Stay With Me
POV. zeline
Aleta Zeline Al Malik. Nama yang diberikan oleh kedua orangtuaku dan mereka biasa memanggilku dengan sebutan zeline.
Saat ini aku telah berada di bandara internasional Soekarno Hatta yang berada di ibu kota Jakarta. Aku sedang duduk di kursi tunggu bersama dengan mamaku. Kami sedang menunggu papa dan kedua adik kembarku yang sedang mengambil barang-barang milikku.
Wanita cantik yang duduk di sampingku ini adalah idolaku. Dia sungguh yang terbaik bagiku. Bagi papa dan kedua adikku. Walaupun terkadang sedikit menjengkelkan karena sikapnya yang suka membatasi pergaulan kami.
Kulirik mama yang saat ini sedang menelepon seseorang sembari tertawa kecil. Entah siapa yang sedang dihubunginya, tapi aku bisa melihat guratan bahagia diwajahnya.
Kutarik sedikit ujung bibirku. Hatiku ikut merasa senang ketika melihat sosoknya yang saat ini merasa senang. Sekali lagi ku lirik jam tangan mewahku yang baru kemarin dibelikan oleh papa. My superhero. Penyelamat hidupku.
Ku Hela nafas panjang.
Papa kenapa lama sekali ? gumam ku dalam hati.
Kini kusandarkan punggung di sisi kursi. Menyamankan posisi dudukku sembari merasakan mood yang mulai memburuk. Sudah sekian menit menunggu papa dan kedua adik kembar ku, namun mereka belum juga muncul.
Sejenak aku kembali mengingat kejadian satu bulan yang lalu, sebuah tragedi yang telah dapat membawaku sampai disini setelah kunjunganku beberapa tahun silam.
Flashback on
Pintu ruangan kerjanya terbuka keras. Ammar menatap sosok istri dan putrinya yang saat ini telah berada di ambang pintu. Kedua wanita cantik itu perlahan masuk kedalam dan semakin mendekatinya.
Ammar mengernyitkan keningnya karena merasa bingung. Lelaki itu terkesiap melihat sosok putri kesayangannya yang tampak kacau. Wajahnya terlihat sembab seperti habis menangis.
"Ada apa ini?" tanyanya santai. Walau sebenarnya isi kepala sudah tidak karuan.
"Mas nggak tau, kalau putri kesayangan Mas ini mendaftar calon mahasiswa baru di universitas Indonesia. Pokoknya, aku nggak setuju dengan keputusanmu yang membiarkan dia mengambil tempat kuliah sesuai dengan keinginannya," ucap nia dengan amarah yang meledak-ledak.
Ammar kini mengalihkan pandangannya, menatap Zeline. Dia tidak bisa berkata apapun untuk saat ini.
"Hei ... bicaralah dengan perlahan, Sayang," tutur Ammar pada istrinya.
Lelaki itu tampak berdiri, melangkah perlahan menghampiri putri dan istrinya. Merangkul bahu mereka dan Menggiringnya menuju sofa yang ada di dalam ruang kerjanya tersebut.
Kedua wanita berbeda usia itu segera duduk dengan patuhnya. Ammar masih berdiri dengan memasukkan kedua tangannya kedalam kantong celananya.
Lelaki itu menatap lekat kedua wajah wanita yang ada di depannya secara bergantian. Dia bisa melihat jika istrinya saat ini sedang merasa kesal.
"Zeline ingin melanjutkan pendidikannya di Indonesia. Aku sangat keberatan dengan keputusannya, Mas," ucap nia.
Zeline menoleh kearah mamanya.
"Mama ... Zeline mau melanjutkan pendidikan di sini atau di mana pun yang terpenting kan, Zeline nyaman, juga sesuai dengan keinginan Zeline, Ma," sahut Zeline yang kini telah kembali menangis.
Zeline melangkah lebar menghampiri papanya. Bergelayut manja pada lengan lelaki itu.
"Pa, please ... ijinkan Zeline kuliah di jakarta. Papa juga kan, sering datang kesana. Jadi Papa masih bisa memantau keadaan Zeline, Pa," bujuknya pada Ammar.
"Semua tempat pendidikan itu sama Zeline. Pokoknya Mama tidak mengijinkan kamu untuk kuliah di Indonesia," sahut Nia dengan tegas.
" Maamaaa, " ucap zeline lemas sembari masih menangis.
"Apa alasan kamu ingin mengambil pendidikan di sana? Kamu pasti ingin menghindari Mama, kan. Iyah ... agar kamu bisa bergaul dengan remaja jalanan lagi ... seperti yang waktu itu," ucap Nia dengan kesal.
Pasalnya memang benar adanya. Zeline kini tumbuh menjadi anak yang periang juga anak yang ramah. Tak pernah membedakan teman pergaulanya.
Dan Ammar kini telah mengerti. Bagaimana sikap putrinya yang suka dengan kebebasan, sama halnya dengan dia sewaktu muda. Kini ia telah menyadari, bagaimana susahnya menghadapi sikap anak bandel itu.
"Astaga ... bukankah kita sudah membahasnya. Kenapa sekarang dipermasalahkan lagi, sih?" ucap Ammar yang mulai merasa kesal dengan keadaan istrinya.
"Sayang ... sudah jangan membahas masalah itu lagi" tutur Ammar lagi.
"Aku tidak tahu jika dia telah mendaftar di universitas Indonesia. Aku fikir dia akan mendaftar kuliah disini, Mas. Jika aku tidak masuk kedalam kamarnya, mungkin aku pun tidak akan tahu akan hal ini. Aku tetap tidak akan setuju jika dia melanjutkan pendidikannya di Indonesia." ucap Nia lagi dengan masih menahan amarahnya.
Ammar menghela nafasnya.
"Lalu aku harus bagaimana, Sayang ? Kita sudah sepakat akan membiarkan Zeline untuk melanjutkan pendidikannya sesuai dengan keinginannya," jawab Ammar.
"Iya, tapi hanya di sini saja. Aku tidak mau dia berada jauh dari ku, Mas. Bagaimana jika nanti terjadi sesuatu hal padanya. Dia saja tidak takut bergaul dengan anak berandalan itu, bagaimana jadinya jika dia jauh dari kita, Mas?"
"Astaga, Sayaaang ... sudahlah! Jangan bahas persoalan itu lagi! Kamu lupa, ya, jika Denis menjadi dosen di UI," ucap Ammar dengan masih menahan kesal.
Nia tertegun beberapa saat. Kemudian menghela nafasnya sembari mengusap wajahnya kasar.
"Iya ... aku lupa."
"Kita bisa pasrahkan Zeline padanya, Sayang. Jangan terlalu dirisaukan! Kemarin Zeline sudah bicara panjang lebar mengenai keputusannya. Setelah aku mengingat siapa saja kenalanku yang ada di sana, ternyata terlintas sosok denis, adik kamu. Zeline sudah berjanji akan menjaga diri baik-baik. Iya kan, Sayang," jelas ammar.
Zeline mengangkat wajahnya untuk menatap sosok superhero nya itu, kemudian mengangguk kecil.
Nia menghela nafasnya sekali lagi. Kemudian menoleh kearah putri kesayangannya.
"Baiklah. Mama ijinkan, asal kamu harus berjanji sama Mama untuk tidak sembrono. Menjaga pergaulan dari lingkungan yang buruk. Jika mama tau kamu tidak menurut apa permintaan mama, jangan harap kamu bisa tetap melanjutkan pendidikan disana," tutur Nia.
Zeline tersenyum lebar.
"Iya, Ma. Zeline janji Zeline akan jaga diri baik-baik. Akan patuh sama pesan Mama," ucapnya yang diikuti dengan gerakan cepat saling memeluk.
Ammar tersenyum tipis melihat keduanya.
Flashback off
"Kak...."
Aku menjingkat kaget mendapati bahuku ditepuk oleh seseorang dari belakang. Segera ku putar kepalaku sehingga kini, aku dapat melihat siapa yang orang yang telah membuatku kaget.
"Dasar lo ya. .. bikin kaget kan," ucapku dengan kesal.
Dapat ku lihat kedua adik kembarku yang tertawa terbahak melihat ekspresi wajahku.
Ha ha ha ha ha ha ha ha
"Hei, sudah ... sudah ... Jangan bikin onar! Ayo kita berangkat," tutur Papaku yang saat ini sudah berdiri dibelakang mereka. Dua adik kembar ku yang juga sangat jahil sama sepertiku.
"Khal ... keen ... bawa koper kakakmu!" Perintah papa pada keduanya. Aku tersenyum tipis melihat wajah mereka yang kini telah berubah menjadi masam.
Setelahnya papa melangkah perlahan menghampiri mama yang saat ini sudah menyambut kedatangannya dengan melebarkan senyumnya. Tanpa ragu papa segera merangkul bahu mama dan segera mengajaknya untuk pergi dari sini.
"Tu ... bawain tu ...," ucapku sambil meledek mereka. Kemudian aku berlari kecil menyusul langkah papa dan mama. Sekilas ku lihat kedua adik mengumpat kasar sembari menatapku dari jauh. Aku tersenyum lebar melihat keduanya.
"Sial!" ucap khal dan keen bersamaan.
Tbc..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Devia Ratna
bagus
2022-11-11
0
Betty Anggrainie
cy78ik
2021-06-21
0
Violet Agfa
aku mmpiirr siniiii thoor
2021-04-25
0