Chapter 2

Happy Reading

...________________...

...Hallo semua...kalian baca cerita ini pagi, siang, sore atau malam nih?? atau malah ada yang tidur?...

...∅∅∅...

...Ingat like dan komennya ya, hati-hati ya ada typo guys....

...—————————————————...

Alya menutup pintu lalu mengambil handphonenya yang ia taruh di meja belajarnya.

“Haah dia lagi” ucap Alya kesal.

Alya memutar malas bola matanya dengan terpaksa dia membalas pesan tersebut.

“Argh brengsek, kenapa hidup gue gak bisa tenang?” tanya Alya geram lalu melempar handphonenya ke kasur.

Saat Alya ingin membuang makanan itu tiba-tiba perutnya berbunyi dan dengan terpaksa ia memakan makanan itu.

Jam dinding menunjukkan pukul 05.35 sore dan Alya merasa bosan hanya berdiam diri di apartemen. “Bosen banget, mau jalan-jalan tapi ajak siapa ya?”

“Apa ajak Sasa aja ya?” tanya Alya pada dirinya lalu mengambil handphonenya dan menghubungi Sasa.

Call On

Nada panggilan terdengar sebelum akhirnya tersambung.

“Hello, ada apa, Lya?” suara Sasa terdengar ceria di ujung telepon.

“Sa, lo sibuk gak? Kalo nggak, kita jalan-jalan kuy.” Alya langsung ke inti pembicaraan.

“Kebetulan banget gue lagi nggak sibuk, tapi kemana?”

Alya berpikir sebentar, lalu tersenyum kecil. “Gimana kalau kita piknik ala-ala gitu?”

“Wah, gue setuju tuh! Tempatnya di mana?”

“Nanti gue sherlock ya.”

“Oke, gue siap-siap dulu ya.”

“Iya, sampai ketemu nanti.”

Tut… tut… tut…

Call Off

Alya mengerutkan kening, memikirkan lokasi yang cocok. “Nah, di sana aja,” gumamnya setelah menemukan tempat yang pas.

Tanpa buang waktu, dia melangkah ke kamar mandi untuk bersiap-siap.

Air dingin menyegarkan tubuhnya, menghapus sisa kantuk yang masih tersisa.

Setelah berpakaian santai dengan kaos putih longgar dan celana jeans pendek, Alya mengambil tas kecil berisi camilan ringan.

Saat melangkah keluar apartemen, angin sore menyambutnya dengan lembut.

Dia menarik napas dalam-dalam, menikmati udara yang sejuk sebelum akhirnya berjalan menuju taman.

...•••...

Taman yang berada tak jauh dari apartemennya terlihat cukup ramai sore itu.

Beberapa keluarga sedang duduk di atas tikar piknik, pasangan muda menikmati obrolan ringan, dan anak-anak berlarian dengan tawa riang.

Alya melirik jam tangan. “Lah, gue kira Sasa yang bakal duluan nyampe, ternyata gue.” Dia terkekeh sendiri, lalu memilih tempat di bawah pohon rindang yang agak sepi dari keramaian.

Tak lama kemudian, sosok yang dikenalnya melambaikan tangan dari kejauhan.

“Alya! Lo udah dari tadi ya? Sorry banget, tadi gue kejebak macet,” kata Sasa, sedikit terengah-engah.

Alya mengangkat bahu santai. ”Gapapa. Eh, lo udah bawa perlengkapannya kan?” tanyanya memastikan.

“Udah dong!” Sasa mengangkat tas besar di tangannya.

Mereka pun mulai menata makanan dan minuman yang mereka bawa.

Alya mengeluarkan sandwich yang sudah dia buat tadi pagi, sementara Sasa mengeluarkan buah-buahan dan dua botol minuman dingin.

Mereka menggelar tikar, lalu duduk bersandar di bawah bayangan pohon.

Langit sore mulai berubah warna, dari biru menjadi jingga keemasan.

Angin sepoi-sepoi membuat suasana semakin nyaman.

“Sumpah ini tuh bikin rileks banget,” gumam Sasa sambil menggigit anggurnya.

Alya tertawa kecil. ”Iya, kan? Gue butuh banget momen kayak gini setelah semua kekacauan yang terjadi.”

Sasa menoleh, memandang sahabatnya dengan ekspresi lembut. ”Lo baik-baik aja, kan?”

Alya terdiam sejenak, menatap langit yang semakin gelap.

Lalu, dia menghela napas dan tersenyum tipis. ”Untuk sekarang, iya.”

Mereka kembali bercanda, membahas hal-hal ringan, tertawa lepas seolah tak ada beban.

Sore yang damai itu mendadak berubah tegang.

“Eh, Alya… kok gue ngerasa orang itu ngeliatin kita deh,” bisik Sasa pelan, nadanya penuh kewaspadaan.

Alya yang tengah menggulung tikar spontan menoleh ke arah yang dimaksud.

Pandangannya bertemu dengan seorang pria yang berdiri tak jauh dari mereka, mengenakan hoodie hitam dan celana jeans gelap.

Sekilas, dia terlihat seperti orang biasa, tapi Alya mengenali sorot matanya dingin, penuh pengawasan.

Jantungnya berdegup kencang, nafasnya tercekat.

Tidak. Itu tidak mungkin.

Dia menelan ludah, berusaha menguasai diri, lalu menatap Sasa dengan wajah serius. “Sa, kita harus pergi dari sini.”

Sasa yang melihat perubahan ekspresi Alya langsung mengangguk, meski masih bingung.

Tanpa banyak tanya, mereka segera membereskan barang-barang dengan gerakan tergesa.

Tangan Alya sedikit gemetar saat memasukkan makanan ke dalam tas.

Begitu semua siap, mereka bangkit dan berjalan cepat ke parkiran.

Langit sore yang tadinya terasa hangat kini berubah menekan.

Sasa menoleh ke Alya, masih merasa ada yang tidak beres. “Al, lo bareng sama gue aja!” ajaknya, suaranya terdengar cemas.

Alya menggeleng tegas. “Enggak, Sa. Gue pulang sendiri aja.”

Sasa mengerutkan kening. “Tapi orang itu—”

“Udah, lo pulang aja. Nanti kalau gue udah sampai apartemen, gue bakal chat lo. Oke?” Potong Alya cepat, berusaha agar suaranya terdengar mantap.

Sasa menatap Alya, jelas tidak setuju, tapi dia tahu sahabatnya keras kepala.

Dengan berat hati, dia akhirnya menghela napas dan masuk ke dalam mobil. “Lo hati-hati ya, Al.”

Begitu mobil Sasa menjauh dan menghilang dari pandangan, Alya mengeratkan genggaman tangannya.

Dia menoleh ke arah pria tadi yang masih berdiri di tempatnya, sama sekali tak bergerak.

Tanpa pikir panjang, Alya melangkah mendekatinya.

“You're his subordinat'e, right?” katanya tajam, langsung menusuk ke inti.

(Kamu bawahannya, kan?)

Pria itu tidak bereaksi. Tidak mengiyakan, tidak membantah.

Alya mengepalkan tangan, rahangnya mengatup rapat.

Napasnya memburu, penuh emosi yang tertahan. “Tell him, stop bothering me and never look for me again! I'm fed up!”

(Katakan padanya, berhentilah menggangguku dan jangan pernah mencari ku lagi! Aku sudah muak!)

Tak menunggu jawaban, Alya langsung berbalik dan melangkah pergi.

...•••...

Setibanya di apartemen, perasaan gelisah masih menggerogoti dadanya.

Lift sedang di lantai atas, dan dia tak ingin menunggu lama.

Dengan langkah cepat, dia memilih menaiki tangga.

Setiap langkah terasa berat, seakan ada sesuatu yang menekannya.

Begitu sampai di unitnya, dia segera mengunci pintu dan merapatkan gorden.

Dengan tangan gemetar, dia mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan untuk Sasa.

Setelah mengirim pesan tersebut ia mengembuskan napas panjang, lalu berjalan ke kamar mandi.

Dia menyalakan keran dan membasuh wajahnya dengan air dingin, berharap bisa menghilangkan sisa ketegangan.

Namun saat menatap bayangannya di cermin, matanya menyiratkan sesuatu takut, marah, dan lelah.

“Sial banget hidup gue harus berurusan dengan seorang psikopat!” gerutunya lirih, nyaris seperti bisikan untuk dirinya sendiri.

Dia menutup matanya sejenak, lalu menghela napas panjang.

Tanpa membuang waktu, dia berganti pakaian dan langsung merebahkan diri di tempat tidur.

Di tempat yang berbeda seorang laki-laki bertopeng melancarkan aksinya yaitu meny*y*t t*b*h seseorang yang sudah jadi m*y*t.

Namun kegiatannya terganggu dengan kedatangan seseorang. “Ada apa?”

Laki-laki yang baru saja datang itu keluar dan menunggu di suatu ruangan.

Tidak lama laki-laki bertopeng itu menghampirinya. “Langsung ke intinya aja.”

“Gadis itu tau saya siapa dan mengatakan, berhentilah menggangguku dan jangan pernah mencari ku lagi! Aku sudah muak!” ucap laki-laki yang baru datang itu.

“Oh, dia tahu? berarti gadis itu masih ingat dengan kita,” jawab laki-laki bertopeng itu

Laki-laki yang baru datang itu menaikkan satu alis. “Tuan tidak marah?”

“Buat apa saya marah, sudah sekarang kau boleh pergi.” ucapnya mengusir laki-laki itu.

Lalu laki-laki itu berbalik dan melangkah keluar dari ruangan tersebut.

"Aku tidak sabar menanti hari esok dan melihat wajah cantiknya ketika ketakutan." gumam laki-laki bertopeng itu diakhiri dengan tawa khasnya.

...•••...

Sinar mentari pagi menerobos masuk melalui celah tirai kamar, menyinari seorang gadis yang masih terlelap.

Gadis itu adalah Alya.

Alya menggeliat pelan sebelum membuka matanya.

Saat melihat jam di dinding, ia tersentak. Setengah enam!

Dengan cepat, dia bangkit dari tempat tidur dan membuka tirai jendela, membiarkan udara pagi masuk.

Tak ingin berlama-lama, dia segera beranjak ke kamar mandi.

Beberapa menit kemudian, Alya keluar dengan seragam sekolah yang sudah rapi.

Rambutnya di kuncir sederhana, dan tak lupa ia merapikan wajahnya dengan makeup tipis agar terlihat segar.

Dia mengambil tasnya, lalu memasukkan buku-buku yang diperlukan hari ini.

“Semuanya sudah. Tinggal nunggu taksi aja.” gumamnya sebelum melangkah keluar, memastikan pintu kamar tertutup rapat.

Seperti kemarin, Alya memilih turun lewat tangga karena malas menunggu lift.

Setibanya di lobi apartemen, taksi yang dipesannya sudah menunggu.

Perjalanan menuju sekolah berjalan lancar karena masih pagi.

Jalanan tidak terlalu macet, sehingga tak butuh waktu lama bagi Alya untuk sampai di gerbang sekolah.

Sebelum turun, ia menoleh ke arah sopir taksi. “Terima kasih, Pak.”

“Iya, sama-sama.” jawab sang sopir ramah.

Alya pun keluar dari taksi dan melangkah masuk ke area sekolah.

Baru beberapa langkah, suara seseorang yang familiar terdengar.

“Alya...!”

Alya menoleh dan melihat seorang gadis berlari ke arahnya. Itu Sasa.

“Lama-lama gue budek tau gak!” omel Alya saat sahabatnya itu semakin mendekat.

Sasa mendengus. “Ish, gue kan mau ngasih tau lo sesuatu!”

Alya mengangkat alis, lalu kembali berjalan santai di lorong sekolah. “Apaan?”

Sasa mengejarnya dengan semangat. “Murid baru itu datang hari ini!”

Alya hanya mengangguk tanpa banyak reaksi lalu meninggalkan Sasa.

Tapi Sasa belum selesai. “Dan lo tau gak, dia pindahan dari mana?”

Alya menggeleng tanpa menoleh.

“Dari Amerika!” seru Sasa dengan antusias.

Langkah Alya langsung terhenti. “Hah, Amerika?”

Sasa mengangguk cepat. “Iya. Kok lo kayak kaget gitu?”

Alya berusaha terlihat tenang, tapi pikirannya mulai berputar.

‘Orang Amerika itu banyak, Alya. Tapi kenapa perasaan gue tiba-tiba gak enak ya?’

Dia menelan ludah sebelum bertanya, “Oh ya, Sa. Lo tau nama sekolah murid baru itu yang sebelum pindah gak?”

Sasa mengerutkan kening, mencoba mengingat. “Itu loh, sekolah lo yang dulu. SMA apa sih namanya, susah banget nyebutnya.”

Jawaban itu membuat Alya mematung.

Jantungnya berhenti berdetak dalam beberapa detik.

‘Semoga bukan dia….’ batinnya.

Sasa menatap Alya dengan cemas. “Lya, lo kenapa?”

Alya cepat-cepat menggeleng. “Hah? E-enggak papa, Sa.”

Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju kelas.

Namun baru beberapa langkah, suara jeritan histeris para siswi menggema di seluruh lorong.

Alya dan Sasa spontan menoleh ke arah kerumunan siswa yang berkumpul di depan gerbang sekolah.

Dua pria baru saja keluar dari dalam mobil hitam yang terparkir di sana.

Napas Alya tercekat. Dadanya terasa sesak.

Tangan Sasa meraih lengan Alya saat melihat perubahan ekspresinya. “Heh, kenapa lo?” tanyanya cemas.

Badan Alya bergetar. Wajahnya pucat pasi.

Saat lelaki itu menoleh ke arahnya, mata mereka bertemu.

Detik itu juga, darah Alya seperti membeku.

‘Sial… Sasa, tolong bawa gue pergi dari sini…’

Di kejauhan, lelaki itu menatap Alya dengan ekspresi yang sulit diartikan.

‘As expected,’ batinnya

Sasa mengguncang bahu Alya. “Lya! Sadar, heh!”

Alya menarik napas dalam, mencoba menguasai diri.

Dengan cepat, ia menggenggam tangan Sasa. “Sa, ayo ke kelas!” desaknya, langkahnya semakin terburu-buru.

Namun sebelum mereka benar-benar pergi, suara yang begitu familiar itu terdengar.

“Honey, why do you look so rushed?”

(Sayang, kenapa kamu kelihatan terburu-buru sekali?)

Alya membeku.

Suaranya…suara yang selalu menghantui mimpinya.

Dia enggan menoleh. Dia tidak ingin melihatnya.

Tanpa menjawab, Alya kembali berjalan dam semakin mempercepat langkahnya.

Setibanya di kelas, dia langsung duduk di bangkunya dengan tatapan kosong.

“Enggak mungkin!” serunya tiba-tiba, membuat beberapa siswa menoleh ke arahnya dengan heran.

Sasa menepuk pundaknya, menatapnya dengan penuh kekhawatiran. “Alya, lo kalo ada masalah cerita sama gue.”

Tapi Alya tidak menjawab. Tatapannya masih kosong, pikirannya berantakan.

Tak lama kemudian, suara langkah berat memasuki kelas.

“Anak-anak, Bapak minta waktunya sebentar!” ucap seorang guru saat memasuki kelas XI A.

Di sebelahnya, berdiri dua remaja laki-laki.

Saat melihat siapa mereka, Sasa menoleh ke Alya dengan wajah syok. “Lya…tampar gue sekarang dan bilang ini bukan mimpi.”

Alya menoleh perlahan, dan saat matanya bertemu dengan mereka, seluruh tubuhnya terasa lemas.

Bukan karena gurunya.

Tapi karena dua pria yang berdiri di depan kelas.

Alya menunduk, tak berani menatap mereka.

“Saya ingin menyampaikan bahwa ada siswa baru di kelas kalian. Silakan perkenalkan diri kalian,” kata sang guru.

Lelaki yang berdiri di sebelah kiri berbicara lebih dulu.

“Gue Vian Prasamana. Panggil aja Vian.”

Setelah itu, lelaki yang berdiri di sebelahnya melangkah maju.

Namun alih-alih langsung memperkenalkan diri, dia menoleh ke Alya.

Dengan langkah santai, dia berjalan ke meja Alya, membuat suasana kelas menegang.

Alya yang masih menunduk tidak sadar bahwa dia semakin dekat, sampai jari dingin lelaki itu mengangkat dagunya.

Bisikan pelan, namun penuh tekanan, terdengar di telinganya.

“Aku tidak suka saat aku berbicara tidak diperhatikan.”

Seluruh kelas langsung riuh. Para siswi histeris, sementara Sasa hanya bisa membeku di tempat.

Setelah puas melihat ekspresi Alya yang membeku, lelaki itu kembali ke tempatnya.

Lalu, dengan tatapan tajam yang tak lepas dari Alya, dia memperkenalkan diri.

“Gue Nakula Vagastia Aldari. Panggil aja Nakula.”

Alya menggigit bibirnya, berusaha menahan ketakutan yang kembali menyerang.

Sementara itu, Nakula hanya menatapnya, seolah mengatakan. ‘Aku sudah menemukanmu lagi.’

Guru mereka kembali berbicara. “Baik, karena guru yang akan mengajar kalian hari ini tidak masuk dan tidak ada guru penggantinya, kalian bebas melakukan apa pun. Jangan ada yang ribut atau bolos!”

Begitu sang guru keluar, suasana kelas langsung ramai.

Namun Alya tetap diam di tempatnya, tubuhnya terasa berat.

...🤡🤡🤡...

...Apa yang akan dilakukan Alya setelah ini dan Nakula akan melakukan apa........

......Next?......

Terpopuler

Comments

Pretty_Mia

Pretty_Mia

Luar biasa!

2025-01-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!