Sasaran Empuk

Yura berjalan mengendap-endap di koridor sekolah malam hari hanya demi membantu Darren -Jurig kurang kerjaan yang selalu membuntutinya setiap hari. Ditemani flash HP, dia nekat bak uji nyali tanpa kamera dan tim syuting. Intinya benar-benar kurang kerjaan, entah apa yang ia cari, sebenarnya ia juga tidak tahu.

Yura menegakkan tubuhnya, kalau ia tidak tahu mau apa disini. Terus ngapain jalan-jalan? Dasar bodoh. Mumpung Darren tidak ada disini, lebih baik ia pulang saja.

Saat ia berbalik ada Darren yang sedang menyeringai membuat Yura terhuyung ke belakang dan jatuh. Gadis itu meringis, harusnya ia juga sadar kalau Darren dapat mengerti isi pikirannya.

"Ayo ikut aku." Darren berjalan dahulu meninggalkan Yura yang baru mau berdiri.

Sampai pada akhirnya Darren berhenti di pintu Ruang TU.

"Wahh, mau ngambil uang sekolah ya kamu?" tuduh Yura blak-blakan.

Darren menoleh sebentar, "Disana uang gak laku. Jual kamu baru laku."

Yura terkikik, "Emang kamu tega jual aku?"

"Ya nggak sih." Jawaban yang sudah Yura duga. Darren menembus pintu untuk membuka satu jendela agar Yura bisa masuk karena pintu dikunci.

Di dalam, Darren mengajak Yura ke lemari arsip nama siswa yang pernah sekolah disini. "Kamu tunggu sebentar."

"Kamu mau ngapain?"

"Cari sesuatu."

Yura mengangguk. Selagi Darren mencari sesuatu yang tidak diketahuinya. Yura ikut menelusuri TU. Saat kakinya melangkah ke rak bagian daftar nama siswa, dia bersin sebanyak tiga kali karena banyak debu. Lalu Yura merasa ada yang mengikutinya, dia hendak menoleh namun ia urungkan. Ia harus pura-pura tidak lihat.

Mengalihkan pandangannya ke tumpukan buku, Yura mengambil salah satu buku yang saat ia buka jatuhlah semacam sobekan koran. Yura mengambil dan hendak merapihkan ke dalam buku. Tapi gerakan tangannya terhenti saat melihat judul berita.

12 FEBRUARI 2018

KASUS BULLYING DI SMA DUTA CAKRA MENINGKAT! HARI INI BANYAK SISWA YANG KELUAR!

"SMA Duta Cakra? Ini kan sekolah Kakak. Kok malah ada disini?" Yura menggumam dalam hati.

Lalu ia membaca judul lain.

SISWA BERNAMA — TEWAS DITANGAN TEMAN SEKELAS

Yura mendesis, "Ishh, kok namanya malah kerobek sih? Ngeselin. Udah penasaran, malah namanya yang ilang."

Yura mengembalikan bukunya ke rak. Ia kembali mencari arsip yang menarik. Saat sedang melihat buku-buku, ia dikejutkan dengan sosok di hadapannya. Jalannya merangkak terbalik dan berteriak minta tolong pada Yura. Yura histeris teriak se-ruangan sampai Darren menghentikan aktivitasnya dan menemui Yura.

Bukannya mengusir atau lari, yang Darren lihat reaksi Yura adalah naik ke meja Kepala Sekolah sambil nunjuk-nunjuk hantunya. Bed*bah! Percuma dia bisa lihat tapi tidak bisa mengusir hantu.

"Udah gak ada." Darren membantu Yura turun dari atas meja. "Dasar."

"Darren, kamu gak takut liat hantu?"

"Aku hantu. Ngapain takut?"

"Maksudnya ada gak yang kamu takutin?"

"Ada. Yang cewek, bisa ngejar-ngejar."

"Suka kamu kayaknya." Yura menyalakan flash HP-nya kembali. "kamu nyari apa sih?"

"Nama siswa yang sekolah disini."

"Terus ada?"

"Belum selesai. Aku dengar kamu teriak, langsung kesini."

"Maaf," ujar Yura.

"Gapapa. Kamu sendiri ngapain disini?"

"Cuma liat-liat." Untuk masalah kenapa sobekan koran itu melibatkan sekolah Kakaknya, Yura enggan memberitahu sebelum bertanya langsung.

Minggu depan keluarganya datang. Iya jika benar, akan ia tanyakan pada Sang Kakak apakah benar sekolah SMA-nya dulu populer karena kasus bullying. Kalau benar, Sang Kakak pernah tidak ya jadi korban? Hm, pertanyaan baru dalam benak Yura.

Darren melihat jam dinding, "Udah mau jam sembilan. Mau pulang?"

Dia benar, ini sudah malam. "Oke." Akhirnya mereka pulang ke rumah dengan hasil kosong. Sebenarnya tidak kosong juga karena Yura mendapat berita tadi.

Yura sudah biasa menjadi bahan tatapan orang karena bicara dengan sosok tak kasat mata apalagi Darren terus bertanya dan bercanda sepanjang jalan.

"Yura. Tau gak kenapa kamu sama hantu itu cantiknya beda?"

Yura menoleh, "Beda lah. Mereka kan udah mati. Aku masih hidup."

Darren menggeleng, "Salah. Mereka cantiknya palsu, kalau kamu cantiknya abadi."

Entah dari mana dia dapat inspirasi gombal seperti itu. Yura tidak tahu.

"Justru manusia cantiknya gak abadi. Aku kan bakal tua."

"Bukan cantik fisik, Yura. Tapi cantik hatinya."

Yura berhenti dan menatapnya, "Kata siapa?"

Darren tersenyum, "Aku. Kamu nolong aku."

Hhh, sudahlah. Darren sudah tidak waras. "Ayo lanjut jalan."

Darren bertanya, "Kamu gak takut dibilang gila?"

"Udah biasa."

"Berarti dari kecil kamu udah bisa liat hantu?"

"Mungkin. Aku sadar bisa liat hantu umur 7 tahun. Waktu itu Kakak lagi turun tangga, tapi ada yang gelendotin punggungnya. Cantik sih.. tapi hantu. Aku gak suka."

Cerita dari Yura menuai gelakan dari Darren. "Kakak kamu ganteng makanya banyak hantu yang suka."

"Iya kali."

"Itu artinya Kakak kamu gak bisa liat hantu?"

"Kalau Kakak mulai sensitif kelas 1 SMP. Dia pernah kerasukan, terus diobatin Nenek tapi ya gitu."

"Gitu gimana?"

"Hantunya suka tubuh Kakak. Jadi gak mau lepas, kecuali bosan."

Darren berdehem panjang, "Sampai sekarang?"

Yura tidak tahu. "Nanti kita liat kalau dia datang. Oke?" Darren mengangguk.

"Kamu sendiri sering kerasukan?"

"Tergantung. Kalau lagi marah, biasanya gampang."

"Yaudah.. mulai sekarang aku jagain kamu, biar gak marah."

Yura tersenyum tipis. "Makasih. Oh iya, kalau aku berhasil cari tau kenapa kamu meninggal, kamu tetap disini atau pergi ke akhirat?"

"Itu kehendak-Nya. Terserah Dia."

"Menurut kamu?"

"Menurut aku, minta kamu nyusul aku gimana?"

Yura menyikut perut Darren, "Jangan begitu doanya!"

"Ya terus gimana?"

"Aku berharap kamu masih hidup. Walaupun gak hidup secara nyata. Tap—"

Darren melihat Sani yang sedang berjalan ke arahnya. "Itu Sani kan?"

Yura spontan melihat ke arah yang ditunjuk Darren. Ia hanya diam, tidak merespon pertanyaan Darren.

"Sani!" Darren memanggilnya. Sani yang hendak ke belokan langsung mundur karena melihat Darren dan Yura. Ditambah Darren menyuruh Sani kemari, Yura makin ingin menghilang saja kalau jadi hantu.

"Kalian dari mana mau kemana?" tanya Sani ketika menghampiri mereka.

"Mau pulang. Kamu sendiri mau kemana?" Darren tanya balik.

"Aku mau beli buku tulis. Warung deket rumah tutup."

"Jauh gak?"

"Lumayan sih," kekeh Sani.

"Aku anterin ya?" tawar Darren ramah.

Yura melotot tidak percaya. Rupa tampan macam Darren adalah kedok buaya darat yang selama ini ia tutupi. S*alan! Kalau dia mengantar Sani, lalu dirinya pulang sendiri gitu? Kurangajar! Dalam hatinya ia mengumpat karena Darren sok baik di depan Sani karena kemarin dibelikan sepatu.

Setan alas, kurangajar, jurig baj*ngan!

"Kamu anterin Sani aja."

"Tuh, Yura aja ngebolehin."

Sani agak ragu dengan ucapan Yura, "Gapapa nih?"

"Gapapa." gak usah pulang ke rumah, nginep aja sana di rumah Sani! Umpatnya dalam hati.

Selagi Darren mengantar Sani. Yura tidak sadar kalau tidak adanya Darren disisinya, membuat ia jadi sasaran empuk hantu lain. Disinilah masalahnya.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!