Disambut

Darren yang lebih sering disisi Yura mulai merasa sakit di tubuhnya hilang. Entah kenapa, saat mereka berjauhan memang ada nyeri yang ia rasakan. Biasanya bahu dekat leher.

Yura sedang diajak bicara oleh Dokter dalam keadaan berbaring. Setelah selesai, barulah Rendi bertanya padanya.

"Yura, gimana keadaan kamu kata Dokter?" tanyanya lembut.

Yura tersenyum lalu mengangguk, "Baik, Om. Aku udah boleh pulang belum, Nda?"

Amanda menjawab, "Sore ini lo pulang. Ke rumah gue ya tapi. Coba gue mau lihat keluarga lo nyariin lo gak." Dia nampak acuh sambil duduk menyilang di kursi.

Yura masih sempat terkekeh, "50:50."

"Bakar aja rumah lo kalo mereka gak nyariin lo," ketusnya kesal akut.

"Manda, gak boleh gitu." Rendi memperingati anaknya agar bicara yang baik-baik. "Manda. Ayah mau ke Kantor lagi, kamu jagain Yura ya."

Yura berkata, "Maaf ngerepotin, Om."

"Gak sama sekali. Kamu udah Om anggap seperti anak sendiri."

Sepeninggal Rendi. Amanda buru-buru menyeret kursinya mendekati Yura untuk bertanya. "Kok lo bisa ketabrak? Gimana ceritanya?"

Darren tidak sabar ingin dengar ceritanya.

"Aku nyebrangnya gak liat kanan-kiri."

Amanda berdesis, "Emang lo ceroboh! Kesel gue dengernya. Eh bentar, gue kebelet pup." Dia masuk toilet.

Yura menatap tangan kirinya yang dipasang gips. Patah tulang... itu hal yang tidak ia sangka. Ditambah kepalanya diperban dan tangan diinfus layaknya orang kecelakaan parah.

"Yura, kamu bohong."

Yura mendongak melihat Darren berdiri di depan brankar-nya dengan tatapan tajam.

"Kamu ditabrak, bukan tertabrak. Ya kan?"

"Udahlah.. aku males bahas itu."

"Ayo jujur ceritanya."

"Apaan sih?!"

"Yura, kemarin kamu sama aku pergi sama-sama. Tapi pas aku kembali ke jalan sebelumnya, kamu udah gak ada. Kata warga kamu kecelakaan, tabrak lari. Aku sama Sani langsung cari kamu."

"Menurut kamu kenapa?" tanya Yura mengangkat dagunya. Ia melempar tatapan sinis.

"Kamu pasti— dikejar hantu kan?"

Yura mengambil lalu melempar ponselnya ke arah Darren saking kesalnya. "Terus siapa yang b*go!? Aku? Dasar, jurig bereng*ek." Ia mengeluarkan kata-kata kasar sambil menutup tubuhnya dengan selimut putih. "sedetik yang lalu bilang bakal jagain, sedetik kemudian malah pergi sama orang lain."

Darren menahan emosi. Dia mengambil ponsel Yura yang tadi dilempar pemiliknya dan meletakkan di nakas lagi. "Emang serba salah!"

Yura menyibakkan selimutnya, "Sana! Minta tolong sama Sani aja sana! Kamu kan lebih suka sama dia!"

Darren menarik selimut dari tangan Yura, "Yaudah maaf!" teriaknya kesal.

Yura tidak terima lalu turun dari brankar untuk membalas Darren. Dia menjitak kepala Darren, "Sana balik ke Sani! Gak usah datengin aku lagi!"

Darren meringis lalu tidak sengaja menghentakkan tangannya ke arah Yura mengakibatkan gadis itu terjatuh hampir setengah meter dari tempat Darren berdiri.

Dokter Bara yang kebetulan masuk bersamaan dengan Amanda yang keluar dari toilet, terkejut melihat Yura berada di lantai dengan brankar berantakan.

"Astaga! Yura, lo kenapa?" Amanda terbirit-birit menghampiri sahabatnya.

"Biar saya aja." Bara segera mengangkat pinggang Yura ke atas brankar lagi. Amanda tertegun dengan kesigapan dokter tersebut.

"So sweet banget ih," Batin Amanda berteriak. Jiwa jomblonya meronta-ronta lihat Dokter tampan.

"Tangan kamu gapapa?" tanya Bara agak ruku supaya bisa sejajar dengan Yura.

"Gapapa," jawab Yura dengan tenang.

"Pecicilan sih lo. Masih sakit udah gak sabar mau pulang?" Amanda agak kesal dan bingung kenapa Yura bisa ada di lantai.

Bara terkekeh. "Kalian ini persis sahabat saya."

"Siapa?" tanya Amanda penasaran.

"Aurel sama Nabila, persis kayak kalian. Yang satu tenang, yang satu cerewet." Bara teringat dengan Aurel, adiknya yang baru. Hehe.

"Inget mereka, inget kita. Ya gak?" Amanda menaik-turunkan alisnya jahil.

Bara agak sedikit takut dengan Amanda. Takut kalau ia sedang sendiri lalu dipeluk dari belakang, dari wajahnya kelihatan sekali seperti saat Fina melihatnya pertama kali. Tatapan penuh kagum.

"Iya," jawab Bara supaya Amanda lega. Dia beralih menatap Yura, "Saya cek dulu kamunya."

Mulai dari tensi darah, detak jantung dan paru, mata, lalu ulu hati. Bara merasa semua baik-baik saja, syukurlah.

"Gimana, Dok? Temen saya gapapa kan?" tanya Amanda sambil menggigit kuku jarinya.

Bara menggeleng, "Gapapa kok. Tapi tensi darahnya agak naik sedikit. Mungkin kaget pas jatuh, itu wajar."

"Hobi banget jatoh. Dibanting sama set—"

"Syukurlah gapapa," potong Yura cepat-cepat.

"Hiih, ngomong setan aja gak boleh." Amanda berdecak dalam hati.

"Saya ke pasien lain. Kak, tolong jaga temannya ya," ujar Bara pada Amanda. Amanda mengacungkan kedua jempol tangannya pertanda siap menjaga Yura.

Amanda merasa ada yang aneh daritadi disini. "Ra. Sahabat halu lo disini ya? Kok gue merinding..."

"Gak cuma Dia. Rumah Sakit ya bejibun, jurignya." Yura menjawab santai. Yang dengar jawabannya justru ketakutan.

"Gak bakal nyulik gue kan?"

"Nggak. Kayaknya."

"Jawaban lo meragukan." Amanda bergidik membayangkan diculik hantu. Kalau ganteng bisa dipertimbangkan. hehe.

Yura terkekeh dan melihat Darren menghilang, mungkin masih merajuk.

"Oh iya, Ra. Ada gak teori kenapa dari sekian hantu, lo cuma bisa bersentuhan sama Darren?"

"Sebenarnya bisa semua. Tergantung mood aku. Kalau lagi marah biasanya mereka gak mau dekat-dekat. Tapi kalau takut, ya dikejar. Tapi aneh memang, yang bisa kayak manusia ya Darren. Dia itu wujud sempurna karena pusat aktivitas hantu."

"Tentang misi kamu?"

"Darren bakal kembali ke wujud terakhir saat dia meninggal kalau aku tau alasan dia meninggal." Yura menghela nafas jengah. "tapi gak tau deh sampai kapan. Sebenarnya aku gak mau terlibat, tapi karena Darren udah bantu banyak, aku gak bisa nolak."

"Gue curiga kalau dia itu meninggal gak wajar. Buktinya dia di garis abu-abu. Di dunia kagak, di akhirat juga kagak. Kan aneh."

"Itu lumrah."

"Kakak lo masih bisa liat hantu kan?"

"Dia kan pawang hantu..." Yura tertawa.

"Iya ya. Tapi kenapa jadi pawang lo kayaknya susah banget. Padahal kan resikonya lebih besar dari jagain lo."

"Nda... aku males ah kalo bahas Kakak."

Darren muncul tiba-tiba dari samping Amanda. "Aku mau sama kamu aja."

Yura mengeryit heran. Ia geleng-geleng, "Manda. Darren ada di sebelah kamu."

Manda tidak kaget dan tidak beranjak. "Dah biasah."

"Aku ikut disini aja ya. Gak usah pergi," ujar Darren lagi. Entah kesambet makhluk apa setelah pergi tanpa izin. Tidak mungkin hantu dirasuki hantu.

"Aku yang pergi."

**bersambung...

Nah siapa tuh yg mau pergi.

Aku mah setia sama kamu**.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!