NovelToon NovelToon

Stay With Me

Episode. 1

POV. zeline

Aleta Zeline Al Malik. Nama yang diberikan oleh kedua orangtuaku dan mereka biasa memanggilku dengan sebutan zeline.

Saat ini aku telah berada di bandara internasional Soekarno Hatta yang berada di ibu kota Jakarta. Aku sedang duduk di kursi tunggu bersama dengan mamaku. Kami sedang menunggu papa dan kedua adik kembarku yang sedang mengambil barang-barang milikku.

Wanita cantik yang duduk di sampingku ini adalah idolaku. Dia sungguh yang terbaik bagiku. Bagi papa dan kedua adikku. Walaupun terkadang sedikit menjengkelkan karena sikapnya yang suka membatasi pergaulan kami.

Kulirik mama yang saat ini sedang menelepon seseorang sembari tertawa kecil. Entah siapa yang sedang dihubunginya, tapi aku bisa melihat guratan bahagia diwajahnya.

Kutarik sedikit ujung bibirku. Hatiku ikut merasa senang ketika melihat sosoknya yang saat ini merasa senang. Sekali lagi ku lirik jam tangan mewahku yang baru kemarin dibelikan oleh papa. My superhero. Penyelamat hidupku.

Ku Hela nafas panjang.

Papa kenapa lama sekali ? gumam ku dalam hati.

Kini kusandarkan punggung di sisi kursi. Menyamankan posisi dudukku sembari merasakan mood yang mulai memburuk. Sudah sekian menit menunggu papa dan kedua adik kembar ku, namun mereka belum juga muncul.

Sejenak aku kembali mengingat kejadian satu bulan yang lalu, sebuah tragedi yang telah dapat membawaku sampai disini setelah kunjunganku beberapa tahun silam.

Flashback on

Pintu ruangan kerjanya terbuka keras. Ammar menatap sosok istri dan putrinya yang saat ini telah berada di ambang pintu. Kedua wanita cantik itu perlahan masuk kedalam dan semakin mendekatinya.

Ammar mengernyitkan keningnya karena merasa bingung. Lelaki itu terkesiap melihat sosok putri kesayangannya yang tampak kacau. Wajahnya terlihat sembab seperti habis menangis.

"Ada apa ini?" tanyanya santai. Walau sebenarnya isi kepala sudah tidak karuan.

"Mas nggak tau, kalau putri kesayangan Mas ini mendaftar calon mahasiswa baru di universitas Indonesia. Pokoknya, aku nggak setuju dengan keputusanmu yang membiarkan dia mengambil tempat kuliah sesuai dengan keinginannya," ucap nia dengan amarah yang meledak-ledak.

Ammar kini mengalihkan pandangannya, menatap Zeline. Dia tidak bisa berkata apapun untuk saat ini.

"Hei ... bicaralah dengan perlahan, Sayang," tutur Ammar pada istrinya.

Lelaki itu tampak berdiri, melangkah perlahan menghampiri putri dan istrinya. Merangkul bahu mereka dan Menggiringnya menuju sofa yang ada di dalam ruang kerjanya tersebut.

Kedua wanita berbeda usia itu segera duduk dengan patuhnya. Ammar masih berdiri dengan memasukkan kedua tangannya kedalam kantong celananya.

Lelaki itu menatap lekat kedua wajah wanita yang ada di depannya secara bergantian. Dia bisa melihat jika istrinya saat ini sedang merasa kesal.

"Zeline ingin melanjutkan pendidikannya di Indonesia. Aku sangat keberatan dengan keputusannya, Mas," ucap nia.

Zeline menoleh kearah mamanya.

"Mama ... Zeline mau melanjutkan pendidikan di sini atau di mana pun yang terpenting kan, Zeline nyaman, juga sesuai dengan keinginan Zeline, Ma," sahut Zeline yang kini telah kembali menangis.

Zeline melangkah lebar menghampiri papanya. Bergelayut manja pada lengan lelaki itu.

"Pa, please ... ijinkan Zeline kuliah di jakarta. Papa juga kan, sering datang kesana. Jadi Papa masih bisa memantau keadaan Zeline, Pa," bujuknya pada Ammar.

"Semua tempat pendidikan itu sama Zeline. Pokoknya Mama tidak mengijinkan kamu untuk kuliah di Indonesia," sahut Nia dengan tegas.

" Maamaaa, " ucap zeline lemas sembari masih menangis.

"Apa alasan kamu ingin mengambil pendidikan di sana? Kamu pasti ingin menghindari Mama, kan. Iyah ... agar kamu bisa bergaul dengan remaja jalanan lagi ... seperti yang waktu itu," ucap Nia dengan kesal.

Pasalnya memang benar adanya. Zeline kini tumbuh menjadi anak yang periang juga anak yang ramah. Tak pernah membedakan teman pergaulanya.

Dan Ammar kini telah mengerti. Bagaimana sikap putrinya yang suka dengan kebebasan, sama halnya dengan dia sewaktu muda. Kini ia telah menyadari, bagaimana susahnya menghadapi sikap anak bandel itu.

"Astaga ... bukankah kita sudah membahasnya. Kenapa sekarang dipermasalahkan lagi, sih?" ucap Ammar yang mulai merasa kesal dengan keadaan istrinya.

"Sayang ... sudah jangan membahas masalah itu lagi" tutur Ammar lagi.

"Aku tidak tahu jika dia telah mendaftar di universitas Indonesia. Aku fikir dia akan mendaftar kuliah disini, Mas. Jika aku tidak masuk kedalam kamarnya, mungkin aku pun tidak akan tahu akan hal ini. Aku tetap tidak akan setuju jika dia melanjutkan pendidikannya di Indonesia." ucap Nia lagi dengan masih menahan amarahnya.

Ammar menghela nafasnya.

"Lalu aku harus bagaimana, Sayang ? Kita sudah sepakat akan membiarkan Zeline untuk melanjutkan pendidikannya sesuai dengan keinginannya," jawab Ammar.

"Iya, tapi hanya di sini saja. Aku tidak mau dia berada jauh dari ku, Mas. Bagaimana jika nanti terjadi sesuatu hal padanya. Dia saja tidak takut bergaul dengan anak berandalan itu, bagaimana jadinya jika dia jauh dari kita, Mas?"

"Astaga, Sayaaang ... sudahlah! Jangan bahas persoalan itu lagi! Kamu lupa, ya, jika Denis menjadi dosen di UI," ucap Ammar dengan masih menahan kesal.

Nia tertegun beberapa saat. Kemudian menghela nafasnya sembari mengusap wajahnya kasar.

"Iya ... aku lupa."

"Kita bisa pasrahkan Zeline padanya, Sayang. Jangan terlalu dirisaukan! Kemarin Zeline sudah bicara panjang lebar mengenai keputusannya. Setelah aku mengingat siapa saja kenalanku yang ada di sana, ternyata terlintas sosok denis, adik kamu. Zeline sudah berjanji akan menjaga diri baik-baik. Iya kan, Sayang," jelas ammar.

Zeline mengangkat wajahnya untuk menatap sosok superhero nya itu, kemudian mengangguk kecil.

Nia menghela nafasnya sekali lagi. Kemudian menoleh kearah putri kesayangannya.

"Baiklah. Mama ijinkan, asal kamu harus berjanji sama Mama untuk tidak sembrono. Menjaga pergaulan dari lingkungan yang buruk. Jika mama tau kamu tidak menurut apa permintaan mama, jangan harap kamu bisa tetap melanjutkan pendidikan disana," tutur Nia.

Zeline tersenyum lebar.

"Iya, Ma. Zeline janji Zeline akan jaga diri baik-baik. Akan patuh sama pesan Mama," ucapnya yang diikuti dengan gerakan cepat saling memeluk.

Ammar tersenyum tipis melihat keduanya.

Flashback off

"Kak...."

Aku menjingkat kaget mendapati bahuku ditepuk oleh seseorang dari belakang. Segera ku putar kepalaku sehingga kini, aku dapat melihat siapa yang orang yang telah membuatku kaget.

"Dasar lo ya. .. bikin kaget kan," ucapku dengan kesal.

Dapat ku lihat kedua adik kembarku yang tertawa terbahak melihat ekspresi wajahku.

Ha ha ha ha ha ha ha ha

"Hei, sudah ... sudah ... Jangan bikin onar! Ayo kita berangkat," tutur Papaku yang saat ini sudah berdiri dibelakang mereka. Dua adik kembar ku yang juga sangat jahil sama sepertiku.

"Khal ... keen ... bawa koper kakakmu!" Perintah papa pada keduanya. Aku tersenyum tipis melihat wajah mereka yang kini telah berubah menjadi masam.

Setelahnya papa melangkah perlahan menghampiri mama yang saat ini sudah menyambut kedatangannya dengan melebarkan senyumnya. Tanpa ragu papa segera merangkul bahu mama dan segera mengajaknya untuk pergi dari sini.

"Tu ... bawain tu ...," ucapku sambil meledek mereka. Kemudian aku berlari kecil menyusul langkah papa dan mama. Sekilas ku lihat kedua adik mengumpat kasar sembari menatapku dari jauh. Aku tersenyum lebar melihat keduanya.

"Sial!" ucap khal dan keen bersamaan.

Tbc..

Episode. 2

Plaakkk

Suara telapak tangan yang menyentuh kulit pipi menggema di dalam sebuah ruangan. Sosok pria dewasa menatap lelaki muda dengan sengit dan penuh amarah.

"Sekarang apa lagi yang kamu perbuat, hah?" bentak pria dewasa itu.

Lelaki muda itu hanya menundukkan kepalanya. Tak berniat untuk sekedar menatap wajahnya.

Satu menit.

Dua menit.

lima menit.

"Jawab pertanyaan papa."

"Bagaimana bisa mobil itu penyok seperti itu, ino?" tanyanya lagi.

Pria dewasa itu menghela nafas kasar. Dadanya naik turun dengan cepat. Mengusap wajahnya dengan kasar. Dia seakan sudah kehabisan tenaga jika harus berurusan dengan putranya yang satu ini.

"Mulai sekarang kamu tidak boleh menggunakan mobil lagi! Cukup motor saja," ucapnya sebelum akhirnya dia keluar dari ruangan itu. Lebih tepatnya ruangan kerja miliknya.

Sesaat setelah pria dewasa itu keluar, sosok lelaki muda lain masuk kedalam sana. Menatap sendu kearah lelaki muda yang saat ini terlihat sedih.

"Kak.Maafin aku," ucapnya.

Kini ino memutar lehernya. Melihat sosok adiknya dengan datar tanpa ekspresi apapun. Perlahan dia melangkah melewati sosok lelaki muda yang memanggilnya kakak itu. Namun, sebelum pergi dia salah satu tangannya menepuk bahu adiknya itu sembari berkata.

"Sudahlah! Papa akan selalu seperti itu padaku," ucapnya lemas.

Setelah beberapa langkah, Ino telah dibuat terkejut. Maniknya melotot ketika seseorang telah menghadang jalan didepannya. Berada diambang pintu dengan wajah yang sembab.

"Ma, kenapa Mama menangis?" tanya Ino.

Wanita itu tampak begitu sulit untuk mengeluarkan sepatah kata. Bibirnya bergetar menahan Isak tangis. Tak lama setelahnya, dia telah melangkah maju dan memeluk putranya itu dengan sayang.

"Maafkan, Papamu ya, Ino. Dia sedang banyak masalah akhir-akhir ini," bisiknya.

Ino menggeleng pelan.

"Tidak, Ma. Jangan menangis! Ino sudah biasa mendapatkan pukulan darinya. Papa memang selalu seperti ini jika berurusan denganku," jelasnya.

"Sudahlah! Ino tidak apa-apa, Ma. Jangan menangis lagi,! ucapnya lagi sembari meleraikan pelukannya. Mengulurkan tangannya untuk mengusap wajah mamanya yang tampak basah.

"Baiklah, Ino akan kembali ke kamar," ucapnya lirih yang diikuti oleh kedua kakinya yang sudah melangkah semakin menjauh.

Ino telah melangkah pergi menuju dimana kamarnya berada. Sekali lagi lelaki tampan itu harus menanggung kesalahan yang diperbuat oleh adiknya.

Memang hal semacam ini bukanlah yang pertama kali, namun berkali-kali. Walaupun Farel sang adik telah melarang kakaknya untuk mengakui kesalahannya, Ino tetap saja tidak menghiraukannya.

Hingga tak jarang pria dewasa yang dipanggil dengan sebutan papa itu melayangkan pukulan ataupun tamparan yang mungkin akan membekas setelahnya. Hingga membuat hubungan antara keduanya semakin lama semakin merenggang.

***

Disisi lain ditempat lain pula, namun di kota yang sama. Terlihat beberapa remaja tampak begitu bahagia dengan keadaan mereka. Gelak tawa terdengar nyaring dipenjuru ruangan.

"Kalian benar-benar menyebalkan," ucap zeline dengan kesal.

Terdengar suara tawa kembali menggelegar di telinga.

"Ada apa ini? Kenapa berisik sekali!" bentak Nia dari ambang pintu.

Suara teriakkan Nia berhasil membuat kedua remaja berusia 13 tahun itu menghentikan tawanya. Kamar zeline kini telah berubah menjadi mode senyap.

"Lihatlah, Ma ! Mereka berdua merusak jam tanganku yang baru dibelikan papa kemarin," Zeline mengadu pelan. Wajahnya tampak menatap kesal pada kedua lelaki itu.

Nia kini menoleh kearah dua anak lelakinya. Menghela nafas ketika mereka berdua tersenyum tanpa merasa bersalah.

"Kak khal yang tadi melemparnya, Ma," ucap keen membela diri.

"Heh, kok jadi aku sih. Kan, kamu yang nggak bisa tangkap." Khal pun juga ikut membela dirinya

"Astaga ... kalian berdua ini, selalu saja bikin ulah. Sudah sana, kembali ke kamar kalian!" titahnya pada kedua anak kembarnya

" Iya ... Ma," jawab mereka bersamaan.

Baru saja keduanya melangkah pergi, suara teriakan mamanya membuat mereka harus kembali berbalik.

"Eh ... eh ... Minta maaf dulu," titah Nia lagi.

Keduanya menghela nafas kemudian mengangguk kecil.

"Kak, maafin Khal ya."

"Maafin Keen juga ya, Kak."

Mereka berucap hampir bersamaan. Zeline menatap garang kearah adik kembarnya.

"Kalian itu suka sekali merusak barang-barang milikku. Sudah ... sana balik!" ucapnya dengan sedikit kesal.

Kemudian kedua adiknya itu segera berbalik dan melangkah pergi. Tidak ada lagi yang mencegahnya untuk berlama-lama di dalam kamar kakaknya itu.

Nia melangkah semakin mendekat kearah zeline yang saat ini berada di tepi ranjang. Masih menatap sedih kearah jam tangan mahalnya.

"Coba mama lihat," ucap Nia yang saat ini telah berdiri di depannya.

Zeline mengadakan kepalanya. Menatap wajah cantik mamanya. Kemudian segera menyodorkan jam tangan miliknya yang telah menjadi korban kenakalan adik kembarnya.

"Cuma retak. Ini masih bisa dipake, Zeline," ucapnya santai dengan masih memperhatikan kondisi jam tangan tersebut.

"Hah ... Mama yang bener aja. Masa zeline pake jam tangan retak sih, Ma," keluh Zeline.

"Ya, kalau nggak mau pake, tinggal taruh saja apa susahnya. Masih banyak juga kan, jam tangan kamu yang lain," tutur Nia.

"Mama. Ini kan, jam tangan mahal, limited edition pula. Baru juga ku pakai sekali. Sayang banget kan," rengek Zeline semakin kesal.

"Trus mau gimana lagi, udah retak. Kalau sayang ya ... dipake aja. Kalau gak mau tinggal disimpen," tutur Nia lagi.

"Masih gak rela, deh." ucap Zeline lemas.

"Sudah, sebaiknya kamu lekas istirahat. Besok pagi papa akan mengantarmu ke kampus. Mengurusi masalah kuliahmu," titahnya.

Nia segera mendaratkan ciuman dipipi putrinya itu. Setelahnya wanita cantik itu telah melangkah pergi dari kamar zeline.

Zeline menatap pintu kamarnya yang baru saja tertutup bersamaan dengan bayangan sosok mamanya yang menghilang dibalik pintu.

"Awas saja mereka!"

"Hah .... Benar-benar menyebalkan. Aku baru memakai sekali dan mereka sudah merusaknya," gerutu zeline sembari menatap kearah jam tangan mahalnya yang retak.

***

Di dalam kamar khal dan keen. Kedua anak kembar itu nampak resah. Mereka takut jika papa atau mamanya akan marah padanya jika tahu apa yang telah mereka perbuat.

"Bagaimana ini?" ucap keen.

"Sudahlah ! Papa sama Mama kan, gak dateng kemari. Berarti kita aman," ucap khal dengan santainya.

"Siapa yang bilang kalian aman? Hem."

Suara seseorang yang saat ini berada di ambang pintu telah membuat mereka berdua kaget. Sontak kedua anak kembar itu saling melemparkan pandangan.

Tbc

Episode. 3

Beberapa hari telah berlalu. Ammar dan Nia beserta khal dan keen telah kembali satu minggu yang lalu.

Semua urusan pendaftaran untuk calon mahasiswa baru telah beres. Hingga Keluarga besar Al Malik memilih untuk segera kembali ke negaranya, karena memang mereka tidak ingin membuat kedua anak kembarnya mengambil hari libur yang terlalu lama.

Zeline berjalan tergesa-gesa melewati koridor kampus. Sesekali dia menolehkan kepalanya untuk mencari seseorang.

"Hah ... Itu dia Om Denis," ucapnya sembari melangkah semakin cepat guna ingin segera menemui sosok omnya itu.

"Om ... Om Denis," panggilnya beberapa kali.

Merasa namanya mengudara seketika itu Denis menghentikan langkahnya dan segera memutar tubuhnya kebelakang.

"Loh, kamu Zeline. Ada apa? Kan, acara ospeknya baru dimulai besok," tanya Denis yang saat ini masih terkejut dengan kehadiran zeline yang tiba-tiba.

Zeline menggeleng pelan.

"Om bisa bantu Zeline nggak?" tanyanya dengan cepat

"Bantu apa? Ada apa sebenarnya?" Denis balik bertanya

"Mama sakit Om. Tadi pagi Khal telvon kalau Mama dan papa masuk rumah sakit " Jelasnya singkat.

"Kok bisa? Kak Nia sakit apa?" tanyanya lagi dengan wajahnya yang kini mulai mengerut.

Zeline mengerdikkan bahunya diikuti oleh gerakan kepalanya yang mengayun ke k iri dan ke kanan.

"Gak tau, Om. Khal cuman bilang kalau Mama tadi, masuk rumah sakit. Gitu doang," jelasnya.

"Trus kamu rencananya mau pulang ke Malaysia, gitu?" tanya denis

Zeline memasang wajah melas, kemudian ia mengangguk nbbh BB.

" Iyah, om. Zeline takut jika terjadi sesuatu sama mama. Om bisa ajukan cuti gak ? " tanya zeline balik

"Hem. Baiklah. Biar om yang atur," balasnya

"Jadi kamu mau langsung berangkat setelah ini?" tanyanya.

"Iyah, Om. Zeline bakal langsung berangkat setelah ini. Pak Dadang nunggu di depan. Yasudah kalau gitu Zeline langsung berangkat saja, yah. " Ucap Zeline.

"Yasudah, hati-hati. Salam buat Kak Nia. Kabari Om jika terjadi sesuatu," tutur Denis.

Zeline kembali mengangguk. "Beres om. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Tanpa menunggu lagi, zeline segera berbalik dan melangkah pergi. Berjalan cepat menuju arah pintu keluar kampus. Sesaat kemudian dia teringat akan sesuatu. Mengambil ponselnya dari dalam saku jaketnya.

Setelah menemukan nama seseorang di ponselnya, zeline segera mengangkat ponselnya mendekat kearah daun telinganya.

Namun disaat yang bersamaan seseorang dari belakang telah menabraknya. Entah dia sengaja atau tidak, hal itu membuat tubuh zeline sedikit terhuyung kedepan hingga membuat ponsel miliknya terjatuh.

"Eeeeeehhh" pekik zeline.

Prrraaaanngkk

"Hah ... ponselku," teriak zeline sembari melototkan matanya kearah ponsel miliknya yang terjatuh

"Sorry ... sorry ... aku gak sengaja," ucapnya seseorang.

Namun sesaat kemudian zeline menatap tajam kearah cowok yang menabraknya tersebut.

"Heh ... kamu punya mata gak?" bentaknya. Dengan segera zeline meraih ponselnya. Menatap sedih kearah benda tersebut yang tampak retak.

"Ponselku," gumamnya.

Zeline kembali menatap kearah cowok di depannya itu. Wajahnya sudah memadam menahan amarahnya.

"Kamu harus ganti rugi!" ucap zeline dengan kesal.

"Ampun deh ... aku kan udah bilang gak sengaja. Tadi buru-buru. Pas mau ngehindarin pintu ruangan pak denis yang terbuka taunya, kamu ada didepanku. Salah kamu sendiri yang pegang ponselnya kurang erat, sampe terjatuh gitu," jelasnya.

Zeline mengepalkan kedua tangannya ke depan.

"Iiiiiisssshh ... enak bener kamu ngomong. Kalau bukan karena kamu yang nabrak aku tiba-tiba, mana mungkin ponselku bisa jatuh. Pokoknya aku gak mau tau. Kamu harus ganti rugi," ucap zeline dengan kesal.

Namun, zeline semakin dibuat kesal oleh cowok itu yang saat ini sudah berbalik dan ingin pergi.

"Eh ... Eh ... Eh ... Kamu mau kemana? Ganti rugi dulu! Ponselku rusak, nih," ucap zeline sembari menahan lengan cowok itu.

"Apaan sih. Lepasin nggak!" bentaknya.

"Nggak ... sampe kamu ganti rugi," balas zeline pun tak kalah sengit.

"Aku kan, udah bilang gak sengaja. Ponsel kamu kan, kamu jatuhin sendiri," balasnya pun juga tak kalah sengit.

"Iya, tapi kan gara-gara kamu nabrak aku, ponselku jadi jatuh. Tanggung jawab dong. Gimana sih?" ucap zeline lagi semakin meradang.

"Astaga. Ni cewek benar-benar deh. Yasudah kamu minta ganti rugi berapa? Aku harus segera pergi nih," balasnya.

"Aku belinya 8 juta. Kasih 4 juta aja deh," ucap zeline.

"Heh ... Nggak ada, Aku gak ada uang sebanyak itu. 2 juta aja kalau mau."

"Yauda, sini," balas zeline sambil mengadahkan tangannya kedepan.

Cowok itu tampak masih diam sembari menatap tangan zeline.

"Bukan sekarang, tapi besok tanggal 1. Sekarang uang jajanku udah mepet. Janji deh tanggal 1 aku kasih."

Zeline menggeleng cepat. "Nggak ada. Pokoknya sekarang!"

"Sorry ... Kalau sekarang aku gak ada. Benar deh, tanggal 1 aku kasih. Aku buru-buru harus pergi. Tanggal 1. Inget tanggal 1," ucapnya dengan menarik paksa lengannya dari genggaman tangan zeline yang kemudian dia telah berhasil meloloskan diri sambil berlari.

"Heh. Tunggu!!" teriak zeline. Gadis itu pun tampak ikut berlari mengikuti langkah cowok tadi.

Hosh ... Hosh ... Hosh ....

Bbbbbrruuuuuuuummmmmmmm

Terdengar suara deru motor sport yang semakin keras. Zeline sekilas melihat kearah motor tersebut. Raut wajahnya Tiba-tiba berubah menjadi kesal kembali.

"Tanggal 1 yah," teriaknya sembari membawa motornya keluar dari gerbang kampus.

Zeline menghela nafas panjang. Merasa kesal dan juga kecewa. Gadis itu kembali menatap ponsel miliknya yang telah rusak.

"Hahh ... dia kabur. Alamat gak dapat ganti rugi deh. Drama lagi dong ke papa." gumamnya sendiri.

Sesaat kemudian zeline menepuk keningnya. Merasa kesal kembali ketika dirinya tersadar telah melupakan sesuatu.

"Astaga, aku lupa jika keberangkatanku pukul 4."

Zeline melirik jam tangannya, kemudian segera berlari keluar kampus untuk segera menghampiri pak Dadang yang masih setia menunggunya ditempatnya.

Setelah itu, zeline segera masuk kedalam mobil dan meminta pak Dadang untuk segera melajukan mobilnya menuju bandara.

Dia sungguh merasa sangat kesal saat ini. Ponselnya rusak, bahkan waktu keberangkatan pesawatnya npun juga mepet. Merapalkan doa agar bisa tepat waktu saat datang ke bandara.

Pak Dadang mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Zeline sungguh tidak ingin menunda waktu lagi agar segera Sam di rumahnya.

Setelah beberapa menit berlalu akhirnya pak Dadang memutar kemudinya memasuki halaman bandara internasional Soekarno Hatta.

Tak menunggu lagi, zeline segera keluar dari mobilnya dan segera berlari menuju loket keberangkatan pesawat. Dan syukurlah karena gadis itu masih bisa sampai tepat waktu.

"Hhhhhhaaahhhh ... syukurlah tidak terlambat," gumamnya sendiri yang kini telah melangkah masuk kedalam pesawat .

Tbc

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!