"Eros katamu?!" Sam nyaris tersedak. Matanya melotot menatap Selena dengan kening mengernyit. "Eros cinta pertamamu itu?!"
Selena menuang air dingin pada gelas kaca dan meneguknya dengan rakus. Ia kembali menarik napas sebelum melirik Sam dan menjawab, "jangan ingatkan aku tentang hal itu."
Baru sekarang ia sadar, mengapa ia bisa tertarik pada pria tampan berhati iblis itu?! Apa bagusnya punya wajah tampan jika tidak punya hati?
Tidak. Tidak. Eros pernah menatap Emilia dengan penuh cinta. Tapi sekarang...sulit untuk menebak apa yang ada dalam kepala pria itu. Pancaran matanya adalah kebencian, tapi tindakan yang ditunjukkan Eros adalah kebalikan dari apa yang mungkin saja pria itu rasakan. Salah satu contohnya ketika Eros dengan ramah menjabat tangan Emilia padahal secara terang-terangan ekspresinya menunjukkan ingin membunuh sang wanita saat itu juga.
Selena bergidik. Ini seperti mimpi buruk yang tidak ada akhirnya. Mengapa ia harus terjebak di dalam konflik cinta rumit Eros dan Emilia? Tidak cukupkah penolakan pahit Eros terhadapnya saat sekolah dulu?
Sam mendesah panjang. Ia tak mampu menghalangi Eros karena semua orang tahu siapa pria itu dan dari keluarga mana. Tapi melihat Selena yang jelas-jelas tersiksa membuat Sam merasa terusik. Ia tahu bagaimana kisah pahit Selena. Eros memang pernah membuat wanita itu pergi ke sekolah dengan semangat, tapi juga membuat Selena harus memutuskan untuk berhenti sekolah setelahnya.
"Aku...benar-benar ingin membantumu, tapi aku bingung harus bagaimana." Sam menundukkan kepala. "Aku tidak mengerti mengapa dia kembali dan menyeretmu ke dalam situasi rumit seperti ini."
Selena tak menjawab. Hanya kembali meneguk air yang tersisa dalam gelas. Ia...merasa sangat lelah dan tidak mengerti.
***
"Aku sebenarnya tidak terlalu mengingat Hermia Selena." Leo melirik Steve yang duduk di bangku kemudi. "Kami terlibat projek untuk pemotretan produk parfum terbaru perusahaan. Banyak yang merekomendasikannya kepadaku."
Steve angkat bahu. "Sama sepertimu, mungkin semua orang hampir tidak mengingatnya. Tapi aku ingat satu hal..."
"Hmm? Apa itu?"
Steve menelan ludah, lalu melirik Leo ragu-ragu. "Gadis cupu yang ditolak Eros mentah-mentah adalah Selena. Kita yang membakar surat cintanya waktu itu atas perintah Eros dan...mengurungnya di gudang."
Leo terhenyak. "Tidak mungkin..."
Jadi itukah alasan Selena bersikap begitu dingin dan gelisah saat didekatnya waktu itu?
***
Emilia mengerjap pelan. Sosok Alex nyatanya bukan sekadar mimpi yang hadir di dalam tidurnya, namun sosok yang benar-benar nyata yang berdiri di depan pintu apartemennya saat ini. Setelan kerja pria itu masih rapih, hanya rambut hitamnya yang terlihat sedikit berantakan.
"Maaf jika aku bertamu di waktu yang tidak tepat."
Emilia tersenyum kecil dan mengangguk singkat. "Masuklah."
***
Setiap kali berkunjung, Emilia akan membuatkan teh hangat dengan campuran madu. Alex senang Emilia selalu memperhatikan kesehatannya, tapi disisi lain juga merasa kasihan karena setelah diperhatikan wanita itu terlihat lebih kurus akhir-akhir ini.
"Kau bertemu dengan Eros?" tanya Alex tanpa basa-basi ketika Emilia baru mendudukkan tubuhnya di sofa.
Emilia mengangguk, mencoba untuk terlihat baik-baik saja di hadapan Alex.
"Sebenarnya aku juga tidak tahu kapan tepatnya ia kembali," jelas Alex kemudian. Takut Emilia salah paham. "Tapi apapun yang terjadi, aku harap kau tetap pada pendirianmu."
Mereka tahu kalau rasa benci Eros mungkin saja lebih besar dari perkiraan mereka. Selalu akan ada balasan yang setimpal untuk rasa sakit hati yang Eros dapatkan. Tidak peduli dari siapapun itu.
Emilia tersenyum aneh. Jika ia mampu mengendalikan perasaanya, maka ia memilih untuk tak pernah terlibat dengan Eros atau Alex sekalipun. Tapi nyatanya cinta yang ia miliki untuk Alex semakin lama semakin besar. Semakin menahannya semakin ia merasa kesakitan sendiri. Dan pada akhirnya, Eros yang tanpa sengaja disakiti olehnya.
Digenggamnya tangan besar Alex dengan tangan halusnya. Pria itu lebih menderita daripada dirinya, karena harus menanggung kebencian dari adiknya sendiri.
"Aku mencintaimu, Alex. Dan akan selalu seperti itu sampai kapanpun. Walau apapun yang terjadi."
Alex tersenyum pahit. Lalu mengecup punggung tangan Emilia dengan khidmat. "Maafkan aku. Aku juga mencintaimu, Emilia."
***
"Cinta..." Eros menghirup rokoknya sambil bersandar di dinding dan tersenyum muak. Pintu di belakangnya terbuka dan menampakkan dua pasang manusia yang tengah bercumbu mesra. Satu mantan kekasihnya dan satu adalah kakak kandungnya. "...menjijikan sekali."
Rokok yang tinggal seukuran jari kelingking itu ia jatuhkan ke lantai, untuk kemudian ia injak hingga tak berbentuk. Remuk dan hancur seperti hatinya—dulu. Karena mulai hari ini ia akan menjadi api yang membakar siapapun yang telah berani memainkannya.
Termasuk Alex dan Emilia.
***
Eros benar-benar menepati ucapannya. Pria itu sudah berdiri di depan pintu apartemen ketika Selena masih mengenakan gaun tidurnya dengan rambut megar.
Dengan angkuh pria itu berkata, "kuberi waktu setengah jam untuk bersiap."
Selena melayangkan serapah sambil masuk ke kamar mandi dan kembali mengumpat. Daripada merasa sakit hati, Eros justru menyeringai mendengar semua kalimat yang keluar dari mulut Selena. Siapa sangka gadis cupu itu berubah menjadi wanita yang hobi mengumpat?
Waktu tiga puluh menit terasa sangat lama bagi Eros yang mempunyai kesabaran terbatas. Memasang wajah cemberut, Selena keluar dari kamarnya dengan setelan kasual. Sebuah kaos putih polos dan celana pendek di atas lutut begitu berbanding terbalik dengan penampilannya saat di hadapan kamera. Dan satu hal yang ia sadari, Selena ternyata mempunyai kaki yang sangat ramping dan jenjang. Yang justru sering ditutupinya saat sekolah dulu.
"Aku suka kau yang penurut seperti ini." Eros mendekat dan nyaris melayangkan satu kecupan untuk Selena jika wanita itu tak cepat-cepat memalingkan wajah.
"Jangan besar kepala," ketus Selena sambil melewati pria itu. "Aku tahu kau akan menyakiti orang-orang di sekelilingku seandainya aku menolak."
"Orang-orang mana yang kau maksud?" tanya Eros setengah mengejek. "Bukankah kau tidak pernah mempunyai teman?"
Selena mendelik. Ia menahan diri untuk tak memukul Eros dengan vas bunga yang ada di atas meja.
"Ah! Apa pria yang semalam itu adalah salah satunya?" Eros maju satu langkah dan berbisik, "berapa banyak pria yang ada di sekelilingmu sebenarnya? Apa Leo juga termasuk salah satu incaranmu?"
Selena memejamkan mata. Berdebat dengan pria itu hanya akan membuat kepalanya semakin sakit. "Katakan apapun yang kau mau. Aku sama sekali tak peduli." Ia berjalan ke arah pintu dan berbalik sebelum Eros sempat menyusulnya. "Apapun yang terjadi padaku setelah ini kau harus bertanggung jawab. Kau juga harus memenuhi semua keinginanku seperti janjimu waktu itu. Dan jika kau berani menyentuh Sam...akan ku pastikan, kau akan menyesal karena telah menyeretku ke dalam masalahmu."
Eros memalingkan wajah sambil tertawa. "Kau sedang mengancamku?" Namun tawanya segera menghilang saat Selena menatapnya dengan ekspresi dingin.
"Kau pikir karena siapa aku menjadi seperti ini?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Firchim04
Hai author semangat ya, aku mampir😊
Salam dari "Dosenku Sahabatku" dan "Suamiku Adik Kelasku"
2020-09-19
1
ranimna
semoga selalu begini sikap selena,, jangan sampe terjebak untuk ke 2 kalinya ya selena
2020-09-16
2
Vida Kasim
kasian Eros. ..
2020-09-16
0