Yura yang terusik saat tidur langsung duduk di lantai yang beralaskan karpet warna hijau. Satu kelas diisi sekitar 20 orang, jadi satu kelas dibagi setengahnya supaya bisa tidur tidak berdesakan.
Yura mengucek matanya dan berdiri dengan keseimbangan seadanya untuk melihat jam dinding.
Pukul 02.00
Itu artinya sudah 2 jam dia glusar-glusur di dalam. Kalau Amanda memang kebo, susah dibangunkan. Semenjak kelebihan ini diberikan, Yura memang tidak bisa tidur nyenyak karena percuma. Banyak suara-suara yang meminta tolong dari alam sana dan banyak hantu dengan tubuh tidak lengkap mendekatinya, atau bahkan tidak malu memeluknya saat tidur. Yang bisa Yura lakukan adalah, pura-pura tidak lihat atau baca doa. Biasanya mereka akan menghindar perlahan, itupun sudah bagus.
Saat melewati kelasnya, Yura melihat ada Feri dan Gavin duduk berhadapan tanpa meja di sudut kelas.
"Vin, gue rasa cewek yang sama lo tadi, punya kemampuan liat begituan," ujar Feri masih dilingkupi ketakutan.
"Gue rasa begitu. Kenapa? Lo takut?"
"Takut lah, anji*. Mukanya banyak darah, ngesot-ngesot, megang kaki gue."
Gavin terkekeh, "Pantes lo pingsan."
Wajah Feri agak mendekat, "Kalo dia bisa liat begituan. Otomatis bisa liat itu dong."
Gavin menatap Feri, "Gue gak tau titik terangnya."
Tidak jelas. Mereka malah meng-ghibahi Yura yang punya sixth-sense. Yura malas kalau kemampuannya dibahas, dia saja tidak suka. Akhirnya daripada nguping disana, dia kembali berkeliling untuk kenalan dengan hantu-hantu yang rupanya tampan macam Darren. Ada gak ya...?
Kalau disini ada sosok bernama Darren, tolong beri kami tanda.
Telinga Yura tidak salah dengar kan? Dia mengintip dari jendela kelas sepuluh. Disana ada teman sekelasnya sekitar 3 orang sedang duduk sila membentuk lingkaran dan ditengahnya ada satu lilin sebagai pencahayaan minim.
Yura melongok dan menunggu selanjutnya. Itu cuma mitos, kenapa juga mereka percaya dan melakukan pemanggilan sosok Darren di kelas lain? Sedangkan Darren ini kan penghuni kelasnya.
Ritual konyol.
BRAK!
Yura yang hendak berbalik, jadi mengurungkan niat dan melihat pintu tertutup dan hordeng jendela tertutup sendiri. Perasaannya makin tak enak ketika mereka yang di dalam menjerit semakin lirih.
Yura hendak menyelamatkan mereka, tapi tidak akan bisa. Akhirnya ia berlari ke kelas untuk meminta bantuan Gavin yang cukup berani menghadapi kasus seperti ini.
"Kak! Please, tolong!" Yura hendak menarik tangan Feri namun kakak kelasnya justru pindah posisi. "maaf, Kak. Ini darurat!"
BRAK!
"Suara apaan tuh?"
"Mereka manggil Darren!" teriak Yura menggema.
"Gak usah disebut lagi, beg* !" hardik Feri makin ngeri.
Gavin berlari keluar kelas diikuti Feri dan Yura. Saat Gavin hendak membuka pintu, tidak bisa seperti terkunci dari dalam. Feri menyarankan agar pintu didobrak saja. Yura setuju dan dengan sekali tendangan, pintu langsung ambruk ke dalam.
Yura masuk lebih dulu dan melihat ketiganya tertahan di sisi tembok yang berbeda. Mulut mereka mengeluarkan busa, tangan mereka seperti ditahan di samping kepala, mereka kejang-kejang.
Tapi yang Yura lihat Darren hanya mendongak menyaksikan mereka yang tersiksa.
"DARREN, STOP!"
Darren menoleh menunjukkan kilatan merah pada matanya. Seragam yang dia pakai tidak bersih sebelumnya, kini lusuh dan ada bercak darah.
"DARREN, KASIHAN MEREKA!"
Kilatan merah itu meredup. Bertepatan dengan menghilangnya Darren, ketiganya jatuh ke lantai namun masih kejang.
Feri menelepon ambulan, sedangkan Gavin tidak mempercayai ini semua. Lebih tepatnya dia tidak menyangka. Dia melihat mereka menempel di dinding dan dia juga melihat saat Yura menyuruh sosok Darren untuk berhenti melukai mereka, mereka jatuh ke lantai. Ini sering terjadi namun baru sekarang Gavin melihat langsung.
Yura menghampiri salah satu dari mereka, "Bertahan. Kamu pasti selamat."
Setelah diangkut ambulan, peserta MOS dipulangkan pukul 03.00 pagi dikarenakan tidak kondusif. Mereka ketakutan. Bahkan Yura masih tidak menyangka akibat mereka nekat memanggil sosok Darren akan begini.
Setelah masuk ke dalam mobil bersama Amanda, Yura tertidur saking ngantuknya.
"Kenapa bisa gitu sih?"
"Aku gak tau, Kak."
"Lo pasti liat Darren kan?"
"Iya, tapi dia cuma diam aja. Dia marah karena dipanggil."
"Lo bilang dong sama dia. Jangan lukain orang lagi, masa tiap bulan ada aja korbannya."
"Ya siapa suruh manggil Darren?"
"Mana gue tau."
"Don't call him. Mungkin nanti akan lebih parah dari ini, Kak."
Dia tidak mengancam Feri. Tidak tahukah pria itu kalau ia juga tidak tahu? Ia kan hanya bisa melihat, bukan menceramahi hantu.
Sesampainya di rumah, Yura menaruh tasnya di tempat. Dia sering menginap di rumah Amanda karena merasa tidak aman di rumah sendiri. Entah kapan rumahnya dibangun, sangat angker sekali. Tiap hari senin, dia selalu mendapat insiden seperti terpeleset di tangga, kejatuhan alat dapur, rak buku jatuh sendiri, ada yang menggedor pintu, dan lain-lain. Sampai pada akhirnya dia muak dan memutuskan numpang di rumah Amanda atas persetujuan orangtuanya yang 'sok' sibuk dengan syarat bayar listrik dan PAM.
Amanda duduk disamping Yura yang melamun. "Masih mikirin soal tadi ya?"
"Hem." Yura merebahkan punggungnya. "aku harus tanya Darren kayaknya. Kok bisa cuma karena dipanggil, dia semarah itu?"
"Itu namanya kualat, kata orang jawa," jeda Amanda. "siapa suruh manggil setan."
"Aneh aja."
"Lo kalo mau tanya, jangan ajak gue."
"Iya kamu gak usah ikut."
Kenapa Darren se-murka itu ketika dipanggil?
Apa karena mereka memanggil Darren dengan cara yang tidak baik dan niat buruk?
Baru saja Yura memejamkan mata, dia mencium bau sesuatu yang berhubungan dengan arwah. Hidungnya menelisik bau apakah ini.
"Manda, kamu gak kentut kan?" tanya Yura nyeleneh. Dia mengintip sedikit dan melihat asap berwarna biru membentuk tubuh seseorang. Matanya terbuka sempurna, "itu siapa?"
"Amanda!!" teriaknya keras. Kemana sahabatnya itu? Disaat seperti ini malah tidak ada.
Asap biru kemudian menjadi sosok Darren yang seperti awal mereka bertemu. "Kita ketemu lagi."
Yura kira siapa. "Kamu ngapain disini?"
"Cuma mau liat-liat."
"Gak boleh masuk kamar perempuan, sana keluar!" usirnya galak.
"Oke.. tapi nanti kesini lagi ya."
"Gak boleh. Nanti jam tujuh aja ketemu di Taman belakang, aku mau tanya sesuatu."
"Aku main dulu ya."
"Main terus!" Sosok Darren hilang dalam sekejap berpapasan dengan datangnya Amanda.
"Main kemana?" tanya Amanda heran. Ini masih subuh dan dia hendak main? Sudah gila.
"Main....." Yura berpikir. "ke Taman."
"Ohhh, sekalian lo nyiram tanaman ya."
"Iya, siap!"
Harusnya pagi ini mereka masih kegiatan MOS di Sekolah. Tapi syukurlah, insiden itu ada untungnya juga. Eh— banyak ruginya. Sekolah mereka dicap jadi sekolah ter-angker di lingkungan rumah.
Yura menyiram tanaman dengan hati-hati, kalau ada yang pecah pasti Amanda bisa marah.
"Yura!"
Yura hampir terjengkang saat berbalik karena Darren muncul tiba-tiba lagi. Yura memukul Darren, "Dasar, setan!"
Darren menghindar, "Sakit."
Yura sontak menutup mulutnya, "Kok kerasa sakit sih?" Dia tidak salah dengar kan?
"Mungkin karena aku hantu baru."
Yura mendelik, "2 tahun kok baru..." Jijik sekali dia. Mereka duduk di kursi berbeda, Yura menatap Darren. "kamu kalau marah, serem banget ya."
"Siapa?"
"Kamu."
"Kapan aku marah?"
"Jam 2 tadi."
"Bukan aku."
Yura membelalak, "Terus siapa?"
"Teman."
"Kok dia marah?"
"Aku pusat dari aktivitas disana. Jadi mereka gak suka ada manusia yang manggil nama hantu siapapun disana."
"Aku pernah manggil kamu, tapi gak pa-pa. Kok bisa?"
Darren tersenyum, "Aku pusatnya."
Awalnya Yura belum paham. Tapi sekarang baru paham. "Ohh, jadi kamu yang nyuruh mereka buat balas ke manusia?"
"Aku gak nyuruh gitu. Aku bilang, jangan sampai manusia yang bernama Yura kenapa-kenapa."
"Jadi mereka celakai orang yang manggil kamu, kecuali aku? Gitu?"
Darren mengangguk. "Kamu bisa lihat kami. Jadi kamu, kami anggap seperti hantu. Kedudukannya sama."
"Eh, sembarangan!"
Darren tertawa. "Kamu gak berniat jadi hantu?"
"Justru hantu kayak kalian, pasti punya tujuan tertentu atau satu masalah yang masih mengganjal di hati. Makanya kalian belum bisa ke akhirat."
"Mungkin."
"Kamu ada sesuatu yang belum tersampaikan? Siapa tau aku bisa bantu."
"Tolong cari tau alasan aku mati."
MALAS. Itulah yang hendak Yura katakan. Tapi Darren sudah melindunginya di sekolah. Jadi, ia anggap IYA.
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments