Terbelenggu Kejahatan

Terbelenggu Kejahatan

MOS : Kemunculan Sosok Hantu (a)

Pagi tadi Yura dan Amanda tidak banyak berinteraksi dengan teman-teman yang lain karena waktu yang sempit. Sekolah ini punya segudang peraturan yang tidak boleh dilanggar dan punya konsekuensi tergantung pelanggaran yang dilakukan. Apalagi mereka berdua bingung, ketika makan siang disediakan sudah ada di meja kelas masing-masing dan disuruh diletakkan saja di meja karena ada petugas sendiri yang mengambil. Habis makan siang mereka pulang. Hm, waktu yang sangat cepat. Apa mungkin karena malamnya MOS, jadi mereka dipulangkan untuk istirahat? Tidak ada yang tahu. Tapi menurut Yura, memang benar untuk istirahat, tapi karena MOS disini malam-malam dan mungkin... agak keras dari yang biasanya.

Para siswa dan siswi kelas sepuluh dikumpulkan di lapangan dalam bentuk barisan dengan satu peluit dari ketua OSIS bernama Gavin Aldrich. Wajahnya tegas, matanya tajam, langkahnya tegap, intinya idaman kaum hawa. Beruntungnya lagi, dia masih lajang.

Yura dan Amanda satu barisan. Amanda ada di belakang Yura. "Gue harap lo gak nyebutin nama dia disini, Ra."

Yura mengangguk, "Siap."

"Gue harap juga lo gak nyebutin hantu-hantu disini."

Yura terkekeh, "Tenang aja. Mereka melindungi kita."

Amanda menoleh sedikit, "Apa?!"

"Mereka mengitari kita supaya yang jahat gak dekat-dekat." Yura mampu melihat mereka membentuk rantai yang mengitari barisannya dengan saling pegangan tangan. Walaupun bentuk mereka ada yang tidak utuh dan bersimbah darah seperti awal kematiannya.

"Baguslah. Setidaknya gue gak lihat mereka."

Yura hendak memegang pundak Amanda namun Amanda langsung menghindar. "Bedebah! Jangan pegang, gue pukul nih!"

Yura tersenyum meledek. Ahh, rupanya dia takut sekali melihat makhluk tak kasat mata. Buktinya, dia tidak mau disentuh. Dulu pernah tidak sengaja, Amanda malah pingsan dan tidak mau keluar rumah 3 hari.

Untuk peserta, bisa menentukan kelompoknya. Satu kelompok terdiri dari dua orang untuk mengikuti kegiatan "Find my number". Nomor yang tadi kalian buat di kelas, sudah kami sebar di sudut sekolah. Silahkan dicari berpasangan dengan pengurus OSIS yang ada.

Semuanya tidak bersorak melainkan tegang. Mereka kira berpasangan dengan teman, tapi ternyata dengan pengurus OSIS. Ini akan lebih buruk dari apa yang Yura pikirkan. Bagaimana kalau tidak sengaja melakukan kesalahan dan dihukum di tempat? Ah, sial.

Yura dan Amanda berinisiatif berpencar untuk mengajak salah satu pengurus untuk bersama-sama mencari nomor konyol itu.

Dalam hati Amanda mengumpat, AWAS AJA LO, PENGURUS SIALAN! KUALAT MOS MALAM-MALAM!

Yura menghentikan langkahnya saat melihat Darren berjalan di koridor menuju kelasnya. Tapi saat Darren hendak masuk, seolah merasa ada Yura, dia langsung balik badan.

"Hai." Yura melambaikan tangan pelan.

Darren terlihat tersenyum, "Hati-hati ya."

Yura mengangguk. Wuih, Darren itu 10X lebih tampan dari pengurus OSIS disini. Bahkan Gavin saja kalah. Tidak ada salahnya kagum dengan ketampanan hantu kan?

"Yang lain udah nyari nomor, kamu kapan?"

Yura sontak berbalik dan mundur selangkah saat Kakak kelasnya bicara. Waduh! Mana si Gavin yang ada di depannya.

"Kamu lagi ngobrol sama siapa tadi?" Gavin menyorot senter ke arah kelas Yura.

"Saya? Saya gak ngobrol," alibinya.

Gavin mengangguk dan memberinya satu senter. "Ayo cari nomor kamu."

"Kak Gavin sama saya?"

Gavin tidak menjawab dan hanya melengang pergi, "Udah tau nanya."

Yura menyoroti senter ke tanah, jaga-jaga nomornya disebar di lapangan seluas ini. "Kak, ada yang harus saya kasih tau disini. Mumpung belum kejadian."

Gavin berbalik, "Apanya?"

"Dalam keadaan apapun, Kak Gavin jangan pegang saya. Kalau nggak, akibatnya bisa fatal."

"Kenapa?"

"Karena saya punya sixth-sense. Kalau Kak Gavin pegang saya, nanti bisa liat juga."

Gavin terkekeh, "Konyol."

"Ya terserah mau percaya atau nggak."

Yura berdiri di pintu kelasnya. Dia sedikit melongok ke dalam karena tadi lihat Darren masuk kelas. Kok tidak ada? batinnya.

"Ayo, masuk." Gavin menunggu di luar sedangkan Yura masuk untuk mencari nomornya. Bahkan dia rela jongkok untuk mencari siapa tahu ada di bawah meja. Sesekali dia terkejut karena ada hantu yang muncul tiba-tiba di depan wajahnya.

Tidak ada.

Akhirnya Yura keluar dan mengeluh, "Belum dapat."

"Cari lagi di tempat lain."

Yura mengangguk sembari mencari nomornya. Barangkali diselipkan di ventilasi kelas, ah tapi mana mungkin.

"Eh jangan kesana, gak boleh!" Tiba-tiba ada yang menahan tangan Yura untuk menyebrang dari gedung A ke gedung B. Ternyata teman Gavin. Yura tidak bisa bergerak karena takut apa yang akan terjadi karena dia sudah memegangnya.

Yura balik badan dan melihat sekumpulan hantu hendak menyerang Kakak kelasnya yang wajahnya sudah pias. Bola matanya seperti panik, ditambah lagi melihat mereka yang berbentuk aneh.

"Dia kenapa woi?!" Gavin meneriaki Yura yang menggigit kukunya karena bingung harus berbuat apa. "lah? Pingsan segala."

Gavin menghampiri kawannya yang pingsan, "INI BANTUIN DONG!" Yura mengangguk dan membantu memapah kawan Gavin ke UKS.

Gavin menatap Yura dengan intens, "Jelasin kenapa dia pingsan?"

"Ya karena pegang saya. Kan saya udah bilang, jangan pegang saya. Atau nanti lihat mereka."

Sekarang Gavin percaya. Gadis didepannya tidak berbohong apalagi bercanda. Feri pingsan karena tidak sengaja mencekal tangan Yura.

"Masih gak percaya?" Yura mengulurkan tangannya.

Gavin menggeleng pelan, "Kamu mau bikin saya begitu juga?"

"Ya gak sih. Tapi siapa tau mau pembuktian."

Feri membuka matanya dan terduduk dengan nafas tersengal.

"Tenang dulu. Tenang.." Gavin mencoba menenangkan Feri.

Feri mengatur nafasnya dan mengusir ketakutan sebelum dia tidak sadarkan diri. "Gue tadi liat setan, Vin! Mukanya serem banget! Anj*r, setengah mukanya gak ada kulit! Rambutnya panjang sampe mata kaki!"

"Ohh, itu Sumanti," jawab Yura dengan enteng.

Feri menatap Yura, "Gara-gara dia nih gue liat yang begituan! Eh lo anak siapa, hah?! Anak dukun ya lo!"'

"Eh sembarangan. Aku anak Ibu sama Ayah. Mereka kerja kantoran," jawab Yura tidak terima. "aku pegang nih biar gak berisik."

Feri langsung loncat dari kasur, "OGAH." Dia berlari sambil menenteng sepatunya.

Yura melongo, "Penakut."

"Iya emang dia penakut," ujar Gavin. "Ayo cari lagi nomornya. Kalau gak ketemu, hukumannya berat."

Yura mengangguk, "Iya."

Setelah hampir 1 jam bolak-balik dari satu kelas ke kelas lain, bahkan dari toilet perempuan, ternyata nomor Yura ada di depan pintu ruang guru. Menyebalkan.

Waktu kalian sudah habis! Silahkan kembali ke lapangan dalam waktu 5 menit! Waktu dimulai dari SEKARANG!

Yura menoleh tepat dimana Gavin berlari ke lapangan. Mungkin dia harus kumpul dengan pengurus OSIS lainnya, secara dia kan ketua OSIS. Nah yang tadi bicara adalah Wakilnya.

Yura menoleh ke samping kanan dan terkejut melihat wajah Darren yang menatapnya.

"Halo." Dia tersenyum manis, kalau bukan hantu pasti lebih manis.

"Halo apanya? Kamu yang menggerakkan hantu-hantu, termasuk Sumanti buat nakut-nakutin Kak Feri?" tanyanya selidik. Hmm, dia curiga kalau sosok Darren ini jenis hantu jahil.

"Kok tau duluan?" tanya Darren terdengar konyol.

"Iya tau lah. Aku liat kamu nyuruh mereka tadi. Ayo ngaku!"

"Bukan!"

"Ngaku!"

"Iya!"

"Jahil! Aku mau baris dulu. Awas ya kamu kalau buat ulah."

Darren hanya menyeringai.

**

Terpopuler

Comments

Ijah

Ijah

Menarik 👍🏻

2021-04-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!