Yura menyiapkan perlengkapan kemah bersama Amanda di kamar. Mereka disuruh membawa jajanan yang disuruh Kakak kelas untuk dikumpulkan. Yura sih sudah tahu kalau ujungnya, jajanan untuk Kakak kelas. Mereka dapat, tapi mungkin per tenda. Ia sudah diwanti-wanti oleh orangtua Amanda agar hati-hati selama kemah mengingat tempatnya hutan belantara yang jalurnya dibatasi dengan tali kuning hitam dan papan tanda panah.
Yura harus siap jika kejadian itu terulang kembali. Ia juga harus siap bertemu dengan sosok yang lebih menyeramkan dibanding di sekolah.
"Udah?" tanya Amanda membuyarkan pikiran negatif Yura.
"Udah." Mereka menggendong tas dan turun ke bawah karena orangtua Amanda yang mengantar dengan mobil ke sekolah.
Setelah berpamitan, mereka langsung masuk ke barisan yang hampir rapih karena jam sudah mepet sesuai jadwal. Mereka diberikan wejangan untuk menjaga adab disana karena disana bukan lingkungan kita sendiri. Setelah barisan diarahkan ke masing-masing bus, Yura dan Amanda duduk bersebelahan. Tersisa satu di dekat jendela karena mereka mendapat 3 bangku.
"Yang dipojok siapa, Ra?" tanya Amanda yang duduk di tepi.
"Darren," singkatnya membuat Amanda syok.
"Lah? Ngapain ikut?"
Yura menjelaskan dengan rinci, "Dia bisa bantu kita, Nda. Dia kan punya banyak teman."
"Ya iya sih. Tapi, lo gila ya? Mesen bangku tiga buat dia juga?"
"Ya kalau kamu kau mangku dia, silahkan."
"Emang bisa?"
"Bisa, tapi siap-siap aja kamu sakit. Dia nguras energi manusia."
"Serem."
Darren sudah duduk manis di tempatnya sambil melihat ke arah jendela. "Aku belum pernah kemah."
Setelah menaruh tasnya di atas, Yura duduk di tengah, "Baguslah kamu ikut sekarang."
"Ikut kemah mah kita udah dua kali, Bambang." Amanda menyambar bak aliran listrik. Dia menatap sebelah Yura, "lo ngobrol sama dia ya?"
Yura mengangguk, "Maaf." Dia nyengir. Tidak tahu rasanya jadi Amanda yang ketar-ketir.
"Aku juga kemah sendiri disana. Jadi kalau ada apa-apa, panggil aja, oke?"
Yura mengangguk pelan sambil membaca buku.
"Yura, kamu sudah pernah jabat tangan aku. Itu artinya kamu sepakat cari tau alasan aku mati."
"Ya takdir ."
"Maksudnya cara aku meninggal.".
"Iya nanti ya..."
"Eh, Manda, itu si Yura ngobrol sama siapa? Terus yang belum datang siapa? Kok kursinya kosong?" tanya salah satu kawannya bernama Kean yang duduk diseberang Amanda.
Amanda menjawab, "Sama jurig."
"Watde— sinting temen lo!"
"Ya emang! Baru tau lo?" sahut Amanda kesal.
Bus berjalan dipandu Pak Didi selaku wali kelas mereka. Selama perjalanan, mereka baik-baik saja. Namun, saat sampai di depan banner bertuliskan Bumi Perkemahan Seruni, jantung Yura berdebar. Entah kenapa dia teringat terus dan enggan masuk.
Darren yang berdiri di sebelahnya justru senang dan merenggangkan ototnya, "Bagus." Dia melihat Yura aneh, "Kamu kenapa? Gak suka?"
Yura menoleh ke kanan dan kiri tepat pepohonan rindang menjulang dan ditanam berpencar. Bukan pohonnya yang dia lihat, tapi sosok penghuninya yang tampak senang melihat rombongan dari sekolahnya. Mereka seperti ingin.... menjahili atau bahkan merasuki teman-temannya.
"Yura?" panggil Darren.
Yura menoleh ke Daren, "Ya?"
"Kamu kenapa? Gak suka?" ulangnya.
"Dari dulu gak suka kemah."
"Ohh, gitu. Aku pergi sebentar ya."
"Eh!" Sebelum dipanggil hantu itu sudah pergi. Menyebalkan.
Dari belakang Amanda terlihat susah payah menggendong tas yang lebih berat dari biasanya. Dia sudah seperti orang melahirkan karena nafasnya tersengal-sengal. "Lo- malah- pergi duluan. Kurangajar lo emang."
"Manda, gimanapun acaranya aku tetap sama kamu ya?"
"Kenapa lo?" tanya Amanda heran. Seperdetik kemudian dia tersadar. "jangan bilang lo takut karena banyak setannya?"
"Sedikit."
"Ya ampun, Ra. Kalau lo takut, apa kabar sama gue?"
"Mana Darren pergi.."
"Darren pergi? Kemana?"
"Arisan kali. Udah ah, ayo masuk aja." Mereka pun masuk bersama rombongan yang lain. Ingin sekali dia memejamkan mata, tapi yang ada malah tambah terlihat.
Selesai membangun tenda dan makan siang, mereka masuk tenda lagi. Satu tenda bisa muat 4 orang, jadi tidak masalah bagi Amanda. Tetapi jadi masalah untuk Yura karena dia bersama dua korban yang sempat memanggil Daren saat MOS.
"Lo, Yura ya?" tanya salah satu dari mereka.
Yura mengangguk saja.
"Lo berdua yang waktu itu kualat kan?" sarkas Amanda.
"Gue Reta, ini sahabat gue Zoya." Mereka tersenyum merasa bersalah. "kita belum sempat bilang terima kasih sama lo."
Amanda menjawab, "Santai aja kalo sama Yura. Dia udah biasa..."
"Kejadian kayak gitu gak bisa kamu anggap biasa, Nda. Kamu lupa kejadian 3 hari yang lalu? Kelas kita dihancurin mereka, teman kita kerasukan massal!"
"Iya sih... ya jangan marah dong, Ra." Amanda takut Yura merajuk. Dia kan tidak tahu seluk beluknya.
"Sorry... kita gak tau kejadiannya bakal berlanjut." Zoya nampak menyesal.
Yura hanya diam menatap ke luar tenda. Dia sudah cukup kebisingan karena suara dari jurig yang terus memanggil namanya. Dia ingin pergi. SUNGGUH.
"Ada yang bawa headset?" tanya Yura pada akhirnya.
"Gue bawa," ujar Reta.
"Aku pinjam sampai besok."
Reta memberikan headset-nya, "Iya gapapa."
Setelah memakai headset dan suara mereka hilang, Yura izin pergi pada Amanda. "Nda, aku keluar sebentar."
"Iya, hati-hati ya!"
Yura berjalan melihat-lihat pemandangan perbukitan. Tidak lama kemudian Darren muncul di hadapannya. "Udah selesai?"
"Yura, kamu udah cari tau belum?"
"Ya belum lah!"
"Yahh, gimana sih? Udah janji juga."
Yura mencium bau lagi. Kali ini bukan bau besi karatan. Tapi seperti anyir darah. "Tiap kamu mau datang kok baunya beda sih?"
"Aku wangi... wangi melati sama kantil."
"Ren, serius. Waktu itu aku nyium bau kayak besi karatan, tajam banget sampai hidungku mimisan. Tapi kok sekarang bau anyir?"
"Anyir banget?"
"Iya ih." Yura pergi dari tempat itu lalu duduk di dekat tenda. "atau jangan-jangan kamu mati dibunuh?"
Darren menggeleng, "Gak mungkin.. dibunuh siapa?"
"Ya siapa aja yang gak suka kamu."
"Siapa yang berani bunuh orang se-ganteng aku, Yura?" Darren tertawa. "ngomong-ngomong kamu bisa berantem sama hantu gak?"
Yura rasa tidak bisa. "Nggak. Aku cuma bisa lihat, dengar, sama cium baunya."
"Nanti malam aku mau keliling sebentar, panggil aja kalau butuh. Oke?"
Yura hendak bertanya namun jurig sialan itu sudah menghilang lagi. Dia bahkan baru sadar, kalau bau anyirnya hilang bertepatan dengan perginya Darren. Dugaan Yura makin kuat kalau Darren mati karena dibunuh, tapi Darren tidak percaya.
**
Ini cuma clue.. jadi jangan percaya sama Yura😂 gimanapun Darren itu jurig tertampan yang pernah dia lihat, kalau dibunuh ya sudah hancur wajahnya. Yakan? Ya gak tau juga sih...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Seikatsu Zeitaku
Lanjut terus Thor,aku suka ceritanya
2020-08-26
3
Rozh
Hai,,, malam Thor 👋
suka tulisanmu Thor💖💖
semangat terus ya, dan jaga kesehatan nya💪
Mampir di novel baru ku ya, "Suami Dadakan" makasih🙏
Salam dari Kisah danau hijau buatan kakek💖👍
2020-08-23
1