Bagian 8

Berita pernikahan Emilia dan Alex masih menjadi topik terpanas, tapi media tak luput menyoroti pertunangan Eros dan Selena yang terkesan sangat mendadak.

Sambil menyeruput tehnya, Nyonya William melirik tayangan televisi yang menampilkan potret Selena bersama putra tunggal Smith—berpose cukup intim. Dan setelahnya potret Eros ditampilkan, bersama deretan kalimat yang membuat Nyonya William dengan cepat menekan tombol off pada remote-nya.

Nama baik keluarga William tampaknya semakin buruk, apalagi setelah kematian suaminya dan terkuaknya hubungan Emilia dan Alex. Bak menabur garam pada luka, Eros dengan sengaja membuat kejutan dengan melakukan pertunangan bersama seorang wanita yang telah ia ketahui sebagai model majalah dewasa.

Menghela napas pelan, Nyonya William mengangkat sebelah tangannya ke udara, memberi isyarat pada seorang pria berjas hitam untuk segera menghampirinya. "Siapkan mobil, kita pergi ke rumah lama setelah ini."

***

Alex mengikat dasinya sambil melirik Emilia yang masih terlelap dari pantulan cermin. Wanita itu tertidur dengan damai, sesekali sempat mengubah posisi.

Acara pernikahan kemarin pasti sangat membuat Emilia merasa lelah, baik fisik maupun hatinya. Impian pernikahan sakral yang harusnya menjadi hari besar bagi mereka berdua ternyata harus sirna ketika Eros benar-benar membuktikan niatnya untuk bertunangan.

Alex tak bisa menolak keinginan Eros karena ikatan darah yang mereka miliki. Dan ibunya tak bisa berkutik karena Eros adalah putra bungsu yang sangat ia cintai. Meskipun sekarang, semuanya terasa renggang. Ada celah tak terlihat yang membuat jarak di antara mereka bertiga.

Terhanyut dengan pikirannya, Alex sampai tak menyadari bahwa Emilia sudah beringsut dari tempat tidurnya dan mengendap di belakang pria itu secara diam-diam. Tanpa peringatan, Emilia melingkarkan tangannya dan mendekap Alex sambil menghirup aroma pria itu dalam-dalam.

Alex melirik kedua tangan kurus yang memeluk pinggangnya dan tersenyum simpul. "You up?"

Emilia mengangguk, semakin mengeratkan pelukannya pada Alex. "Kau masih bekerja?"

"Sayang sekali—ya." Jemari besarnya mengelus lengan Emilia dengan lembut. "Aku janji akan pulang lebih awal."

Pelukannya terlepas saat Alex membalikkan tubuh dan merengkuh wajah Emilia yang polos tanpa polesan make up. "Saranku, lebih baik hari ini kau beristirahat saja. Aku harus segera menyelesaikan pekerjaanku agar kita bisa pergi bulan madu sesuai dengan keinginanmu."

Mata Emilia berbinar antusias. "Benarkah?"

Alex mengangguk dan mengacak rambut wanita itu dengan sayang. "Apapun akan kulakukan untukmu, maaf karena aku telah menempatkanmu dalam posisi yang sulit."

Emilia kembali memeluk Alex dan menyembunyikan wajahnya pada dada bidang sang pria. Tatapannya sendu. "Jangan menyalahkan dirimu, aku tidak ingin hidup dalam penyesalan."

"Ya. Aku tidak akan membuatmu menyesal."

***

Eros benar-benar memasang anjing-anjingnya di depan pintu gerbang. Apalagi setelah percakapan sengit semalam, Selena bisa melihat bagaimana pria itu melemparkan tatapan dingin padanya.

Dari balik jendela kamar, Selena menghembuskan napas kesal, lalu melirik sarapan pagi yang telah disiapkan di samping tempat tidur. Sudah seperti penjara saja, padahal mereka hanya sebatas tunangan, pura-pura lagi—tentunya dalam sudut pandang Selena. Wanita itu tak pernah tahu apa isi kepala sang pria. Tapi yang pasti ia tahu tujuannya, yakni membalaskan rasa sakit hatinya pada Emilia dan kakaknya sendiri.

Memang gila. Sebesar itukah rasa cinta Eros pada Emilia sampai-sampai ia merasa dengki dengan kakaknya sendiri? Pasti sangat sulit, tapi anehnya Selena sudah tak memiliki simpati sedikitpun.

Seorang pelayan masuk ke dalam kamar setelah ketukan pintu terdengar. Ia menundukkan kepala sejenak dan sempat melirik makanan yang masih utuh di samping tempat tidur. "Maaf mengganggu Nona, tapi Nyonya sedang menunggu Anda di bawah."

Nyonya?

***

Satu-satunya yang memecah keheningan di antara mereka adalah suara gemericik teh yang dituang oleh pelayan. Berbanding terbalik dengan Nyonya William yang duduk tenang sambil memusatkan pandangannya pada cangkir teh, Selena benar-benar dilanda kebingungan. Seandainya Nyonya William menanyakan sesuatu tentang hubungannya dengan Eros, ia harus menjawab apa?

"Aku tidak tahu bahwa kau juga tinggal di sini."

Selena mengangkat kepala, sehingga ia bisa melihat Nyonya William yang tak menampakkan eskpresi berarti. Ia menghela napas pelan sebelum menjawab, "saya tidak tinggal di sini."

"Kau tidur di kamar utama."

"Saya hanya menuruti apa yang dikatakan Eros."

Nyonya William menegakkan tubuhnya, memandang lurus pada Selena yang tampak anggun dalam balutan gaun hitam dengan kerah rendah. "Aku tidak membencimu, tapi jujur saja aku tidak bisa mempercayai orang asing," katanya sambil menyesap teh

"Dimana kau bertemu dengan putraku?"

Selena mengerjap, lalu dengan berani wanita paruh baya itu. Haruskah ia mengatakan yang sebenarnya?

"Kami berada di SMA yang sama."

"Begitu..." Nyonya William menaruh cangkirnya. "Berarti kau kenal dengan Emilia."

Selena menarik napas, "ya."

Nyonya William mengangguk pelan. "Lalu, keluargamu?"

Hening untuk beberapa saat.

Selena buang muka sebelum menjawab, "kedua orang tua saya sudah meninggal."

"Jadi karena itulah kau menjadi seorang model majalah dewasa?"

"Apa profesi saya mengganggu Nyonya?"

Nyonya William tersenyum hambar, Emilia dan Selena benar-benar dua orang dengan watak yang sangat bertolak belakang. Selena seperti versi Eros dalam bentuk wanita, tegas, lugas, jujur dan peka. "Sejujurnya—ya."

Selena menarik napas pelan. "Saya mengerti. Itu pasti sangat sulit untuk Nyonya."

"Sulit untukku?"

"Ya. Sulit untuk menerima saya."

Nyonya William kehabisan kata-kata. Selena sangat terang-terangan, wanita itu tidak rapuh seperti kelihatannya. "Apapun yang terjadi..." Nyonya William berdiri dan meraih tasnya. Tidak merasa nyaman saat berlama-lama bersama tunangan putra bungsunya. "...kuharap kau tidak membuat masalah dengan Eros."

Perkataan wanita itu mengandung banyak arti bagi Selena. Tapi sekali lagi ia hanya mengangguk dan ikut berdiri untuk menunjukkan tatakramanya. "Saya tahu posisi saya dimana, Anda tidak perlu khawatir."

Nyonya William meliriknya sebentar sebelum beranjak dari kursi dengan langkah tergesa. Wanita itu mencoba menyelamatkan harga diri keluarganya dan Selena mencoba untuk menyelamatkan harga dirinya sendiri.

Selena menghela napas lega saat suara mobil terdengar menjauhi rumah. Tubuhnya merosot di kursi dan sosok tangguh yang ia perlihatkan beberapa menit lalu tampak hilang dalam sekejap.

"Astaga...apa yang sudah kulakukan..."

Ia tidak pernah berbicara setegas itu pada orang tua. Tapi ia juga tidak bisa mengabaikan pandangan remeh Nyonya William padanya. Ia hanya membela diri.

"Nona."

Seorang pelayan menghampirinya.

Selena menoleh dan menegakkan tubuh. "Ada apa?"

"Tuan Eros memberitahu bahwa saya harus memastikan Anda tidak melewatkan sarapan."

Bahkan dengan ucapan Nyonya William tadi, Selena sudah merasa kenyang.

"Saya mohon, jika Anda tidak—"

"Aku mengerti," potong Selena. Para pelayan itu pasti tidak pernah berbohong, karena mereka akan menerima konsekuensi dari setiap kebohongan yang mereka lakukan. Eros bukanlah orang yang memiliki belas kasih yang tinggi dan ia mengerti mengapa para pelayan itu begitu tunduk kepada sang pria.

Selena kembali ke lantai atas diikuti dengan pelayan muda itu. Dengan menguatkan diri untuk tak berlari ke balkon dan kabur dari rumah ini, perhatian Selena kemudian beralih pada sebuah figura yang terletak di depan kamar Eros. Sepertinya ia melewatkan hal itu kemarin malam.

Pelayan muda itu menatap Selena yang malah berbalik arah menuju kamar sang Tuan Muda. Ingin melarang tapi ia tahu tak berhak untuk itu.

Selena menatap deretan figura yang tersusun rapih. Ada sebuah potret keluarga William dengan formasi utuh, potret Eros dan Alex, potret Nyonya William dan Tuan William yang baru ia ketahui telah meninggal dunia dari seorang pelayan tadi malam. Juga...

Selena mengernyit. Satu figura yang terletak diujung meja tampak tergeletak dengan posisi telungkup. Tangannya meraih figura itu dan menyangka bahwa saja benda itu memang jatuh tanpa ada orang yang mau memperbaiki posisinya.

"Siapa yang mengijinkanmu untuk menyentuh benda itu?"

PYAR!

Selena terkesiap. Matanya terbelalak saat suara Eros tiba-tiba terdengar di belakang tubuhnya, bersamaan dengan itu mata Selena terpaku pada figura yang telah hancur berkeping-keping di bawah kakinya. Namun potret Eros yang tengah berpelukan dengan Emilia masih cukup jelas untuk dilihat oleh kedua matanya.

Pria itu...

"Kau masih mencintainya?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!