pendaftaran murid baru

Hari ini adalah hari yang dinanti oleh banyak anak muda di seluruh penjuru kekaisaran. Hari di mana Akademi Binzo tempat para pewaris masa depan, pemburu takdir, membuka gerbangnya bagi murid-murid baru. Seluruh klan yang merasa memiliki anggota muda dengan potensi luar biasa, berbondong-bondong menuju akademi demi mengukir nama di masa depan yang belum tertulis.

Di lapangan utama milik Klan King, tampak lima sosok tengah berkumpul. Matahari pagi menyinari wajah mereka, membentuk bayangan panjang di atas batu-batu putih yang memantulkan cahaya lembut.

Mereka adalah King Xian, King Yuna, King Feng, King Yue, dan sang Ketua Keempat—lima perwakilan dari Klan King yang telah dinyatakan layak untuk mengikuti seleksi di Akademi Binzo. Namun ada satu sosok yang belum juga muncul.

“Ke mana Nona Alana? Sudah jam segini tapi belum datang juga. Apa dia lupa kalau hari ini adalah hari penting untuk pendaftaran akademi?” ucap Ketua Keempat sambil melirik langit. Nada suaranya tenang, namun ada kegelisahan yang tak dapat disembunyikan. Mereka sudah menunggu hampir satu jam.

Empat orang lainnya hanya terdiam, pasrah menanti tanpa satu pun keluhan. Mereka tahu, tidak mudah mendesak Alana, gadis yang kekuatannya lebih besar dari amarah langit.

Sementara itu, jauh di dalam kediaman Klan King, seorang gadis perlahan membuka matanya. Kelopak matanya bergetar, dan ia mengerjap pelan seakan baru kembali dari mimpi panjang. Dunia pagi menyambutnya dengan kehangatan cahaya, namun juga dengan tamparan realita.

“Oh tidak…” gumamnya pelan. Setelah beberapa detik memandangi langit yang sudah tinggi, ia menepuk dahinya. DIa baru sadar hari ini adalah hari pendaftaran di Akademi Binzo!

Tanpa membuang waktu, Alana bergegas mandi. Air yang menyentuh kulitnya terasa seperti cambuk dingin yang membangunkan seluruh kesadarannya. Ia mengenakan pakaian yang telah disiapkan sehari sebelumnya jubah berwarna hitam pekat dengan sulaman api dan es, simbol kekuatannya yang tak biasa.

Setelah siap, dia berpamitan kepada Ayahnya, King Kinzo, dan juga Bibi Ming. King Kinzo tak bisa ikut mengantarnya karena sedang sibuk mengurus dokumen penting klan. Sejak kematian pemimpin utama, beban berat itu sementara dipikul olehnya.

Langkah Alana cepat namun anggun saat ia menuju lapangan utama. Dari kejauhan, dia sudah dapat melihat kelima orang yang tengah menunggunya, bersama beberapa murid inti yang akan mengantar kepergian mereka.

“Maaf atas keterlambatan saya, Ketua… dan semuanya,” ucap Alana sambil membungkuk sedikit. Nada suaranya tulus, dan ada sedikit rasa bersalah di wajahnya.

“Tidak, Nona. Kami juga baru saja tiba,” jawab Ketua Keempat sambil tersenyum sebuah kebohongan putih demi menjaga keharmonisan.

“Kau tidak terlambat, saudariku. Tak perlu merasa bersalah,” sahut King Yuna sambil melingkarkan lengannya ke pundak Alana. Senyumnya merekah seperti bunga liar yang tumbuh di antara retakan batu indah dan tak terduga.

“Terima kasih, Jeje,” balas Alana sambil tersenyum hangat. Keduanya tertawa kecil, seolah persaudaraan mereka telah terikat sejak lama.

Empat pria yang berdiri di sana hanya bisa melongo tak percaya. King Xian bahkan mengerutkan dahi. "Sejak kapan mereka sedekat itu? Bahkan memanggil satu sama lain 'saudara'?"

DIa tahu, sejak kecil Yuna selalu membenci Alana. Bahkan pernah secara terang-terangan mencoba membunuhnya. Tapi sekarang... Yuna memanggil Alana sebagai saudarinya, dan Alana menyebutnya ‘Jeje’ sebuah panggilan hangat untuk kakak perempuan.

Namun melihat senyum tulus di wajah Yuna, sepertinya ini bukan kepura-puraan. Ini adalah kedewasaan yang lahir dari luka, dan mungkin… sebuah permintaan maaf yang dibungkus dalam perhatian.

Ketua Keempat ikut tersenyum lega. Akhirnya, King Yuna menyadari kesalahannya dan memilih berdamai. Itu lebih baik… daripada harus mati di tangan Alana.

Setelah semua berkumpul, Ketua Keempat yang juga berperan sebagai pembimbing, memberi sedikit arahan kepada lima muridnya. Suaranya tegas namun bersahabat, mengingatkan mereka untuk tetap menjaga nama baik klan, menjunjung kehormatan, dan tidak pernah menyombongkan kekuatan.

Lalu dia bersiul tiga kali. Tak lama kemudian, langit sedikit bergetar oleh suara kepakan sayap.

Dua ekor elang raksasa turun dari awan, mendarat anggun tepat di depan mereka. Tubuh mereka gagah, mata mereka tajam, dan sayapnya selebar gerbang istana. Aura magis mengelilingi tubuh mereka seperti riak api yang tak terlihat.

“Ini adalah binatang iblis peliharaan Pemimpin Klan terdahulu,” ucap Ketua Keempat. “Tenang saja. Mereka telah dilatih secara khusus sebagai tunggangan. Kita akan menggunakan mereka menuju Akademi Binzo. Jumlah mereka hanya tiga, jadi satu elang akan membawa dua orang.”

Mendengar itu, Alana segera menarik tangan Yuna. Mereka menaiki salah satu elang bersama, duduk berdampingan sambil menahan desiran angin yang mulai berhembus dari kepakan sayap.

Yang lain pun menyusul, dan tak lama kemudian, mereka pun terbang meninggalkan tanah kelahiran mereka menuju dunia baru, tempat takdir dan ujian menanti.

Di langit biru yang luas itu, mereka tampak kecil. Namun mimpi dan ambisi yang mereka bawa… jauh lebih besar dari segala batas yang pernah ada.

Teriakan penuh semangat menggema dari kerumunan murid yang mengantar kepergian para calon peserta seleksi Akademi Binzo. Di antara riuhnya suara, nama Alana bergema paling lantang, seakan menjadi melodi yang merasuk ke dalam dada.

“Nona Alana, semangat! Kami yakin kau akan lolos tahap pertama!”

“Nona Alana! Kami akan menyusulmu nanti!”

Ucapan-ucapan selamat itu menari-nari di udara, mengiringi langkah keberangkatan mereka dengan doa dan harapan. Namun tidak semua telinga mendengar namanya disebut tidak semua hati menikmati sorak sorai yang sama. Di sudut kereta angin yang siap mengudara, wajah-wajah muram tampak cemberut.

“Dasar laki-laki. Kalau sudah melihat gadis cantik, langsung lupa sama teman sendiri,” gumam King Xian lirih, suaranya masih sempat ditangkap oleh telinga ketua keempat yang hanya membalas dengan senyum kecil penuh pengertian.

Dengan satu isyarat tangan dari ketua keempat, ketiga burung iblis raksasa mengepakkan sayapnya yang luas. Angin deras menerpa wajah mereka saat binatang langit itu terbang, mengangkat keenam penumpangnya menuju langit, meninggalkan jejak angin dan debu yang menari di antara lambaian tangan para murid yang masih meneriakkan nama Alana.

Di atas langit yang bersih, di antara awan-awan putih yang seolah menari, King Yuna memutar kepala dan tersenyum menggoda.

“Bukankah sekarang saudariku ini telah menjadi idola para lelaki?” ucapnya, matanya berbinar jenaka.

Alana menunduk pelan, pipinya merona merah seperti mawar yang malu bermekaran di pagi hari. “Ah, Jeje… aku hanya gadis biasa. Mereka saja yang berlebihan,” jawabnya, mengalihkan pandangan ke awan yang melayang tenang.

King Yuna menahan keinginan untuk mencubit pipi gadis itu, matanya menghangat melihat kejujuran polos dalam sikapnya.

“Siapa sangka, dulu dia yang selalu direndahkan kini menjadi sumber harapan. Tak ada yang percaya gadis kecil itu akan berdiri setinggi ini,” gumam King Feng, matanya menerawang jauh ke arah cakrawala.

“Benar. Dulu mereka menatapnya dengan hina. Tapi kini? Bahkan pemimpin klan pun tak berkutik di hadapannya,” sambung King Yue, suaranya meresap dalam, seakan ikut menyesap pahit manis masa lalu Alana.

King Xian hanya terdiam. Dalam hatinya, ia menyimpan keinginan yang tak mampu diucapkan permintaan maaf yang telah lama terpendam. Tapi rasa takut menahan lidahnya, takut ditolak, takut terlambat.

Ketua keempat menarik napas panjang, suaranya seperti bisikan angin yang jujur, “Dulu aku pun bersalah. Tak pernah kulihat cahaya dalam dirinya, padahal dia adalah bintang yang hanya tertutup debu. Aku malu... karena dulu aku terlalu sombong untuk mengajarinya.”

Perjalanan mereka terus berlanjut hingga mentari hampir tenggelam di ujung langit. Warna jingga membalut cakrawala seperti lukisan surgawi. Elang iblis menurunkan ketinggian saat mereka mendekati perbatasan sebuah desa yang letaknya tak jauh dari Akademi Binzo.

Karena ada larangan dari Kaisar Long untuk tidak menggunakan binatang iblis dalam wilayah istana kekaisaran, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Meskipun Alana bisa saja sampai dalam sekejap dengan peringan tubuhnya, kali ini ia memilih menikmati perjalanan.

“Kadang, keindahan terletak pada langkah-langkah kecil, bukan pada seberapa cepat kita sampai,” bisiknya pada dirinya sendiri.

Setibanya di gerbang desa, beberapa prajurit kekaisaran menahan mereka.

“Tunjukkan kartu identitas kalian,” ucap salah satu penjaga tegas.

Mereka pun menunjukkan kartu keanggotaan klan masing-masing, dan setelah pemeriksaan singkat, mereka diizinkan masuk.

Desa itu ramai dan hidup. Pedagang berteriak menawarkan dagangan, anak-anak berlarian, dan para ibu sibuk dengan belanjaan mereka. Kehidupan berjalan dalam irama yang indah dan tak terganggu.

“Wah, tak kusangka desa ini seramai ini,” ujar King Yuna, kagum.

“Senior, sepertinya lebih baik kita mencari penginapan untuk malam ini,” usul Alana, merasa risih dengan banyaknya pandangan yang tertuju padanya.

Ketua keempat mengangguk mengerti. Sejak awal masuk, dia menyadari tatapan orang-orang tak pernah lepas dari Alana dan Yuna.

“Baiklah. Hari juga sudah sore. Kita bermalam di sini dan lanjutkan perjalanan besok,” ucap ketua keempat, memimpin jalan.

Tak butuh waktu lama, mereka menemukan sebuah penginapan besar berlantai tiga. Lantai pertamanya merupakan restoran, sementara kamar-kamar tersebar di lantai dua dan tiga. Resepsionis menyambut mereka hangat. Ketua keempat memesan tiga kamar untuk enam orang. Alana tak keberatan berbagi kamar, terlebih bersama King Yuna.

Langit mulai menutup hari dengan tirai gelap. Di kejauhan, bintang-bintang bersinar malu-malu, seolah ikut bersaksi atas perjalanan gadis yang dulu diremehkan dunia namun kini mulai menapaki jalan takdirnya sebagai cahaya yang tak bisa dipadamkan.

Saat sedang memperhatikan sekeliling, pandangan Alana terpaku pada segerombolan pemuda yang duduk tak jauh dari pintu masuk penginapan. Mereka mengenakan pakaian serba hitam, dengan ekspresi dingin dan sorot mata yang tajam seperti mata elang yang tengah mengintai mangsanya. Meski berusaha menyembunyikan kehadiran mereka, aura pembunuh yang mereka bawa tak mampu disamarkan dari mata seorang kultivator tingkat Dewa.

Angin malam berhembus lembut, membawa serta bisikan halus yang terasa aneh di telinga Alana. Aura itu... meskipun samar, terasa begitu familiar. Senyum tipis terlukis di sudut bibirnya.

“Ternyata kalian di sini juga... Aku masih ingat baik-baik bau darah yang pernah melekat di tubuh kalian,” batinnya dalam hati. Aura mereka tajam dan beracun, seperti duri mawar hitam di malam gelap mengingatkannya pada kelompok pembunuh bayaran yang pernah dia temui di medan pertarungan beberapa bulan lalu.

Alana tak mengatakan apa-apa. DIa hanya diam, namun mata elangnya mencatat setiap gerak-gerik mereka. Malam belum selesai berbicara, pikirnya.

Setelah menerima kunci kamar dari resepsionis, rombongan itu lalu naik ke lantai atas. Tangga-tangga kayu mengeluarkan bunyi lirih setiap kali diinjak, seolah menceritakan kisah orang-orang yang pernah melewatinya. Langkah mereka pelan, namun masing-masing membawa beban pikiran yang berbeda.

Ketua keempat mendapatkan kamar bersama King Xian, sementara King Feng akan berbagi kamar dengan King Yue. Alana tentu saja satu kamar dengan King Yuna, seperti yang telah direncanakan sejak awal.

Sebelum mereka berpisah, ketua keempat berbalik dan mengingatkan, “Ingat, kita berkumpul di bawah pukul tujuh pagi untuk sarapan. Setelah itu, kita lanjutkan perjalanan ke Akademi.”

“Baik, Ketua!” jawab mereka serempak.

Alana menguap pelan, lalu menggosok matanya yang sudah mulai terasa berat.

“Ayo, Jeje… saya sudah sangat mengantuk,” katanya manja, suaranya serak namun lembut seperti bisikan angin di ujung malam.

King Yuna tersenyum dan membuka pintu kamar mereka. Begitu masuk, ia langsung menuju kamar mandi kecil untuk mencuci tangan dan kaki kebiasaan lama yang tak pernah dia tinggalkan. Ibunya selalu menekankan kebersihan sebelum tidur, dan hingga kini, kebiasaan itu melekat erat.

Sementara itu, Alana langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang. Kasur empuk menyambutnya seperti pelukan awan, dan seketika itu pula ia memejamkan mata. Dingin malam menyusup lewat celah jendela yang terbuka sedikit, namun hangatnya lelah membuatnya tak peduli.

Langit di luar jendela telah berubah menjadi lautan hitam bertabur bintang. Malam menggenggam rahasia-rahasianya erat, dan di antara bintang-bintang itu, ada satu cahaya kecil yang tetap menyala terang—seperti semangat Alana yang tak pernah padam meski dunia pernah merendahkannya.

Di luar kamar mereka, desa perlahan tertidur. Namun tak semua jiwa berselimut damai. Di sudut-sudut tergelap, niat-niat jahat mulai merangkak, menunggu waktu yang tepat untuk mengoyak kedamaian.

Tapi malam ini, sang bulan menjadi saksi bahwa seorang gadis kuat telah datang dan mereka yang berniat jahat akan segera menyadari, bahwa yang mereka incar bukanlah mangsa, melainkan api yang dapat membakar mereka hidup-hidup.

-

Gimana nih ceritanya 😁😁😁 masih penasaran kan🤭🤭

yuk ikuti terus proses alana untuk mencapai impian nya menjadi kultivator puncak

Episodes
1 AWAL
2 IDENTITAS BARU
3 MULAI PELATIHAN
4 ORGANISASI KALAJENGKING HITAM
5 puncak bulan
6 SILUMAN API
7 NAGA HITAM PENGHUNI PUNCAK BULAN
8 BUKAN GADIS BIASA
9 kematian ketua sin kalajengking hitam
10 KEMBALI KE KLAN
11 PETARUNG DEWA TAHAP AWAL
12 TAK SEBANDING
13 PERTEMUAN KLAN kematian pemimpin klan
14 MENJADI SAUDARA
15 pendaftaran murid baru
16 LAGI LAGI BANDIT LAUT
17 PANGERAN YANG SOMBONG
18 UJIAN TAHAP 1 ( warna yang alana capai)
19 SILUMAN GORILLA
20 UJIAN TAHAP 2
21 pemuda dari alam neraka
22 orang aneh
23 PETUNJUK TENTANG IBU
24 KEKACAUAN
25 RENCANA KAISAR
26 JANGAN MACAM MACAM DENGAN KU
27 KEMARAHAN ALANA
28 KEMATIAN KAISAR LONG DAN IBLIS GRASELA
29 KEBENARAN
30 UJIAN TAHAP KE 3 bagian 1
31 ujian tahap 3 bagian 2
32 ujian tahap 3 bagian 3
33 Rencana weiheng ( kepala keluarga gong)
34 PEDANG SALJU
35 memulai rencana
36 BERSELISIH TEGANG
37 kalian ingin berperang dengan ku
38 keputusan alana
39 PEPERANGAN #1
40 PEPERANGAN #2
41 KEDATANGAN SEKUTU
42 kekalahan bangsawan gong dan kekaisaran
43 KEKOSONGAN POSISI
44 PENYUSUP
45 jalan jalan
46 pelantikan
47 dilema
48 rencana pemimpin klan fu
49 malaikat maut berwajah bidadari
50 Rencana yang tersembunyi
51 kehangatan keluarga
52 memulai aksi
53 keributan kecil
54 manusia iblis bertanduk
55 akhir dari pemimpin klan fu
Episodes

Updated 55 Episodes

1
AWAL
2
IDENTITAS BARU
3
MULAI PELATIHAN
4
ORGANISASI KALAJENGKING HITAM
5
puncak bulan
6
SILUMAN API
7
NAGA HITAM PENGHUNI PUNCAK BULAN
8
BUKAN GADIS BIASA
9
kematian ketua sin kalajengking hitam
10
KEMBALI KE KLAN
11
PETARUNG DEWA TAHAP AWAL
12
TAK SEBANDING
13
PERTEMUAN KLAN kematian pemimpin klan
14
MENJADI SAUDARA
15
pendaftaran murid baru
16
LAGI LAGI BANDIT LAUT
17
PANGERAN YANG SOMBONG
18
UJIAN TAHAP 1 ( warna yang alana capai)
19
SILUMAN GORILLA
20
UJIAN TAHAP 2
21
pemuda dari alam neraka
22
orang aneh
23
PETUNJUK TENTANG IBU
24
KEKACAUAN
25
RENCANA KAISAR
26
JANGAN MACAM MACAM DENGAN KU
27
KEMARAHAN ALANA
28
KEMATIAN KAISAR LONG DAN IBLIS GRASELA
29
KEBENARAN
30
UJIAN TAHAP KE 3 bagian 1
31
ujian tahap 3 bagian 2
32
ujian tahap 3 bagian 3
33
Rencana weiheng ( kepala keluarga gong)
34
PEDANG SALJU
35
memulai rencana
36
BERSELISIH TEGANG
37
kalian ingin berperang dengan ku
38
keputusan alana
39
PEPERANGAN #1
40
PEPERANGAN #2
41
KEDATANGAN SEKUTU
42
kekalahan bangsawan gong dan kekaisaran
43
KEKOSONGAN POSISI
44
PENYUSUP
45
jalan jalan
46
pelantikan
47
dilema
48
rencana pemimpin klan fu
49
malaikat maut berwajah bidadari
50
Rencana yang tersembunyi
51
kehangatan keluarga
52
memulai aksi
53
keributan kecil
54
manusia iblis bertanduk
55
akhir dari pemimpin klan fu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!