"Ibu jangan berlebihan, aku tak pernah suka pemberian Dewa." Maura memberingsut, meski itu ia katakan dengan lirih, namun Elang masih sangat jelas bisa mendengarnya.
Kemudian seorang perempuan pun datang menuju ke arah mereka.
"Ava?" Elang sungguh jelas melihat bengkak di kedua mata Ava.
'Apa ini ada kaitannya dengan Dewa?' batin Elang yang tiba-tiba hatinya tidak baik-baik saja saat membayangkan hal itu.
"Sayangku, calon suamimu datang sangat pagi menjemputmu, mengapa kau tidak dandan dengan baik?" Nyonya Hans berusaha meraih lengan Ava. Namun Elang mendahuluinya dengan cara yang posesif.
"Tidak apa ibu mertua, menurut saya Ava selalu cantik," ungkap Elang yang mengapit tangan Ava pada lengannya.
"Seandainya kau datang lebih siang, mungkin aku yang akan mendandani anak ini," ujar nyonya Hans. "Oh ya, kudengar perwakilan perusahaan Azura datang semalam, seharusnya pagi ini kau menemaninya untuk sarapan bukan?"
Klien pagi ini memang sangat penting, hingga nyonya Hans saja sampai tahu tentang kabarnya.
"Apa kau membatalkannya?" lanjut nyonya Hans penasaran.
"Ya, saya batalkan. Karena ... aku menyangka jika sesuatu terjadi pada calon istriku." Elang menatap Ava dan mengangkat dagu gadis itu sambil tersenyum.
Ava yang mendongak karena jari Elang mengangkat dagunya pun dapat melihat wajah Elang dengan jelas yang sedang tersenyum. Manik mata mereka bertemu. Tatapan Elang seakan mengisi kekosongan dalam pikiran Ava.
"Takkan kubiarkan, orang lain ada di pikiranmu," lirih Elang sambil mengusap dahi Ava dengan tangannya yang lain. Gadis itu langsung sadar dari tatapan Elang yang sempat menyihirnya.
Ava salah tingkah dan langsung menundukkan kepalanya, menepis telunjuk Elang di dagunya. Hatinya berdebar selaras dengan pompaan darah pada jantungnya yang begitu cepat. Tanpa menunggu lama, hasil kerja jantung itu tampak pada semburat merah pipi Ava.
Sementara nyonya Hans dan putri sulungnya menatap pemandangan itu dengan terheran-heran. Mereka berdua seakan tak percaya akan kedekatan Elang dan Ava seperti ini.
"Ehem ehem." Nyonya Hans mendehem untuk memecah keheningan suasana.
Maura pun beranjak dari duduknya dan pergi dari ruang tamu tanpa permisi.
Sementara Ava masih seperti apel berambut panjang, wajahnya begitu merah.
'Ya Tuhan kenapa aku bergetar seperti ini?' Ava memegang kedua sisi roknya untuk menutupi lututnya yang bergetar.
"Ibu mertua, kami permisi." Elang meraih tangan nyonya Hans untuk berpamitan. Setelah itu Elang pun merangkul bahu Ava dan mengajaknya untuk pergi.
"Hari ini kita akan melakukan pemotretan prawedding, aku harap kondisi matamu bisa kembali normal selama kita di perjalanan ini." Elang melirik Ava sambil mengemudikan mobil.
Ava melamun dan memperhatikan pemandangan di luar mobil.
"Kau mendengarkanku?" Elang melepas tangan kiri dari kemudinya, lalu menggoyangkan telapak tangannya di depan wajah Ava.
"Ah, eh, iya?" Ava melirik ke arah Elang sejenak lalu menunduk sambil menatap kedua kakinya yang tertutupi oleh sepatu kets berwarna biru.
Elang menghela napasnya, ia pun kembali fokus pada jalanan di hadapannya. Sementara Ava terus menunduk sambil memegangi tas nya, sekali-kali dirinya melihat ke arah jendela.
Akhirnya mereka pun tiba di tempat pemotretan. Elang dan Ava bergegas untuk mengenakan baju pengantin mereka dan kemudian menggunakan make up untuk merias mereka. Tim perias kali ini cukup lihai, sehingga dapat menutupi mata Ava yang bengkak. Prawedding kali ini terlihat sempurna.
"Betapa bodohnya aku yang menangis semalaman, padahal tau hari ini akan ada pemotretan." Ava bergumam sendiri saat tim perias sedang meninggalkan ruangan.
"Untungnya kantung mata ini bisa tertutupi, ternyata make up secanggih ini. Nanti aku harus belajar dandan agar bisa selalu tampil cantik seperti ini," ungkap Ava yang sedang terus memperhatikan pantulan wajahnya di cermin.
"Pengantin wanitanya seperti habis menangis semalaman."
"Apa pengantin wanita tidak bahagia?"
"Ya, wajar saja. Karena dia menikah dengan pria setampan itu. Mungkin dia tersiksa."
Ternyata tanpa Ava sadari beberapa tim perias sedang membicarakannya.
"Ssst, jangan berisik. Dia keluar," ungkap salah seorang dari mereka begitu melihat Ava keluar dengan gaun putihnya.
"Ruang pemotretan ada dimana ya?" tanya Ava pada tiga orang yang sedang berkerumun di luar ruangannya.
"Oh Nona, mari saya antar. Maaf, saya lupa harus mengantar anda." Anggota perias yang menggunakan seragam khusus tim prawedding itu meninggalkan rekannya dan langsung mengantar Ava ke tempat pemotretan.
'Padahal sebenarnya, pengantin wanitanya ini sangat cantik. Bentuk wajahnya sangat sempurna, sayang dia belum mengenal make up. Dilihat dari usianya, dia seperti masih sangat muda,' batin perias itu pada dirinya sendiri.
"Di sini Nona, silakan ...." Ava dipersilakan masuk oleh salah satu anggota tim perias yang mengantarnya tadi.
"Terima kasih," ucap Ava lalu menuju ke area pemotretan depan kamera.
Di sana tampak laki-laki dengan hidung bak paruh elang yang akan menjadi partner pemotretan Ava sedang berkaca dan membetulkan dasinya, ia tampak memiringkan sedikit sisi-sisi wajahnya untuk melihat area rahangnya yang bergaris tegas.
Kemudian laki-laki itu berhenti terfokus pada pantulannya. Karena pantulan bayangan lain di belakangnya lebih menyita perhatian. Sementara ia terpana dengan pengguna gaun putih dalam cermin, tanpa ia sadari bahwa gadis itu sedang mendekat ke arahnya.
"Bapak sudah siap?" tanya gadis yang telinganya hanya sebatas siku Elang.
"Ya, ayo!" Laki-laki itu pun mendahului Ava menuju pada area di depan kamera dengan latar serba putih.
"Kita mulai sesi pertama ya, ayo berpose!" Pria yang mengenakan flat cap itu langsung memosisikan sebelah matanya di balik kamera.
"Satu ... Dua ...." Sang potografer berhenti membuat hitungan. "Kalian yakin akan berpose seperti itu?" Dia menaikkan alisnya karena merasa heran.
Sambil berkacak pinggang, laki-laki itu meninggalkan kameranya dan menuju ke arah Ava dan Elang. Kemudian dia menatap pasangan calon pengantin itu bergantian.
"Kalian, coba lebih dekat! Kita akan lakukan sesuai temanya!" Sang potografer menunjuk ke arah mereka berdua agar saling mendekat.
Elang menggaruk-garuk kepalanya, sekalipun ia dekat dengan banyak perempuan, tapi ini pertama kalinya ia melakukan foto prewedding. Akhirnya Elang pun mencoba mendekati Ava. Namun kini giliran Ava yang menjadi salah tingkah tak karuan.
"Pengantin perempuan, kau jangan malu-malu di hadapan calon suamimu!" Elang mencibir Ava.
Ava mendengus dan menggeser sedikit bahunya lagi hingga menyentuh lengan Elang.
Elang pun tersenyum dan dia berdiri di belakang Ava. "Diam dan jangan tegang!" Setelah mengatakan demikian, Elang langsung memeluk Ava dari dari belakang.
Raut wajah terkejut tampak dari Ava, matanya melebar dan alisnya sedikit naik.
"Rileks, perutmu tegang tau!" Elang mengeratkan pelukannya dan meletakkan dagunya di atas bahu kiri Ava.
"Satu ... Dua ... Tiga ...," seru potografer mengambil beberapa jepretan.
"Pengantin perempuan lebih rileks, ya!" Sang potografer bersiap mengambil gambar lagi.
Ava bahkan masih belum sempat bernapas. Di depan kamera wajahnya semakin merah seperti apel yang sedang menjadi sasaran anak panah.
"Kita ambil lagi, tenang saja. Aku punya banyak waktu," ujar Elang.
"Pengantin perempuan wajahnya agak menengok!"
"Coba pundaknya bersandar dengan santai."
"Tangannya bergandengan yang mesra dong!"
Sang potografer berulang kali mengarahkan gaya. "Ah, ini sangat melelahkan!" Pria itu membuka flat cap nya dan membantingnya ke atas meja.
"Panggil pengarah gaya! Aku tidak sanggup!" Sang potografer menggaruk kepalanya dengan kasar.
***
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
dasar bermuka 2 Lu jalang
2023-02-21
0
Rose_Ni
🤣🤣🤣
2021-12-12
0
Nana Cetya
😁😆 harus ekstra sabar
2021-06-03
0