Keesokan paginya, dini hari di kediaman Hans
Dengan rasa sedih yang masih bergumul di hati. Ava bangun dari tidurnya mendahului semua anggota keluarga di rumah itu.
Dia meniti satu per satu tangga, dengan pegangan kayu yang memuluskan genggaman di tangannya. Perlahan dia mengintip ke arah ruang tamu yang sangat sepi.
Dengan nanar, kini kedua netra yang masih sayu itu menangkap setiap bagian kelopak mawar putih yang masih berhamburan.
Jemari lentiknya memunguti satu per satu benda yang telah dihadiahkan padanya semalam.
"Terima kasih, kak Dewa ..." gumam lirih Ava pada dirinya sendiri. Buliran bening itu mengalir, tetes demi tetes membasahi segala yang ada di genggaman Ava.
Gadis itu berdiri dengan pungutan buket mawar putih yang rusak di pelukannya. Ia pun berjalan dan kembali lagi ke kamarnya.
Langkahnya gontai, ia terlihat tak bersemangat. Mawar putih yang kehilangan sebagian kelopak itu tertempel di dadanya, seakan ingin memberitahu ritme jantung pemiliknya pada sang mawar putih tak berdosa.
Ava masuk ke kamarnya, dia menutup pintu. Dengan bersandar pada daun pintu tersebut, gadis itu perlahan memerosotkan tubuhnya, memberi gesekan antara punggung dengan benda yang terbuat dari kayu tersebut.
Air mata masih terus membasahi pipinya, mata yang terpejam masih terus mengeluarkan bulir bening dari tiap sudutnya.
Dengan tersedu-sedu dia mengeluarkan seluruh emosinya. Bukannya kesedihan yang ia rasakan, melainkan sebuah kehampaan. Celah kosong dalam ruang hati, banyak yang melalui, namun tak ada yang menyinggahi.
Gadis dengan rambut yang sudah tak rapi lagi itu menengok ke arah meja ketika ponselnya bergetar.
Ava mendekatkan ponsel itu pada telinganya setelah ia tau siapa yang menelpon.
"Siang nanti jam sebelas, kau datang sendiri! Aku tak bisa menjemputmu." Tanpa salam tanpa basa-basi, suara di seberang sama sekali tidak ramah, seakan tak peduli dengan gadis yang sedang ia telepon.
"Hiks, hiks, hiks." Ava tak menjawab. Isak tangis lebih mudah ia keluarkan ketimbang kata-kata.
"Apa yang terjadi?" Kini suara tidak ramah itu berganti dengan suara seorang pria dewasa yang sedang khawatir.
Tuut
Sambungan itu terputus, menyisakan isak tangis. Gawai pipih itu pun terlepas dari tangan Ava.
Dengan nafas yang masih tersengal-sengal, Ava mencoba berhenti dari tangisnya. Dia pun menuju ke kamar mandi.
***
"Tuan muda, saya sudah menyiapkan semua yang Tuan muda minta." Kepala asisten berkata di depan sebuah kamar.
Kemudian terdengar langkah berat yang begitu cepat seperti sedang terburu-buru dari dalam kamar menuju ke arah pintu.
"Asisten Mu, katakan pada ayah, aku tidak bisa menghadiri jamuan pagi bersama dengan klien dari Jepang." Seorang pria berhidung mancung bak paruh elang, keluar dari kamar tersebut dan berkata demikian secara tiba-tiba.
"Tuan muda, bukankah anda sudah sepakat untuk menghadiri acara pagi ini?" Kepala asisten mencoba mengingatkan anak semata wayang dari tuannya tersebut.
"Iya, tapi itu tadi! Sebelum aku tau jika Ava sedang menangis di rumahnya," jawab tuan muda itu dingin.
"Baiklah tuan muda Elang. Jika itu keinginan anda, apa saya harus membatalkan acara ini?"
"Terserah!"
Laki-laki itu pun pergi meninggalkan asisten yang sedang termangu karena merasa aneh.
"Aku melewatkan sesuatu. Sejak kapan tuan muda Elang jatuh cinta pada nona Ava?" gumam kepala asisten Mu sendiri.
***
Seusai mandi, Ava pun memilih baju untuk ia kenakan. Ia sama sekali tak peduli dengan penampilannya, ia pun memilih baju dengan asal saja.
Kemudian ia merapikan rambutnya sedikit, lalu menggunakan beberapa jenis make up yang menurutnya bisa menutupi mata bengkaknya. Namun sebenarnya hal itu sia-sia, karena Ava sebenarnya sama sekali tidak bisa make up, apalagi memberi ilusi pada matanya agar terlihat segar kembali.
"Tuan muda Elang, selamat pagi!"
Suara seorang perempuan yang berhasil membuat Ava menangis semalaman terdengar seperti sedang menyambut kedatangan Elang.
"Apa pak Elang di sini?" tanya Ava pada dirinya sendiri sambil menyisir rambutnya, dia masih berada di dalam kamar.
Kini Elang sedang masuk pada ruang tamu keluarga Hans yang sudah bersih. Karena selain Ava yang sudah memunguti sendiri mawar putihnya, para asisten rumah tangga pun sudah membersihkan rumahnya
"Calon ibu mertua, jangan panggil saya tuan muda." Elang menjawab dengan merendahkan suaranya.
"Ah, kalau begitu, haruskah aku memanggilmu, Nak?" tanya nyonya Hans berbasa-basi, wanita paruh baya itu tersenyum sambil menutupi mulutnya.
"Begitu lebih baik," jawab Elang sambil mengambil duduk di salah satu sofa ruang tamu.
Ava pun dengan terburu-buru keluar dari kamarnya. Beruntung dia sudah bersiap untuk pergi. Namun Maura mendahuluinya dan kakak angkat Ava itu pun masuk ke ruang tamu lebih dulu dari Ava. Ava pun akhirnya memilih untuk tidak muncul terlebih dahulu.
"Ini Maura," ungkap nyonya Hans sambil memperkenalkan putrinya yang baru masuk ke ruang tamu. Perempuan dengan rambut bergelombang sepinggang itu pun mengulurkan tangannya.
"Elang," sahut pria dengan tubuh tinggi itu seraya menyambut uluran tangan Maura. Dia pun membungkukkan badan seraya mengecup sedikit punggung tangan Maura. "Senang berkenalan dengan anda", lanjut Elang kemudian.
Maura pun tersipu dengan perlakuan manis Elang saat berkenalan padanya.
"Nak Elang, mengapa kau membatalkan pertunangan dengan putri sulung kami, padahal dia ini lebih dewasa dari adiknya." Nyonya Hans menanyakan hal yang tidak seharusnya.
Maura menyenggol lengan ibunya, karena hal itu membuatnya risih.
"Ah, itu ... aku sungguh minta maaf. Nona Maura memang sungguh cantik dan menawan, bahkan lebih dari yang aku lihat dari potretnya. Namun, cinta tidak bisa dipaksakan. Tanpa mengurangi rasa hormatku pada keluarga Hans, saya mohon maaf, karena saya lebih mencintai Ava." Elang menjawab tanpa ragu, ia tahu bahwa suatu saat ia akan menghadapi pertanyaan seperti ini.
Tanpa Elang sadari, Ava mendengar perkataan dosennya itu. Ombak berdebur memunculkan riak yang menari-nari dalam hatinya, sesaat yang lalu hatinya mendung, akankah Elang menjadi mentari baginya?
Lama cintanya bertepuk sebelah tangan pada Elang, hingga Elang kini menikahinya walau hanya sebatas kontrak. Benarkah yang ia dengar pagi ini?
Akan tetapi sekali lagi, Ava harus menelan pil pahit. Orang yang ia kagumi saat itu adalah orang yang akan dijodohkan dengannya, namun dengan ringan pria tersebut malah mengajukan kontrak jika ini hanyalah pernikahan bisnis.
Siapa tahu, jika Elang akan mengatakan hal seperti ini di belakangnya. 'Aku tidak boleh percaya diri, itu pasti cuma akting.' Ava menjelaskan pada dirinya sendiri.
"Kalau boleh tahu, sejak kapan Nak Elang mencintai Ava?"
"Kami sudah bertemu saat di unversitas Elang Jaya, kami sudah jatuh cinta sejak kami berstatus dosen dan mahasiswa."
"Uhuk." Ava terbatuk dari balik pintu, ia menutup mulutnya agar tidak terdengar.
Nyonya Hans pun tampak manggut-manggut.
"Saya harap Nona Maura tidak tersinggung," lanjut Elang.
"Ah, aku? Tidak, tidak sama sekali. Itu hak mu memilih siapapun calon pendampingmu," jawab Maura dengan senyum mengembang.
"Jangan sungkan karena hal itu. Maura ini sebenarnya, sudah mempunyai calon tersendiri." Nyonya Hans berkata sambil mengusap rambut Maura, sementar gadis itu malah menatap ke arah ibu seakan bertanya apa maksud dari perkataan ibunya?
"Semalam, kau tahu Dewa?" tanya nyonya Hans pada Elang yang dijawab dengan anggukkan.
"Dia itu sangat mencintai Maura, setelah kau pergi, ternyata anak itu kembali lagi dan mengirim mawar untuk Maura. Mereka sangat manis bukan?" Nyonya Hans tersenyum lebar.
Elang mengangkat kedua alisnya, seakan merasa aneh jika seorang Dewa mengirim bunga untuk wanita lain di rumah yang sama dengan perempuan yang dicintainya. Elang sangat tahu pasti, jika Dewa sangat mencintai Ava. Namun ia memilih diam dan tak berkomentar.
"Ibu jangan berlebihan, aku tak pernah suka pemberian Dewa." Maura memberingsut, meski itu ia katakan dengan lirih, namun Elang masih sangat jelas bisa mendengarnya.
Kemudian seorang perempuan pun datang menuju ke arah mereka.
***
Kunjungi ig @kak.ofa dan follow untuk melihat visual cast dari Sweet Marriage
Bersambung ...
Next part, oke?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
sok cantik lu
2023-02-21
0
Rose_Ni
orang tua model begini enakny diapain ya?!
2021-12-12
2
Mika chan
lanjut
2021-04-20
0