Si Heboh Amanda

Darren makin tidak jelas ingin kemana. Malam ini gagal ke Sekolah karena Yura menghindarinya. Dia berencana investigasi sendiri. Tapi gimana ya...

Yura masih marah. Tega sekali kalau dia tidak menunggu berbaikan.

Bahkan sampai pagi yang Darren lakukan hanyalah duduk di depan pintu kamar Yura untuk meminta maaf dengan mengantarnya ke sekolah. Semoga berhasil.

Cklek'

"Pagi, Yu—." Darren terhenyak saat melihat penampilan Yura. "kamu gak sekolah?" tanyanya heran.

Yura memutar bola matanya jengah lalu turun mengambil air minum di dapur. Darren tetap mengikutinya meski sesekali melompat jauh bak ada trampolin. "Kok gak berangkat? Perasaan bukan hari minggu deh."

Selesai minum, Yura beranjak menuju ruang tamu untuk rebahan sambil nonton televisi. Darren meneliti wajah Yura yang agak pucat dan tidak semangat seperti sebelumnya. "Kamu sakit ya?" tanyanya sambil menaruh telapak tangan di dahi Yura. "Iya, anget."

Yura merogoh ponsel di atas meja untuk menelepon Amanda.

"Halo, Nda?"

"Lo dimana? Kok gak masuk? Mana gak bilang, gak gue bikinin surat lah. Lo di Alpa tau !"

"Aku sakit, Nda. Maaf ya gak bilang."

"What! Lo sakit?! Kenapa, Babe?"

"Kemarin kelamaan main air."

"Kayak bocah lo. Ada-ada aja."

"Nanti kamu kesini bisa?"

"Bisa dong. Eh bentar ya, udah bel masuk."

"Oh, iya. Maaf ganggu sebentar."

"Santai aja, Babe."

.

Darren yang tidak tahan lagi diabaikan Yura langsung berdiri, "Kemarin aku nyelametin Sani dulu karena dia gak sekuat kamu, Ra. Dia gak bisa berenang sehebat kamu."

Yura meliriknya sekilas lalu kembali main HP.

Darren menggerakkan bola matanya untuk melempar ponsel Yura ke lantai.

Yura lantas mengambilnya dengan santai. "Kurang kerjaan," gumamnya.

Darren melotot saat Yura tidak menggubris tindakannya. "Yura!"

Yura tidak tahu harus diapakan jurig sia*an di depannya. "Darren. Aku lagi sakit, tenaga aku terkuras karena kemarin. Aku cuma bisa dengar suara kamu, gak bisa liat kamu. Jadi, please, jangan teriak-teriak. Berisik tau gak!"

Sebenarnya dia masih bisa melihat, namun samar seperti buram. Ini sering terjadi ketika ia jatuh sakit. Hal yang tidak mengenakkan saat sakit adalah banyak hantu yang mendekatinya untuk meminjam raga dan menyelesaikan masalah dunianya.

Darren yang mau marah jadi merasa bersalah. "Maaf. Aku gak tau." Dia duduk di samping Yura untuk menemaninya nonton televisi.

Jam berlalu begitu cepat hingga mereka ketiduran di sofa dengan posisi kepala saling sandaran. Yura terbangun lebih dulu dan kepo apakah hantu di kolamnya masih ada atau sudah pergi. Lagipula ia tidak tahu asal hantu itu dari mana.

Saat sedang serius memperhatikan sesuatu di dalam air, ia lengah dan hampir tercebur lagi kalau tidak ada yang menahan tubuhnya dari depan alias Darren berdiri di atas air. Didorongnya pelan tubuh Yura untuk menjauh dari kolam. Detak jantung gadis itu masih sangat kencang.

"Maaf tadi aku yang di dalam air."

Suara Darren membuat Yura lega sedikit. "Aku kira hantu kemarin."

"Mereka udah pergi."

"Syukurlah."

"Yura, maaf."

Yura menghela nafas, "Udahlah. Gak usah bahas lagi. Bawaannya marah terus sama kamu."

"Berarti gak marah ya?"

"Gak jamin."

"YURAAA!"

Amanda datang ke rumah Yura dan langsung teriak memanggil namanya. Darren masih ada di samping Yura walaupun tidak kelihatan oleh mereka. Dia ini tipe cowok setia, gak ada yang mau gitu? Hehe..

Amanda berhenti di depan Yura sambil menggoyang-goyangkan tubuh sahabatnya, "Hellow! Lo sakit apa, Babe?"

"Sakit hati. Uhuy!" Sahut Darren untuk mereka.

Yura mengabaikan ucapan Darren. "Udah mendingan kok. Gapapa, tenang aja." Dia mengajak Amanda duduk, "Kamu gak pulang dulu ya?"

"Kan lo nyuruh gue dateng langsung. Pikun ya lo?" hardik Amanda.

"Hehe.. Apa iya ya?" Yura mengangguk kepalanya tidak ingat.

"Lo nginep di rumah gue kan? Lo lupa, kolam ini kan punya cerita horor buat gue. Kita masuk yuk, jangan disini, please."

Tidak ada yang salah dengan ucapan Amanda. Yura memang pelupa akut. Dia lupa kalau rumah yang ia tinggali banyak penghuni dari alam lain bahkan sampai tidak bisa diabsen satu-satu. Akhirnya mereka keluar —tepatnya di teras rumah.

"Nda. Minggu depan pada pulang, kamu bantu aku beresin rumah ya besok."

"Yakin? Ntar lo di-prank lagi.." Amanda terkekeh sinis. Dia seperti sudah hafal dengan kelakuan keluarga Yura, apalagi Kakaknya. Dia bahkan sempat ragu kalau Yura sebenarnya bukan adik kandungnya. Namun Yura menyangkal ucapannya.

Bayangkan saja, anak bontot ditinggal sendiri di rumah. Mentang-mentang Yura yang punya bakat tinggi, mereka kira Yura bisa jaga diri sendiri. Padahal tidak.

Justru dengan diberi hadiah demikian, Yura makin butuh teman untuk mendengarkan cerita tiap hari yang ia lewati. Ia tidak seberuntung Amanda.

"Di-prank ya gapapa. Rumah bersih jadi enak kan." Yura menanggapinya santai.

"Uhh, lo gak tau sih tadi di sekolah ada yang kesurupan lagi."

Yura menoleh sesaat, "Masa sih?"

"Iya. Pas dideketin malah nemplok di tembok kayak takut dideketin gitu."

"Terus yang keluarin arwahnya siapa?"

"Tiba-tiba keluar sendiri, terus dia dibawa ke UKS deh."

"Biasanya gak langsung keluar. Dia cuma keluar buat ngikutin tubuh yang tadi dia rasuki."

"Maksud lo.. Dia bisa dirasuki sewaktu-waktu, gitu?" tanya Amanda.

Yura mengangguk. "Iya. Coba nanti aku tanya Sani."

"Sani? Anak kuper itu? Kok lo kenal?"

Yura mengerjap, "Iya baru kenal kemarin. Dia juga punya mata batin."

Amanda tidak percaya. "Ah masa sih?"

"Iya, punya."

"Tapi gak sehebat lo kan?" 0Yura tertawa membuat Amanda menatapnya serius. "Kan lo doang yang bisa ngusir mereka."

"Pake ayat kursi!"

Amanda tergelak, "Tapi yang keluar Al-Fatihah terus gue."

"Yang penting baca," ujar Yura.

"Becanda. Dibanding Sani, lo tuh udah pawang jurig. Gue yakin deh jurig di kelas yang ganteng itu demen sama lo."

Yura berhenti tertawa lalu menoleh ke Darren yang menatap Amanda terkejut.

"Dia suka sama Sani," ujar Yura tiba-tiba.

Darren menatapnya tidak suka lalu menjatuhkan pot dari balkon atas hampir kena kaki Amanda. Harusnya mau ia arahkan dekat Yura, tapi keberuntungan berpihak padanya.

"Ih serem banget rumah lo. Ayo ke rumah gue, kita lanjut ghibah disana."

"Rumah kamu banyak maksiat ya ternyata."

"Ghibah doang..."

"Iya, tau-tau dosa se-lautan."

"Suka bener deh lo."

"Aku gak suka Sani !" teriak Darren memekakkan telinga yang mendengarnya. "Aku tunggu kamu besok di sekolah. Janji harus ditepati."

Ah sial. Ini karena perjanjian dalam mimpi yang mengikat mereka untuk mencari tahu masa lalu dan masa depan Darren yang antah-berantah.

"Ayo, Nda." Yura beranjak mengajak Amanda pergi dari rumahnya.

"Darren mimpi, Sani bunuh diri di kelas."

BHUKK UHUKK

Amanda keselek. Dunia sudah tidak waras, menurutnya.

...Tbc....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!