Kembali...

Sepulang kemah, tentu mereka istirahat. Apalagi yang semalam kerasukan hampir 1 jam, tenaganya pasti terkuras. Tidak kecuali untuk Yura dan Amanda, mereka turut menjadi percobaan dua jurig yang meminjam tubuh mereka untuk hal tertentu. Yura dipinjam untuk menakut-nakuti temannya, sedangkan Amanda dipinjam untuk menetralisir Yura.

Orangtua Amanda menyuruh mereka untuk istirahat total selama sehari walaupun besok sekolah. Mereka bilang, untuk jaga-jaga siapa tahu hantu disana ngikut sampai sekolah. Walaupun sebenarnya ada pawang, yaitu Darren si Pusatnya Jurig. Sampai saat ini Yura tidak mengerti mengapa Darren jadi pusat hantu, sedangkan dia bukan sesepuh atau nenek moyang mereka. Darren itu hanya hantu yang meninggal dua tahun lalu dan tidak sengaja mampir ke kelasnya dan menetap disana. Dia bilang hendak mencari tahu dimana dia meninggal, karena terbangun memakai seragam, dia yakin dia meninggal di sekolah. Tapi entah dimana, dia lupa.

Apakah Darren sebelumnya sering mampir ke sudut daerah? Atau justru dalam dunia perhantuan ada organisasi terselubung seperti OSIS yang ada ketua dan wakilnya? Hanya mereka yang tahu.

Tapi kalau dilihat-lihat, Darren memiliki aura khusus daripada hantu lain. Dia seperti memiliki kepribadian ganda, kadang menyenangkan dan bisa berubah sangat menyeramkan.

Yura belum pernah melihat sosok asli Darren karena itu hanya akan terlihat saat dia mengetahui alasannya meninggal. Ya, itu juga perjanjian konyol mereka. Yura juga tidak tahu harus memulai penyelidikan dari mana, toh dia bukan detektif atau polisi.

Darren duduk lemari baju dan Yura duduk menghadap laptopnya. Gadis itu sedang mencari data tentang Darren lewat internet, kalau bisa.

"Tapi kok kamu ingat nama kamu?" tanya Yura tidak sengaja terlintas.

"Karena ini." Darren menunjukkan papan nama di seragamnya.

Yura mengangguk, "Darren doang nama kamu? Gak ada panjangannya gitu?"

Darren mengangkat bahunya tidak tahu. Dia justru sibuk melihat kamar Yura yang.... biasa saja.

"Misalkan Darren Pratama, Darren Sugiwo, atau Darren Surijem," ujar Yura ngasal.

"Kayaknya Darren aja."

"Gak mungkin. Susah kalo gitu doang, di Indonesia banyak yang namanya Darren. Rata-rata namanya ada dua sampai tiga kata," ujar Yura agak sewot.

"Gampang marah. Orang mah kalau niat bantu harus sabar..."

"Iya kalau bantu orang! Aku bantu jurig." Sampai pada akhirnya Yura punya ide. "Gimana kalau besok malam ke sekolah aja, siapa tahu ada yang tahu tentang kamu."

"Gak bahaya?"

"Lhooo, katanya kalau ada kamu jadi aman..."

Darren cengengesan, "Ya tergantung hantunya dari mana."

"Eh itu juga perjanjian lho. Kalau aku bantu kamu, kamu jaga aku."

Darren teleportasi dari atas lemari ke belakang Yura, "Siap!"

Yura tidak kaget lagi karena sudah terbiasa. "Kamu bukan kasus bullying kan?"

Darren mondar-mandir di belakang Yura, "Gak ingat."

astagfirullah, sabar atuh Yura... jurig kayak Darren mah amnesia, mau ditanya apapun juga lupa...Yura hanya tersenyum terpaksa. "Sebenarnya kalian itu butuh tidur gak sih?"

Darren menjawab, "Butuh lah. Kita ini makhluk-Nya. Jadi butuh makan, minum, tidur, kecuali nafas."

Setelah beranjak dan mematikan laptopnya, Yura duduk di tepi kasur, "Gih balik ke habitat. Aku mau istirahat."

"Selamat tidur, Yura."

"Yaaa," jawabnya dengan malas. Saat ia hendak tiduran, Darren yang sedetik barusan menghilang sudah muncul lagi. "ngagetin!"

"Aku tidur di sekolah?"

"Di kolong jembatan ancol!" ketusnya. "ya di sana lah! Tempat kamu kan disana!"

"Ohh yaudah, berarti kalau nanti ada hantu yang nempel ke kamu, mohon maaf aku gak bisa bantu."

Jurig sialan, batin Yura mengumpat. Ia akhirnya mengalah, "tapi di lantai."

"Oke." Darren mulai tidur mengambang sejengkal dari lantai. Yura pun membelakangi Darren—Si jurig super aneh yang nyata—.

Yura terusik karena Darren meracau tidak jelas saat tidur. Dia kira hantu tidak bisa ngigau. Kesal karena tidak bangun juga, akhirnya Yura beranjak mendekati Darren. "Darren. Bangun."

Darren pun terkejut dan membuka matanya melihat Yura dengan tampang bingung.

"Kamu ngigau ya?"

Darren menghela nafas, "Mimpi ternyata."

"Mimpi apa?"

Dia diam sejenak. "Ada yang bunuh diri di sekolah."

"Apa?!" beo Yura.

"Jangan bercanda kamu!" kesal Yura menabok lengan Darren.

Darren menatapnya serius, "Aku serius, Yura. Jam enam kurang sepuluh menit."

"Kamu tau dari mana?"

"Ada jam dinding disitu."

"Maksudnya dia bunuh diri di kelas?" tanya Yura hendak memastikan instingnya.

"Kemungkinan besar."

"Siapa?" Yura penasaran.

"Teman sekelas kamu."

Benar-benar mengejutkan. "Yaudah ayo!"

"Ayo kemana?" tanya Darren hendak tidur lagi.

Yura menarik kerah baju Darren, "Kita ke sekolah! Masa diam aja."

"Dia kan bunuh diri jam enam, ini baru jam lima pagi. Santai dikit."

Yura berdecak lalu melotot sempurna. Mudah sekali menyepelekan kematian. "Yaudah aku pergi sendiri!"

Darren mendesis kesal lalu berdiri untuk mengikuti Yura. Yura diam-diam keluar kamar supaya tidak ketahuan Amanda dan orangtuanya. Setelah berhasil, Yura membuka pintu depan dan keluar!

Dia menoleh dan Darren baru muncul. "Kamu ke sekolah langsung aja. Aku mau pesan taksi."

"Gak ah," tolaknya halus.

"Dih, dasar jurig." Yura membuka ponselnya dan memesan taksi online. Ya, semoga saja keberuntungan berpihak padanya agar sampai sekolah tepat waktu.

"Gimana? Ada gak?"

"Yah, gak ada. Gimana dong?" Yura menggigit ponselnya gereget.

"Jalan kaki."

"Copot nanti kaki aku."

"Ya nggak lah," jawab Darren. "Jalan sambil nunggu taksi lewat. Gimana?"

"Gak bisa ya kalau aku menghilang kayak kamu?" tanya Yura kelewat putus asa.

"Kayaknya kamu gak sabar mau nyusul aku ya?" tanyanya meledek.

Yura menatap malas hantu disampingnya, "Yaudah ayo jalan kaki." Oke, ia akan jadi petualang abal-abal karena jam lima subuh jalan kaki ke sekolah. Mana tidak pakai seragam.

Darren yang pada dasarnya tidak bisa diam hanya berjalan pecicilan sesekali memutari Yura yang bersidekap dada menatapnya.

"Darren. Bisa biasa aja gak jalannya? Gak usah lari-lari, capek tau."

"Manusia pemalas!"

"Wah, mulut kamu minta dilakban?"

"Pagi-pagi gini wajib olahraga."

"Iya kamu gak keringetan, enak."

Darren terkekeh. "Semoga aja kita gak telat."

Yura menoleh tidak suka, "Kok bilang gitu?"

"Kamu jalannya aja lelet," tukas Darren.

"Gak ada tenaga, gak sarapan juga," eluhnya ngenes.

"Gak nanya."

Sampai akhirnya mereka sudah ada di depan gerbang sekolah yang jelas masih terkunci. Yura mendongak bagaimana caranya supaya bisa masuk tanpa harus memanjat apalagi memutar lewat pintu belakang.

Darren dengan mudahnya menembus gerbang, "Ayo masuk."

Yura masih berpikir bagaimana caranya. Darren yang baru sadar kalau dia bersama manusia kembali mendekat ke Yura. "Kamu manjat dulu, nanti aku jaga di bawah."

Mau tidak mau, Yura nurut memanjat gerbang. Dengan hati-hati ia naik dan mengomel tiap kali Darren meledeknya agar jatuh.

Hap'

Yura bisa turun dengan selamat tanpa bantuan Darren. Hantu itu memang payah.

Ia berjalan duluan diikuti Darren. "Kok sepi sih?"

"Kamu gak tau?"

"Apanya?"

"Ini tuh ciri-ciri ada orang yang mau bunuh diri. Mereka pasti nunggu untuk nyambut arwahnya."

"Ada-ada aja segala dijemput." Tidak tahu lagi dengan adat jurig di alam sana. Aneh tapi nyata.

Brak'

Yura terkejut dan langsung merunduk saat bunyi terdengar dari ruang kelas. Darren mengintip santai, "Kucing, Ra."

Yura mengatur detak jantungnya, "Huh, kirain apa."

Sebelum masuk ke kelasnya untuk mencari sesuatu yang mungkin mencurigakan, Yura sempat bertanya, "Yang bunuh diri cowok atau cewek?"

Darren berdehem panjang, "Cewek kayaknya."

"Bunuh dirinya ngapain?"

"Gantung diri."

Yura mendongak menatap langit-langit kelas.

"Kita ke kantin coba," ujar Darren yang langsung membuat kerutan di dahi Yura.

"Kok kesana? Ada hubungannya?"

"Kasian, kamu belum makan. Kalo pingsan aku yang repot."

Daripada menjawab jurig aneh itu, lebih baik dia mencari ke kelas lain mumpung masih pagi buta.

**

"Sani, ngapain disini?"

Pertanyaan itu membuat gadis bernama Sani terjengat ke belakang. Dia membalikkan badan dan melihat Yura bersama pria di sebelahnya.

Yura melirik Sani dan Darren karena mereka seperti saling tatap. "Sani. Aku nanya kamu."

Sani itu teman sekelasnya juga. Tapi hari ini dia masuk sekolah, tidak seperti dirinya yang belum dibolehkan orangtua Amanda.

"Ini masih setengah enam, ada satu jam setengah nunggu bel masuk," ujar Yura tersenyum tenang. "ayo bolos."

Sani terkejut dengan ajakan Yura. "Bolos?"

Yura mengangguk, "Iya bolos. Kamu belum pernah bolos kan?"

Darren tahu ini hanya akal-akalan Yura untuk mengalihkan niat Sani supaya tidak masuk kelas dan melakukan percobaan bunuh diri.

Lama karena Sani tak kunjung jawab, Yura pun menggandeng lengannya, "Udah ayoo." Untungnya Sani penurut.

Setelah pergi agak jauh dari sekolah karena sudah ada taksi yang beroperasi. Yura membawa Sani ke rumahnya yang sudah lama juga tidak ia huni. Mungkin hampir satu bulan. Darren melihat gerak-gerik Sani yang agak risih. Dia kenapa?

Yura berhenti dan berhadapan dengan Sani. Sani justru terpaku dengan pria di belakang Yura. "Dia.. siapa?"

Yura terkejut sama halnya dengan Darren. "Kamu bisa liat?"

"Liat apa?"

Yura menoleh, "Ini Darren."

Sani tampak terkejut, "Darren yang di kelas kita?"

Yura mengangguk singkat. "Aku gak nyangka kamu punya bakat juga."

"Iya, setelah kecelakaan."

Yura paham. Ia menunjuk tas Sani, "Bawa tambang kan?"

Sani melirik tasnya lalu melihat Yura, "Nggak. Aku bawa buku."

"Jangan bohong," ujar Darren ikut bersuara.

Sani menunduk dalam dan itu membuat Yura iba. "Kamu kenapa, San? Ada masalah apa?" Ia menghampiri Sani dan memegang pundaknya.

Sani terisak, "Aku pembunuh, Ra. Aku bunuh adik aku. Dia meninggal karena kecelakaan sama aku. Sampai sekarang aku belum sempat minta maaf sama dia.. hikss."

"Kamu bukan pembunuh. Kematian itu takdir-Nya. Kita gak bisa ngelak. Memang jalannya kecelakaan, San."

"Kamu bisa bilang ke dia kalau aku minta maaf, Ra?" tanyanya memelas.

Yura menatap Darren, "Aku gak bisa. Mungkin Darren yang bisa."

"Aku gak menjamin," kata Darren takut membuat mereka kecewa. "tapi semoga bisa."

Darren menghilang sejenak dari mereka.

Yura menatap Sani, "Kita tunggu Darren."

*

Udah dulu mantemannn😄😅

untuk kasus kematian Darren masih misteri ya, sekarang ada dua cewek yang bantu Darren cari tau penyebab kematiannya.

"Dialog antar tokoh"

Darren : Sani sama kamu masih cantik kamu ya, Ra.

Yura : (curiga) Hayo, ada niat apa nih?

Darren : Beliin aku sepatu dong :)

Yura : Banyak gaya kamu -_-

Sani : Nanti aku belikan kalau ada uang

Darren : Nahh, itu baru betul :) Yura jelek!

Yura : Kadang kamu napak, kadang melayang. Kok bisa sih?

Darren : Kalau aku melayang, itu tandanya dulu jalannya gak rata.. masih gradakan gitu lho.

Yura : Ohh gitu...

Sani : Darren ganteng ya, hihi

Darren : Berarti emang Yura yang gengsi, masa dia samain aku kayak bawah panci-_-

Yura : Masih gantengan Bapaknya Amanda kali daripada kamu.

Sani : Aku kira Darren itu jahat, nggak ternyata.

Yura : Biasa aja.

Byeeeee😘**

Terpopuler

Comments

~Sasha_76~

~Sasha_76~

bawah panci pink nya Seokjin😂

2021-01-23

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!