Sepulang sekolah, Yura, Amanda, dan Sani tidak langsung pulang karena ada misi kedua. Mereka melakukan penyelidikan tentang hantu yang masuk ke tubuh Yura dan menyakiti fisiknya.
Amanda yang sedang naik tangga untuk membuka loteng kelas pun mengobrol, "Gue kasian ama lo, Ra. Berkali-kali disakitin hantu."
"Gak ada apa-apanya," ujar Yura yang memegangi tangga lipat.
Sementara itu, Sani menerawang keatas apa isi loteng yang ia curigai ada sesuatu mencurigakan.
"Lah lo disakitin sama yang gak keliatan. Lah gue? Disakitin setan keliatan (re : cowok)," kata Amanda mendengus sebal. Ia mencongkel atap dengan susah payah menggunakan linggis berharap atap kelas tidak ambruk mengenai mereka.
KREK'
"Coba liat ada apanya disana," perintah Yura yang sudah penasaran.
"Ada debu, anj*r. Banyak banget kek dosa gue," jawabnya asal. Dia mengintip sedikit ke dalam atap.
"DOR!"
"Eh ayam mati kecebur got!" latah Amanda sampai tangganya goyang. Dia sibuk teriak-teriak dan Yura yang berusaha memegang tangganya supaya tidak jatuh.
Darren langsung teleportasi ke hadapan Yura untuk memegangi tangga juga. "Maaf ngagetin."
Amanda mengatur detak jantungnya, "Niat cari tau setan, malah gue yang mau jadi setan. Jangan ngagetin gitu ah! Udah tau gue latahan!"
Yura menunjuk Darren, "Jangan gitu lagi.."
Darren hormat, "Siap, Bos."
Sani menghampiri mereka, "Gimana? Ada sesuatu gak?"
"Lo tadi diatas liat sesuatu gak?" tanya Amanda pada Darren.
Darren menggeleng, "Gak ada apa-apa. Kosong."
Yura tidak percaya. "Gak mungkin. Semua hantu keluar dari atap, gak mungkin gak ada petunjuk."
"Lo jadi jurig berguna dikit... katanya pusat hantu, masa gak tau apa-apa." Amanda berjinjit mengintip.
Darren memeluk kaki Amanda dan mendorongnya ke atas masuk atap. Amanda memekik takut, "Gue kira siapa." Dia mengelus dada.
"Kamu gak naik juga?" tanya Darren pada Yura.
"Kuat gak atapnya?" tanya Shiren.
"Kalo roboh gue ogah bayar uang gedung. Gila aja, sekali masuk bayar 25 juta masa gak kuat nampung empat orang."
"Tiga," ralat Yura menunjuk Darren yang tidak terhitung orang.
"Iya maksud gue tiga," ujar Amanda.
"Coba ya aku naik." Yura naik tangga dan kakinya naik dibantu Amanda menarik kedua tangannya.
Disusul Sani dengan hati-hati karena takut atap tidak kuat menahan beban dan amblas. Tapi ternyata dugaannya salah. Atap kelas benar-benar kokoh. Pantas saja Amanda mencongkel atap susah payah dan lama sekali.
Sani menatap sekitarnya, "Ini kok banyak barang-barang ya."
Yura mengimbuh, "Iya. Aku jadi curiga."
"Gudang kepenuhan kali makanya dipindahin kesini," ujar Amanda.
Darren menatap ke bawah dan menemukan salah satu atap seperti terkunci gembok. "Coba liat." Dia memegang gemboknya.
"Ya kenapa, Bambang? Lo mah—" Amanda menutup mulut tak percaya dengan otaknya sekarang. Dia memikirkan sesuatu yang janggal.
Darren berdehem, "Tau kan?"
"Iya. Berarti ada orang disini kalo gemboknya dari dalam," ujar Amanda tumben nyangkol di otaknya.
"Dimana? Sepi kok," Sani sudah melihat-lihat dan tidak ada sesuatu disini.
Yura sejak tadi diam sembari memejamkan mata merasakan hawa disini yang sulit dijangkau. Ia yakin, ada orang disini atau keluar dengan cara lain. Ia membuka mata dan mendongak, "Genteng. Dia pasti kabur lewat genteng."
Amanda mendongak juga, "Gak mungkin, Ra. Susunan genteng masih rapih kalo gue perhatiin."
"Tunggu," jeda Sani yang melihat sesuatu di dekat ventilasi bundar yang setengahnya tertutup kayu. Diselipan kayu, ada sebilah pisau yang tertancap serta darah diujungnya.
Sontak Amanda bergidik ngeri, "Kok lo jeli amat sih matanya? Gue aja gak liat ada pisau disana."
"Aku liat ada yang mengkilap disana," ujar Sani apa adanya. Ia kira pantulan apa, ternyata dari pisau itu.
Darren menatap pisau itu dan bertanya, "Siapa yang naruh pisau di atas sini?"
"Kalo tau juga udah gue tangkep terus gue kasih sianida," cetus Amanda. "Untung aja kita pakai sarung tangan, Ya Tuhan..." Ia sangat beruntung hari ini dari tidak jadi jatuh dan tidak ada sidik jari siapapun disini.
Makanya Sani ambil juga karena dia rasa tidak papa. "Iya, untungnya Yura nyuruh kita pake." Ia lantas memasukkan bukti ke plastik.
Darren bilang, "Aku gak dikasih?" Dia bergelayut di lengan Yura.
Yura menatapnya malas, "Mau kamu nyentuh barang 100 kali pun gak bakal ada sidik jari, Darren."
"Inilah akhir zaman. Hantu lupa kalo dia udah mati," ujar Amanda menyayangkan. "Sabar ya, Ren."
"Yaudah. Kalian pulang aja langsung, udah agak sore. Nanti ada satpam patroli liat kalian, bisa dihukum."
Ucapan Darren disetujui mereka.
"Yaudah gue turun duluan. Ayo, Darren, bantu gue."
"Siap!"
Darren bertugas memegangi tangga agar tidak goyang-goyang dan Amanda mendarat selamat disusul Yura lalu Sani.
Sampai di depan gerbang, Sani pulang duluan karena sudah ada angkot. Tinggal Amanda, Yura, dan Darren.
"Darren, gak ada teman kamu gitu yang ganteng?" tanya Amanda.
"Ada. Tapi udah ko-id!" cetusnya.
Amanda jelas tidak mau. "Gue masih normal harus sama yang normal lah."
"Kamu mau nunggu di depan, Nda?" tanya Yura.
"Iyalah. Kalian gimana? Jalan kaki?"
"Ya jalan kaki," jawab Darren. "Rumahnya deket sekolah. Naik angkot, buang-buang duit."
"Jurig kayak kamu bisa itung-itungan juga masalah uang," ujar Yura tak menyangka.
"Gue pulang dulu. Kalian hati-hati ya," kata Amanda sebelum naik angkot.
Yura menatap Darren dengan malas, "Ngapain liatin aku?"
Darren menggigit bibir bawahnya karena gemas, "Kamu makin cantik."
Yura berjalan duluan tidak peduli pujian Darren. Itu sudah basi.
"Serius lho. Kamu tambah cantik terus tambah tinggi."
"Iya, iya. Tapi menurut kamu, Ren, disana beneran ada orang gak sih?"
"Gak ada sih selama ini. Itu kan markas aku."
"Terus kamu harusnya tau dong pisau itu punya siapa?"
"Aku juga baru liat," ujar Darren.
"Aneh ah. Pusing kalo dipikirin. Tapi aku penasaran siapa yang meninggal di Duta."
"Apa mungkin aku?"
Yura menendang kaki Darren, "Gak mungkin. Masa kamu pindahnya jauh banget."
Darren meng-aduh sebentar lalu kembali berjalan, "Ya bisa jadi."
"Kamu itu tampang-tampang pem-bully, bukan yang di-bully."
"Siapa yang tau dulunya aku."
Yura geleng-geleng kepala, "Terserah kamu deh."
"Yura. Gimana kalo nanti dalang semua ini orang terdekat kamu?"
"Aku bakal pukul dia sekeras-kerasnya!" serunya semangat.
"Tega?"
"Nggak sih.. hehe."
Darren berhenti di depan rumah Yura, "Istirahat ya, Ra. Nanti aku masuk, sekarang ada urusan lanjutin misi."
"Aku ikut!"
"Gak usah, kamu udah capek tadi."
"Tapi—"
Cakra keluar sambil bermain HP, "Masuk, Ra. Nanti kalo kamu sakit, justru gak bisa temenin Darren."
Yura pasrah, "Gak diizinin. Yaudah aku masuk. Kamu hati-hati ya, Ren."
"Sip."
Bersambung...
Gimana? Lama gak updatenya? wkwk
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments