Happy Reading
...⚠️WARNING⚠️...
...Mengandung benda tajam...
...dan adegan 16+...
...⚠️⚠️⚠️...
...Udah diperingatkan ya,...
...Hati-hati banyak typo......
...____________________________...
Nakula mengamati pisau di tangannya, matanya tertuju pada Alya yang kembali menunduk, mencoba menghindari pandangannya.
Tatapan matanya menjadi semakin gelap, dan senyuman sinis terlukis di wajahnya.
"Kamu pikir bisa kabur dariku begitu saja?" suaranya rendah, hampir berbisik.
"Kamu tak akan pernah bebas, Alya. Semakin kamu mencoba, semakin kuat aku akan mengikatmu."
Alya hanya bisa meremas ujung gaunnya, berusaha menenangkan dirinya meskipun tubuhnya gemetar hebat.
la tahu bahwa melawan hanya akan membuat Nakula semakin marah, namun ia tidak bisa menahan dorongan untuk bertanya.
"Kenapa kamu melakukan semua ini, Nakula?" suaranya terdengar rapuh, hampir seperti sebuah rengekan.
"Apa kamu tidak pernah merasa kasihan sedikitpun?"
Nakula terdiam, menatap Alya dengan pandangan yang sulit ditebak.
Sesaat, ekspresinya berubah menjadi sedikit melunak, namun itu hanya berlangsung sekejap.
la mendekatkan diri lagi ke Alya, dan kali ini, ia berbisik pelan di telinganya.
"Kamu sudah terlibat terlalu jauh, Alya. Dan sekarang, aku tidak bisa membiarkanmu pergi begitu saja."
Tanpa peringatan, Nakula menggerakkan tangannya, menarik Alya ke dalam pelukannya dengan kasar.
Alya terkesiap, mencoba melawan, namun tenaganya tidak cukup kuat untuk melepaskan diri dari cengkeraman Nakula.
"Lepaskan aku, Nakula! Aku tidak pantas diperlakukan seperti ini!" teriaknya, suaranya bercampur antara ketakutan dan kemarahan.
Namun, teriakan itu hanya membuat Nakula semakin mempererat pelukannya, membuat Alya semakin kesulitan bernapas.
"Shhh..." bisiknya dengan nada dingin.
"Teruslah berteriak, Alya. Tidak ada yang bisa mendengar mu disini. Hanya ada kamu dan aku."
la melepaskan pelukannya, lalu mendorong Alya ke kursi.
Tanpa memberinya kesempatan untuk melawan, ia kembali mengikat tangan Alya ke belakang kursi.
Alya berusaha menahan air matanya, menatap Nakula dengan tatapan benci sekaligus putus asa.
Hatinya berbisik bahwa tidak ada lagi harapan.
Tetapi di dalam dirinya, masih ada secercah kecil keinginan untuk bertahan, untuk melawan.
Bahkan meskipun hanya untuk sekedar mempertahankan harga dirinya yang telah lama ia korbankan.
Namun Nakula hanya memandangnya, mengabaikan air mata dan ketakutan di wajah Alya, seolah itu tidak berarti apa-apa baginya.
"Mulailah terbiasa, Alya." katanya pelan namun penuh tekanan.
"Karena ini bukan yang terakhir kalinya kamu akan berada di ruangan ini."
"Sekali lagi kamu mencoba kabur, aku tidak peduli lagi tentang larangan mu untuk tidak mengambil keperawanan mu sekarang." ucap Nakula tepat pada telinga Alya, membuat air matanya semakin deras mengalir.
Nakula menatap air mata yang mengalir di wajah Alya dengan ekspresi dingin, seolah sama sekali tak tersentuh oleh kepedihannya.
la melangkah mundur, memberi Alya ruang, namun tak pernah benar-benar melepaskan pandangannya yang tajam dan mengancam.
"Alya, kamu harus mengerti," ucap Nakula sambil menundukkan tubuhnya ke arah Alya, hingga wajah mereka berhadapan.
"Ini bukan tentang apa yang aku mau. Ini tentang apa yang harus kamu terima."
Alya terisak, matanya memancarkan campuran antara ketakutan dan ketidakberdayaan.
"Apa kamu benar-benar menikmati menyiksaku seperti ini?" suaranya terdengar lemah, hampir tak terdengar.
Nakula terdiam sejenak, wajahnya sedikit melembut.
Tapi hanya sesaat, karena kemudian dia tersenyum sinis.
"Terkadang, Alya, orang perlu belajar lewat cara yang keras. Kamu hanya perlu sedikit waktu untuk menerima kenyataan ini," jawabnya dengan nada penuh ejekan.
la merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kunci kecil.
Alya memandang kunci itu dengan penuh harapan, berharap ia akan dibebaskan dari ikatan yang menyakitkan.
Namun, seketika harapannya hancur ketika Nakula dengan santai mengantongi kembali kunci itu.
"Kamu sangat sayang bukan dengan gelar gadismu? Jika benar, menurut lah!" lagi-lagi ancaman Nakula membuat diri ketakutan. "Berhentilah mengikuti organisasi PMR!"
Alya merasa nafasnya semakin berat mendengar ancaman itu.
Tangannya yang terikat bergetar, namun ia berusaha untuk tetap tegar, meski seluruh tubuhnya berteriak ingin lari dari tempat itu.
"Kenapa kamu sangat ingin aku berhenti, Nakula? Apa yang begitu penting bagimu sampai kamu tega melakukan semua ini?" tanyanya lirih, mencoba mencari alasan dibalik kejamnya perlakuan Nakula.
Meski air matanya masih menetes, ia berusaha menatap Nakula dengan tegas.
Nakula tersenyum miring, seolah menikmati kebingungan dan keputusasaan Alya.
"Karena aku tidak ingin kamu membuang waktumu dengan hal-hal yang tidak berguna. Fokuslah pada hal yang kuberikan padamu, Alya. Kamu hanya butuh mengikuti perintahku."
Alya meremas ujung kursinya, tubuhnya kembali bergetar.
"Nakula...kamu tahu itu adalah impianku, kan? Aku...aku sudah berjuang keras untuk bisa ada di sana," katanya terisak, mencoba menyuarakan perasaan terdalamnya.
Nakula menggeleng dengan tatapan yang dingin.
"Impianmu? Impian itu tidak penting bagiku. Yang penting adalah kamu tetap di sisiku dan tidak melakukan hal-hal yang bisa membuatku khawatir atau kehilangan kendali."
Mendengar itu, Alya merasakan hatinya semakin hancur.
Seolah segala usahanya, segala impiannya, tak pernah berarti apa-apa bagi Nakula.
Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menguatkan diri.
"Kalau begitu, apa arti diriku bagimu, Nakula? Hanya sekadar boneka yang bisa kamu kendalikan?"
Nakula hanya tertawa kecil, lalu mendekati wajah Alya hingga jarak mereka hanya beberapa inci.
"Kamu adalah milikku, Alya. Tidak lebih, tidak kurang."
Nakula memajukan wajahnya membuat bibirnya dan bibir Alya bertemu.
Tangannya raba tengkuk Alya dan menekannya.
Seolah terbuai dengan sentuhannya bibir Nakula, Alya membalas ciuman itu.
Nakula tersenyum puas, tidak menyia nyiakan kesempatan itu, lidahnya menerobos masuk ke dalam mulut Alya dan mengabsen gigi-gigi yang ada pada mulut Alya itu.
Saat lidah Nakula menjelajahi mulut Alya, rasa cemas dan ketidakpastian bergolak dalam diri Alya.
Dia terjebak antara ketakutan yang melumpuhkan dan dorongan untuk membela dirinya.
Tanpa sadar, Alya merespons dengan lembut, seolah tubuhnya memiliki keinginan yang tak bisa dikendalikan.
Namun, saat Nakula semakin dalam, Alya merasakan dorongan untuk melawan muncul kembali.
la menarik napas dalam-dalam dan mengumpulkan keberanian, mendorong dada Nakula menjauh, memecah keheningan yang menyesakkan.
Nakula menatap Alya dengan campuran kekaguman dan amarah.
"Kamu benar-benar memiliki semangat yang tidak bisa padam, ya? Itu yang membuatmu menarik." jawabnya sambil mengusap pipi Alya dengan lembut, meskipun tatapannya tetap dingin.
Mendengar kata-kata Nakula, Alya merasakan getaran di dalam dirinya sebuah ketertarikan yang bertentangan dengan rasa takut yang ia rasakan.
"Kenapa kamu terus melakukan ini? Kenapa tidak membiarkanku pergi?" tanyanya, suaranya sedikit lebih tenang, seolah mencoba menjangkau bagian dari Nakula yang mungkin masih memiliki perasaan.
"Karena aku tidak bisa membiarkanmu pergi, Alya. Kamu adalah milikku, dan aku tidak akan membiarkan siapapun atau apapun menghalangi kita. Bahkan dirimu sendiri."
Alya menelan ludah, merasakan ketegangan di udara.
Apakah mungkin ada harapan di antara kegelapan ini?
la mengangguk pelan, mencoba memahami apa yang sebenarnya diinginkan Nakula.
"Aku hanya ingin merasakan bahwa aku berharga." ucapnya dengan tulus.
Tanpa peringatan, Nakula mengangkat dagu Alya, memandangnya dengan tatapan tajam.
"You are so precious to me, darling!" Nakula mencondongkan tubuhnya, kembali menciumnya dengan lembut.
...🐻🐻🐻...
...TBC...
...maaf kalau ada typo...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments