Bagian 11

*Di awal musim semi, saat Emilia berusia lima belas tahun, ibunya mengajaknya berkunjung ke rumah keluarga William untuk pertama kali.

Disaat orang tuanya bercakap dan minum teh di ruang keluarga, Emilia diberi kebebasan untuk berkeliling rumah; melihat kebun mawar yang dipelihara Nyonya William, melihat perpustakaan milik Tuan William dan yang membuatnya takjub adalah sebuah kubah kaca yang terletak di taman belakang.

Sebuah suara piano seakan mengundang Emilia untuk mendekat. Ia terpana. Di dalam kubah kaca itu ternyata ada sebuah piano berwarna putih dan pemuda berambut hitam itu sedang memainkannya tanpa menyadari kehadiran Emilia.

Jantungnya berdegup kencang, meski pemuda itu membelakanginya, namun Emilia merasa gugup setengah mati. Semilir angin musim semi menerbangkan kelopak-kelopak mawar dan Emilia berdiri di sana sampai pemuda itu menyudahi permainannya.

"Sudah puas melihatnya?"

Emilia terlonjak. Dugaannya salah besar. Sejak kapan pemuda itu menyadari keberadaannya?

Sang pemuda berbalik, helaian rambut hitam tampak berayun tertiup angin. Emilia bisa melihat sepasang manik hitam yang sangat menawan dan terlihat misterius secara bersamaan.

"Apa kau bisu, Nona?"

"Ah!" Emilia gelagapan. Kedua tangannya bertaut gelisah di depan tubuh, sementara pipinya sudah memerah dengan sempurna. "M-Maafkan aku!" Ia buru-buru membungkukkan tubuh dan berbalik. Berlari untuk menutupi rasa malunya karena ketahuan memperhatikan pemuda tampan itu.

Meski begitu, Emilia pergi dengan senyum merekah di bibirnya. Saat itu ia merasa bahwa ia telah menemukan pangeran impiannya.

Ia telah jatuh cinta pada seorang pemuda yang tidak diketahui namanya.

***

Semenjak pertemuannya dengan sang pemuda berambut hitam, Emilia jadi sering berkunjung ke rumah keluarga William. Ia menjadi dekat dengan Nyonya dan Tuan William—juga Alex William, pemuda yang menjadi cinta pertamanya. Pemuda yang beranjak menjadi seorang pria dewasa itu adalah kepribadian yang tenang, cerdas dan sedikit pendiam. Tapi yang membuat Emilia lebih kagum karena Alex adalah pemuda yang multitalenta. Dia bisa memasak, melukis, memainkan beberapa alat musik, bahkan bela diri. Dia adalah sebuah paket lengkap. Seorang suami masa depan yang akan selalu diidamkan semua orang.

Sampai ia mendengar suatu percakapan antara ibunya dan Nyonya William pada hari itu.

"Jika aku mempunyai anak perempuan, aku harap dia akan tumbuh seperti Emilia. Cantik, lemah lembut dan cerdas."

Nyonya Swan tersenyum bangga. "Anda bisa memilikinya," guraunya diselingi kekehan.

"Bukankah Alex dan Emilia terlihat serasi?"

Kedua wanita itu saling bertatapan dan tersenyum penuh arti.

"Aku rasa Emilia tak akan menolak seorang pemuda sempurna seperti Alex."

"Ya. Kita harus menjodohkan mereka berdua."

***

Mengetahui berita perjodohan itu, Emilia bahagia bukan main. Meski Alex tak menunjukkan ketertarikannya pada perjodohan itu, tapi pemuda itu tak pernah menolak segala permintaannya. Emilia melewati hari-harinya dengan baik, dengan penuh kebahagiaan, seolah badai tak akan pernah datang.

Ya. Kadang badai bisa datang kapan saja. Tanpa disangka dan tanpa diduga, bahkan tanpa tanda-tanda sekalipun.

Setelah kabar duka atas meninggalnya Tuan William, Emilia memulai babak baru dalam hidupnya. Saat itu Alex harus menggantikan posisi Tuan William di perusahaan meski usianya masih cukup muda. Mereka jadi jarang bertemu, bahkan berkomunikasi pun hanya sesekali. Disaat itulah, Emilia menyadari bahwa ada sosok lain di rumah keluarga William. Seseorang yang sedikit mirip dengan Alex namun memiliki usia yang sama dengannya—Eros William.

Menginjak bangku sekolah menengah atas, takdir menempatkan mereka pada sekolah yang sama dan kelas yang sama. Lalu semuanya berjalan begitu saja, karena kepribadian Eros yang lebih terbuka dan blak-blakan, Emilia jadi cepat beradaptasi—bahkan dengan kedua teman pemuda itu, Leo dan Steve.

Meski Emilia sudah hampir tak berhubungan dengan Alex, namun setidaknya ia tak akan merasa kesepian karena Eros akan selalu ada bersamanya. Menemaninya berbelanja, menemaninya ke salon, menemani kemana pun Emilia ingin pergi. Ia tak memungkiri bahwa perasaan nyaman itu ada untuk Eros. Dan Eros juga tak bisa memungkiri bahwa ia telah jatuh hati pada Emilia.

Meskipun Alex jarang berada di rumah, tapi ia selalu memperhatikan bagaimana Eros menyebut nama Emilia dengan penuh damba. Dalam sekejap ia menyadari bahwa adiknya telah jatuh cinta pada perempuan yang telah dijodohkan dengannya.

Di sore hari, saat senja menyorot ruang-ruang kelas yang sepi, disana Eros mencium Emilia untuk pertama kali. Memberikan sebuket bunga dan mengutarakan perasaannya yang begitu besar.

Meski Emilia mengangguk dengan mata berkaca-kaca pada sore itu, Eros tidak tahu bagaimana hati perempuan itu begitu kalut.

Disatu sisi ia tidak bisa menyakiti Eros dengan berkata yang sebenarnya pada pemuda itu, namun disisi lain cintanya pada Alex adalah mutlak. Seandainya mereka bukanlah saudara, mungkin semuanya tidak akan rumit.

Dan seandainya Emilia dapat bertindak tegas saat itu, mungkin mereka semua tak perlu sama-sama terluka.

***

"Jadi kau mencintai Alex?"

Pesta perpisahan SMA mereka adalah hari terburuk dari segala yang terburuk bagi Emilia. Secara kebetulan, Eros mendengar percakapannya dengan Alex, seolah pemuda itu memang telah mencurigai mereka sejak awal.

"Jadi selama ini kau hanya pura-pura? Selama ini kau hanya mempermainkanku?!" Eros marah. Benar-benar marah. Emilia bahkan tidak berani walau hanya untuk mengangkat kepala.

"Eros, aku—"

"Percuma saja kau menjelaskan semuanya padaku. Jika kau adalah seorang pria, aku pasti sudah menghabisimu saat ini." Eros sangat mengerikan. Tatapannya yang dingin dan nadanya yang meninggi mampu membuat Emilia gemetar. "Kau adalah yang terburuk, Emilia."

Air mata tak dapat dibendung lagi, Emilia menangis meski tanpa suara. Hatinya hancur tapi Eros pasti lebih hancur darinya. Meski setelah ini ia tak perlu menyembunyikan apapun lagi dan bisa kembali pada Alex yang ia cintai.

"Kau lebih buruk dari sampah sekalipun, Emilia. Kau dan Kakakku, sama-sama tidak berguna!"

Malam itu adalah malam terakhir dimana ia melihat Eros dan tatapan tajamnya, karena malam-malam berikutnya sosok Eros kembali berganti menjadi Alex. Sejak saat itu juga ujaran kebencian berbalik menyerang ke arah Emilia yang dulu banyak dikagumi orang-orang.

Bukan keinginan Emilia untuk mencintai Alex ataupun menyakiti Eros, sejatinya ia bukan pemilik hati itu sendiri.

Ia hanya berusaha memilih, karena cinta dan patah hati itu akan selalu bersanding.

***

"Semua ini bukan sepenuhnya salahmu, Emilia."

"Tidak. Seharusnya aku bisa jujur sejak awal dan semuanya pasti tak akan menjadi seperti ini..."

Alex mendekapnya dengan erat untuk meredam suara tangisan Emilia yang begitu menyayat hati.

"Aku yang paling tua disini, seharusnya aku yang bisa memberikan penjelasan pada Eros tentang hubungan kita. Tapi aku malah sibuk dengan perusahaan dan mengabaikan kalian berdua." Tatapan Alex sendu, mengarah pada langit malam, dimana pesawat—yang mungkin saja—membawa Eros baru saja melintas di atas kepalanya. "Tapi semuanya juga sudah terjadi, aku berjanji akan selalu memperhatikanmu dan melindungimu mulai saat ini."

"L-Lalu bagaimana dengan Eros?"

Alex hanya menarik napas pelan, lalu mendekap Emilia tanpa menjawab apapun lagi.

"Kuharap dia akan menemukan cinta sejatinya," gumamnya dalam hati*.

Terpopuler

Comments

ranimna

ranimna

dari awal emank emilia yg salah, udah tau di jodohin sama alex, kenapa mau aja pas eros nyatain cinta.. cwe serakah

2020-09-16

2

Soraya🌞

Soraya🌞

banyakin promo thor biar banyak yg mampir,, soalnya ceritanya udah bagus

2020-09-15

1

Raafi dahlia

Raafi dahlia

mulai suka sama alur nya thor....👍

2020-09-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!