada waktu jika aku ingin berjalan-jalan sebentar.”
Tanpa membangunkan teman-temannya yang masih tertidur pulas, Alana melangkah keluar dari penginapan. Udara pagi menyambutnya seperti pelukan lembut ibu pada anaknya. Ia berjalan pelan di sekitar akademi, menikmati suasana hening yang jarang ia dapatkan. Cahaya mentari yang mulai menari di atas dedaunan menciptakan bayangan indah di sepanjang jalan yang dilaluinya.
Langkah kakinya akhirnya membawanya ke sebuah lapangan kecil yang agak tersembunyi. Di sana, seorang pemuda tengah berlatih pedang dengan serius. Gerakannya cepat dan tegas, seperti angin yang memecah keheningan. Keringat membasahi dahinya, namun semangat di matanya tak goyah sedikit pun.
Alana terdiam sejenak, terpesona. Ada sesuatu dalam tekad pemuda itu yang menggetarkan hatinya.
“Sepertinya aku pernah melihatnya…” bisiknya pelan, lalu mendekat untuk memastikan. Ketika jarak mereka sudah cukup dekat, ia mengenalinya.
“Zhou Fu?” panggil Alana pelan. “Kenapa kau begitu giat berlatih pagi-pagi begini?”
Zhou Fu tak menghentikan gerakannya. Matanya tetap fokus, seolah setiap ayunan pedang adalah tarian yang tak boleh diganggu.
“Bukankah tujuan latihan sudah jelas? Agar kita menjadi lebih kuat. Jadi... mengapa Nona masih menanyakan hal seperti itu?” jawabnya tanpa menoleh. “Jika tidak ada keperluan penting, mohon biarkan saya fokus.”
Alana terkekeh pelan. DIa tidak tersinggung, justru merasa sikap itu cukup menarik.
“Baiklah, aku akan pergi,” ucapnya santai. “Tapi... aku sebenarnya sedang mencari lokasi ujian tahap pertama. Bisa kau tunjukkan arahnya?”
Zhou Fu akhirnya menghentikan latihannya dan membalikkan badan. Ketika matanya menangkap wajah gadis yang sejak tadi berbicara dengannya, jantungnya berdegup kencang tanpa kendali. Wajah cantik itu... dialah gadis dalam mimpinya gadis yang tak bisa dia lupakan sejak pertemuan singkat mereka saat ia membagikan brosur pendaftaran.
“Nona... Alana?” katanya, nyaris tercekat. “Maafkan saya, saya terlalu fokus hingga tidak menyadari siapa yang sedang berbicara.”
“Tak masalah,” jawab Alana sambil tersenyum. “Latihan bagi seorang kultivator memang lebih berharga dari apapun.”
“Terima kasih, Nona. Kalau Anda ingin ke tempat ujian pertama, cukup berjalan lurus dari sini. Nanti Anda akan menemukan sebuah gedung besar berwarna biru muda. Itulah tempatnya.” Zhou Fu menjelaskan dengan nada yang kini lebih lembut.
“Tapi… bukankah ujian masih akan dimulai dua jam lagi?” tanyanya heran.
“Aku hanya ingin tidur sebentar di sana sambil menunggu,” jawab Alana sambil membalas senyumnya. “Terima kasih atas arahannya. Aku pamit dulu.”
Dengan langkah ringan, Alana pergi menuju arah yang ditunjukkan Zhou Fu. Benar saja, di hadapannya berdiri sebuah bangunan besar dengan dinding biru muda yang tampak megah di bawah cahaya matahari pagi. Beberapa murid berjaga di depan gedung, dan mereka langsung mengenali Alana.
Mereka terdiam, teringat jelas bagaimana gadis itu dengan santainya menghempaskan para pangeran kekaisaran yang notabene nya sudah berada di tahap keempat kultivasi. Tubuh mereka menegang, dan secara refleks mereka menundukkan kepala ketika Alana melintas.
Namun, Alana tak ambil pusing. Ia melangkah masuk ke dalam gedung dan mendapati ruangan luas dengan kursi-kursi yang melingkar mengelilingi lapangan besar di tengah. Pandangannya menyapu ruangan, mencari nomor antriannya. Ia menemukan tempat duduknya di barisan paling depan tempat yang sempurna untuk mengamati ujian yang akan segera dimulai.
Ia duduk dengan tenang, lalu memejamkan matanya kembali. Kantuk masih membelenggu tubuhnya, dan dalam diam, ia tertidur di tengah ruang besar itu bagaikan bunga yang memejamkan kelopaknya sejenak sebelum mekar di tengah peperangan yang akan segera dimulai.
“Ke mana Nona Alana dan Nona Yuna?” tanya Ketua Keempat dengan nada penuh harap. DIa telah cukup lama menunggu di bawah, berdiri dalam diam yang terasa panjang oleh ketidakhadiran dua gadis yang menjadi pusat perhatian banyak orang.
“Mungkin mereka masih sibuk berdandan,” jawab King Yue santai, sembari menyandarkan tubuhnya ke tiang kayu besar di serambi penginapan. Senyumnya mengambang, menandakan ketidaktergesaan yang khas dari seseorang yang telah terbiasa dengan tingkah para wanita
Tak lama berselang, suara langkah kaki yang ringan namun anggun terdengar menuruni tangga. King Yuna muncul dengan gaun elegan berwarna ungu keemasan yang berkibar pelan tertiup angin pagi. Namun, tatapan mata mereka menyipit heran saat mendapati dirinya datang sendirian tanpa Alana di sisinya.
“Nona Yuna, ke mana Nona Alana? Mengapa kau turun sendirian?” tanya Ketua Keempat, nada suaranya memuat sedikit kekhawatiran yang tersamar.
“Adik Alana sudah pergi lebih dahulu ke tempat ujian. Tenang saja, dia baik-baik saja,” jawab Yuna singkat, namun penuh keyakinan.
Yang lainnya mengangguk pelan, dan mereka pun segera melanjutkan perjalanan menuju arena ujian yang telah disiapkan oleh pihak akademi. Jalanan pagi yang basah oleh embun menjadi saksi langkah mereka yang perlahan berubah cepat, dipenuhi rasa penasaran akan ujian yang akan dimulai.
Dan benar saja begitu tiba di tempat pengujian, mata mereka langsung menangkap sosok Alana yang tengah duduk di kursi barisan depan. Gadis itu tampak menyenderkan kepalanya ke sandaran kursi, matanya terpejam dengan tenang, seakan dunia di sekelilingnya tak lebih dari desiran angin yang berlalu.
“Lihatlah... Nona Alana,” bisik King Xian, nyaris tak percaya, “mengapa dia bisa begitu tenang bahkan tertidur di tempat seperti ini? Padahal bisa saja musuh datang kapan saja dan menyerangnya.”
Mereka menghampirinya, lalu duduk di kursi-kursi yang kebetulan berada di dekat gadis itu. Nomor mereka berurutan, seolah takdir memang ingin menyatukan langkah mereka dalam satu garis ujian yang sama. Sementara itu, Ketua Keempat duduk di kursi khusus di atas panggung kecil bersama para petinggi klan dan sekte, pandangannya kadang terarah pada Alana dengan ekspresi yang sulit ditebak.
Seluruh peserta akhirnya memenuhi tempat duduk masing-masing. Suasana mulai padat dan hening menyelimuti ruangan megah itu, seolah langit sendiri ikut menahan napas menunggu awal dari pertunjukan besar.
Di sisi lain, tiga pangeran dari kekaisaran duduk dalam diam, namun sorot mata mereka tajam dan penuh dendam. Tatapan mereka tertuju pada satu titik—kursi tempat Alana duduk.
“Awas saja... di ujian ini aku akan menunjukkan bakatku yang sesungguhnya. Kau akan menyesal telah mempermalukanku di hadapan semua orang.” gumam salah satu pangeran dalam hati, menggeretakkan giginya diam-diam. Amarahnya yang terbungkus rapi menyala seperti bara yang menanti untuk membakar.
Ketika bisik-bisik mulai mereda, perhatian semua orang tertuju pada seorang wanita anggun yang menaiki panggung kecil di tengah lapangan. Langkahnya ringan, namun penuh wibawa. Gaun panjangnya berwarna emas pucat berkibar pelan, seolah menyatu dengan angin pagi.
“Selamat pagi semuanya,” ucapnya lembut namun tegas, “Perkenalkan, nama saya Lin Mei. Saya adalah salah satu ketua dari Akademi ini. Hari ini, saya akan memandu kalian dalam menjalani ujian tahap pertama.”
Suara Lin Mei mengalun tenang, namun mengandung kekuatan. Suasana menjadi sunyi; seluruh peserta mendengarkan dengan seksama.
“Pada tahap ini,” lanjutnya, “yang perlu kalian lakukan hanyalah menempelkan telapak tangan kalian pada Batu Kultivasi, lalu alirkan energi Qi ke dalamnya. Batu itu akan menampakkan warna sebagai penanda potensi akar spiritual kalian. Semakin tinggi tingkatan warna, semakin besar potensi kalian sebagai kultivator. Apakah kalian semua paham?”
“Paham, Ketua!” jawab seluruh peserta serentak, suara mereka bergema memenuhi ruangan.
Namun, satu orang tampak berbeda Alana masih menyenderkan kepala dengan mata terpejam, seperti bunga yang memilih bermeditasi dalam hening. Beberapa ketua yang duduk di bangku khusus tampak saling berpandangan, merasa sedikit jengah dengan sikapnya. Tapi tak satu pun berani menegur, mengingat siapa gadis itu sebenarnya.
“Baiklah, mari kita mulai dari nomor urut pertama. Silakan maju ke depan,” ucap Lin Mei.
Seorang pemuda berpakaian serba putih melangkah maju dengan percaya diri. Ia adalah murid dari Sekte Harimau Putih, dikenal dengan reputasi kekuatan dan kedisiplinannya.
Ia menempelkan telapak tangannya ke batu kultivasi. Sejenak tak terjadi apa-apa, namun kemudian cahaya putih bersinar dari dalam batu tersebut. Perlahan, warna itu berubah—dari putih menjadi biru muda yang memancar lembut seperti langit di musim semi.
Seruan takjub terdengar dari para penonton.
“Luar biasa... bakatnya mengesankan,” ucap salah satu ketua sambil mengangguk.
“Akademi tampaknya akan kedatangan generasi baru yang sangat berbakat,” tambah yang lain.
Namun ketua lainnya menanggapi dengan tenang. “Hei, jangan terlalu senang dulu. Ini baru awal. Masih banyak yang belum menunjukkan kekuatannya.”
Dan di antara semua keramaian itu, Alana masih diam bagai samudra yang tenang namun menyimpan gelombang besar. Waktu akan membuktikan siapa yang bersinar terang dan siapa yang akan tenggelam dalam bayang-bayang.
arti warna di akar spiritual
putih \= tingkat satu
kuning \= tingkat tiga
hijau \= tingkat lima
biru \= tingkat tujuh
Pink \= tingkat sembilan
orange \= tingkat sebelas
merah \= tingkat tiga belas
jingga \= tingkat lima belas
warna hitam \= tak terbatas
tingkatan akar spiritual paling tinggi di tingkat lima belas dengan warna merah yang menyala sedangkan untuk warna hitam tidak ada yang bisa mencapai nya walu dia seorang dewa sekali pun
satu persatu peserta sudah maju ke depan dengan perolehan warna yang beraneka ragam kini giliran pangeran hong li dia lalu maju ke depan dengan santai
" ini dia yang di tunggu tungu tidak ada yang paling hebat dari pangeran hong li " ucap salah satu jendral dengan bangga ketua keempat tang mendengar hal itu hanya tersenyum saja dia yakin jika para muridnya itu tak kalah hebat dari pangeran itu
dengan percaya diri hong li menempel kan telapak tangan nya dan mengalirkan energi qi nya sesat kemudian batu itu memancarkan cahaya berwarna putih dan terus berubah hingga warna Orange bersinar terang menyilaukan mata
para peserta dan ketua yang melihat itu terkejut
" hebat warna Orange mampu pangeran Hong li capai , sungguh bakat yang sangat mengerikan " lin mei sebagai pemandu ujian tercengang dengan warna yang hong li capai
hong li kembali ke kursinya sambil melirik ke arah alana remeh namun gadis itu tak memperdulikan nya
kini giliran pangeran fu lin dan yin zen dan warna yang mereka hasilkan adalah fu lin berhasil mencapai warna biru sedangkan yin zen berwarna pink
" sudah tentu keluarga kekaisaran takan ada tandingan nya " jendral itu kembali menyombongkan diri
baiklah selanjutnya peserta dengan nomor empat ratus satu
" akhirnya giliran ku " ucap king yue penuh semangat dia lalu meletakan tangan nya dan mengaliri energi qi nya batu itu mulai bereaksi dan mengeluarkan warna biru ketua keempat melihat itu merasa senang
" anggota klan King itu tak begutu buruk juga " ucap ketua akademi
lalu giliran King feng dan warna yang batu itu hasilkan adalah warna biru juga " tak buruk " batin nya
lalu King yuna maju dan mengalirkan energi qi nya ke batu itu lalau batu itu bersinar terang dengan warna Pink
" dia akan menjadi muridku " ucap salah satu ketua akademi
" jeje kau begitu hebat " ucap alana saat yuna sudah kembali ke kurainya
" Terimakasih adik, saya yakin adik akan lebih hebat " ucap yuna
" klan King juga tidak kalah hebat dengan anggota kekaisaran " sang jendral yang mendengar itu tersenyum sinis
selanjutnya adalah giliran King xian pemuda itu lalu maju ke depan dan mulai menyalurkan energi qi nya batu itu kembali bereaksi dan mengeluarkan sinar berwarna Orange yang membuat ketua keempat tersenyum sangat bangga dia lalu melirik kearah jendral kekaisaran yang sedang cemberut memandang King xian
" tak ku sangka aku mencapai warna Orange " ucap King xian yang sudah kembali ke tempat duduk nya
" itu karna kau akan menjadi kultivator hebat saudaraku " ucap Alana menepuk punggung King xian yang sedang bahagia itu
baiklah kini hanya tinggal dua peserta lagi yaitu nona King alana dan nona fu lin
fu lin adalah satu satunya perwakilan dari kaln fu klan nomor satu di kekaisaran binzo baiklah nona lin silahkan anda terlebih dahulu ucap lin mei semua orang sontak bersorak ingin melihat sehebat apa generasi muda Klan fu
gadis cantik itu kemudian maju dan mulai mengalirkan energi qi nya Batu itu kembali bereaksi dan bersinar namun kali ini sinar yang di hasilkan lebih menyilaukan dari tadi kemudian muncul warna merah dari batu itu sontak semua orang berteriak kagum
" tak kusangka nona lin dapat menghasilkan warna merah yang bahkan tidak bisa di capai generasi klan fu yang lalu "
sepertinya klan fu akan menjadi klan nomor satu dan tidak ada yang bisa menggeser posisi itu "
tentu saja saya yang akan menggeser " batin Alana tersenyum
baiklah kini giliran anda nona Alana
" akhirnya giliran nona Alana, saya penasaran dengan kemampuan nya yang hebat warna apa yang nona Alana dapatkan " ucap king xian semangat
" tentu saja warna merah bahkan lebih " jawab King xian yakin
" cih sampah sepertinya mencapai warna biru itupun paling karna beruntung " ucap pangeran hong li
alana lalu menghampiri batu penguji dan meletakan tangan nya
" aku tidak boleh mencolok disini " batin alana dia lalu perlahan mengalirkan energi qi nya sambil terus berusaha menahan keluar energi qi ke tiga puluh persen saja
kemudian batu itu kembali bereaksi dan mulai mengeluarkan cahaya kemudian muncul warna Pink di batu itu
" ternyata tak lebih hebat dari Nona fu lin " bisik mereka
namun bagi ketua keempat itu sudah cukup membuatnya bangga
namun saat alana ingin menyudahi nya batu itu seakan menyedot energi qi nya " tak mungkin " tiba tiba batu itu kembali bergetar dan warna Pink pada batu itu kembali berubah menjadi Orange, kemudian merah, tak sampai itu saja batu itu bahkan mengeluarkan sinar yang begitu menyilaukan mata sinar itu berubah menjadi warna jingga hal itu membuat semua orang yang melihat nya tak percaya
" mustahil "
" apakah dia masih manusia "
warna jingga itu bersinar hingga kembali berubah menjadi hitam legam yang membuat para ketau akademi yang melihat itu ingin pingsan begitu pula ketua keempat yang berkali kali mencubit pipinya
sedangkan alana sedang berusaha untuk menahan aliran energi qi nya yang terus mengalir tak henti " sialan " gadis itu kembali bersaha melepaskan hingga batu itu bergetar dengan sangat hebat dan pecah menjadi serpihan serpihan kecil
" apakah manusia memang memiliki bakat seperti itu " ucap mereka tak percaya
fu lin pun yang sangat yakin jika tidak akan ada yang bisa mengalahkan nya melongo tak percaya " bagaimana gadis itu begitu mengerikan bahkan dia jauh lebih muda datiku " batin nya
alana kembali ke tempat duduk nya dengan tatapan semua orang yang mengarah padanya
" adik kau memang begitu lunar biasa " King yuna langsung memeluk alana saat gadis itu duduk di damping nya
suasana pun hening untuk beberapa waktu hingga lin mei sebagai penanggung jawab lapangan kembali menaiki panggung kecil yang berada Di tengah lapangan
" baiklah ujian tahap pertama sudah cukup sampai disini dan selamat bagi peserta yang lolos dan bagi yang belum jangan patah semangat karna tahun depan masih ada kesempatan lagi. Dan setelah ini kalian boleh balik ke penginapan masing masing karna ujian tahap kedua akan di adakan esok Hari dan pastinya akan lebih Susan dan menguras energy qi maupun fisik kalian, kalian boleh bubar sekarang " ucap lin mei lalu mereka satu persatu mulai meninggalkan tempat itu begitu juga dengan alana. yuna. xian, yue, feng dan ketua keempat mereka langsung kembali ke penginapan untuk beristirahat
" semengerikan apa kekuatan asli dari gadis itu sampai batu penguji pun tak mampu menahan nya " ucap lin mey menggeleng dengan bibir tersenyum " sepertinya kali ini akademi bonzo akan menjadi yang terkuat dengan kehadiran mereka " lanjut nya lalu melesat pergi menuju ruang kepala akademi untuk memberitahu hal hebat ini
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments