"Kau memang tak boleh jatuh cinta padaku!" Kali ini terlihat keseriusan dalam manik mata cokelat kehitaman milik Elang. Tatapan itu begitu dalam, seakan Ava hendak terhisap dan masuk ke dalamnya.
"Tiga tahun," ujar Elang sambil menunjukkan ketiga jarinya di hadapan wajah Ava. "Kita hanya butuh waktu tiga tahun, dan setelah itu ... ayo bercerai!"
"Aku tidak mengerti, mengapa harus menunggu tiga tahun?"
"Aku mendirikan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang fashion. Dengan menjadi pemasok utama pada HF distro, brand itu akan menjadi terkenal dengan cepat. Butuh waktu tiga tahun agar kerja sama bisnis ini stabil." Elang memicingkan matanya dan melirik ke arah Ava. "Apa jangan-jangan ... kau ingin pernikahan kita lebih lama dari tiga tahun?"
"Ah, tidak! Tiga tahun saja cukup!" elak Ava dengan wajah merona. Meski sebenarnya dia kecewa. Seandainya ini adalah pernikahan yang alami, maka ia akan dengan senang hati selamanya menjadi istri dari Elang.
"Jangan khawatir, aku juga sudah memikirkan ini jauh-jauh hari. Bahwa keuntungan yang di dapat dari pernikahan ini bukan hanya untuk bisnis saja, tapi untukmu secara pribadi juga akan diuntungkan."
"Maksud Bapak?" Ava merasa tak paham. Bagian mana dari sisi pribadinya yang akan diuntungkan dari pernikahan yang ia anggap sebuah kesialan ini?
"Ava, kau akan menikah, tapi setelah menikah kau tidak akan merasa seperti memiliki suami. Kau tau?" jelas Elang dengan tatapan dinginnya.
"Aku masih kurang paham," ujar Ava kemudian.
"Aku akan pergi ke Korea setelah pernikahan ini berlangsung, dan kau akan tetap di sini melanjutkan hidupmu. Setelah pernikahan, kau menjadi tanggung jawabku secara penuh. Dan aku membebaskan kau berbuat semaumu."
"Aku, bebas berbuat semauku?"
"Ya, kau bebas memilih di rumah mana kau ingin tinggal. Meski aku sudah memberi hunian untukmu, berupa sebuah vila. Jika kita bercerai, vila itu sepenuhnya milikmu. Dan jika kau tak suka, kau boleh memilih dimana kau ingin tinggal, aku akan memberinya."
Selama ini Ava selalu ingin keluar dari rumah yang membuatnya seperti penjara. Meski diberi fasilitas mewah, namun tetap saja, apa yang Ava pakai adalah barang bekas atau sisa dari kakaknya. Ava mengumpulkan uang dari uang jajan yang diberikan padanya, untuk suatu saat nanti ia akan gunakan jika ia harus hidup mandiri.
"Tidak hanya itu ...," ucap Elang yang masih berlanjut. "Apapun yang ingin kau pelajari? Akan ku fasilitasi. Guru privat ternama bahkan dari luar negeri akan aku datangkan untukmu. Bagaimana? Menarik?"
Ava hanya ternganga sambil menutup mulut dengan sebagian tangannya. Ia tidak menyangka jika Elang benar-benar mengerti akan keinginannya. Dulu sekali, ketika Ava ingin belajar berenang, bibi yang menjadi ibu angkatnya Ava selalu melarangnya, baju renang Ava dibakar, dan Ava dilarang keluar dari rumah selama satu bulan.
Atau ketika Ava ingin les piano, setiap hari selama satu bulan guru privat datang untuk mengajari Ava. Namun di hari berikutnya tiba-tiba guru itu tidak datang, ketika Ava tanyakan ternyata lagi-lagi ibu angkatnya yang memberhentikan guru itu. Wanita itu bilang, kemampuan Ava tidak akan meningkat meski Ava belajar bertahun-tahun karena Ava tidak ada bakat. Saat itu Ava sungguh sedih.
"Kau suka?" tanya Elang memecah lamunan Ava.
"Tidak buruk!" ujar Ava.
"Atau jika kau punya tempat yang ingin kau kunjungi? Kau bisa datang kapanpun kau mau, bersama siapapun, aku tak kan melarang!"
Mata Ava semakin berbinar. "Ke Raja Ampat boleh?" Ava bertanya dengan antusias. Karena Raja Ampat adalah tempat wisata yang paling ingin ia kunjungi sejak lama. Saat keluarga Kak Dewa, tetangga Ava, mengajak Ava pergi piknik bersama, ibunya melarang dan malah menyuruh kakaknya yang pergi bersama keluarga Dewa. Saat itu Ava sama sekali tidak bisa memprotes ketidak adilan yang ia terima.
"Tentu saja!" jawab Elang.
"Bersama Kak Dewa, boleh kan?" sambung Ava lebih antusias.
"Kak Dewa?" Elang mengernyitkan dahinya. Sepertinya ia luput tentang sesuatu saat mencari tahu tentang Ava. "Siapa dia?"
"Tetanggaku, umurnya berbeda sekitar lima tahun dariku. Dia sangat baik, dan kami berencana ingin berlibur berdua ke Raja Ampat suatu saat nanti." Ava masih belum bisa menahan rasa bahagianya.
"Oh, begitu?" Elang berusaha menyembunyikan rasa tak sukanya saat Ava menyebut nama lelaki lain. "Eeem, itu ... bagaimana nanti, kita bicarakan lagi." Elang tak ingin terus terang untuk menolak, namun ia tak bisa mengiyakan sesuatu yang tak ia suka. Lagi-lagi di hadapan Ava, Elang harus menahan diri. Padahal biasanya ia sangat tidak peduli akan perkataan orang lain.
"Baiklah!" Elang berusaha mengalihkan pembicaraan. "Intinya semua yang kau rencanakan kau bebas melaksanakannya. Tanpa harus meminta izin dariku!"
Ava tersenyum begitu puas. Selama ini ia harus menurut apa yang ibu angkatnya inginkan. Sehingga dirinya hanya menjadi boneka dari keluarganya.
Semua kebahagiaan yang hendak Ava terima, ternyata selalu membuahkan rasa tidak suka pada ibu dan kakak perempuannya. Kedua wanita itu selalu merebut paksa hak Ava.
Termasuk tentang Dewa. Pria yang lima tahun lebih tua dari Ava itu terlihat sangat dekat dengan Ava, namun ibunya tak suka melihat Ava bahagia. Ibu angkat Ava, Nyonya Hans, pun langsung mendekatkan kakak Ava, Maura, dengan Dewa. Harapannya adalah dengan mendekatkan Dewa dengan Maura, maka Dewa tak usah lagi berteman dengan Ava.
Bahkan termasuk pernikahan ini, Ava menjadi pihak yang tidak bisa memilih untuk menolak. Ava harus menurut. Namun mendengar Elang yang sedikit mempedulikan kebahagiaannya, mungkin ini adalah jalan terbaik untuk hidupnya. Mungkin ini saatnya Ava untuk benar-benar pergi dari rumah yang terasa seperti penjara tersebut.
"Mengapa Pak Elang mau melakukan ini untukku?" tanya Ava penasaran. Karena ia rasa pastilah Elang juga harus mengeluarkan uang pribadinya untuk menyokong kebebasan hidup Ava.
"Yah, anggap saja sebagai kompensasi karena kamu telah mau menikah denganku," jawab Elang ringan.
"Apa Pak Elang juga mendapat keuntungan dari pernikahan ini?"
"Bukankah aku sudah bilang, jika keuntunganku adalah menjadi bagian dari suplier HF Distro?"
"Tapi itu kan keuntungan secara bisnis, maksudku ... apa Pak Elang tidak mendapat keuntungan secara pribadi?" Ava merasa tak melakukan apa-apa yang bisa ia berikan pada Elang. Maka Ava pun penasaran dan menanyakan, apa yang akan menjadi keuntungan Elang secara pribadi.
"Aku tidak mendapat apapun secara pribadi. Lagi pula tidak ada yang kuinginkan dari pernikahan ini." Elang menjawab Ava dengan santai, seolah pernikahan ini bukanlah sesuatu yang besar baginya. "Kecuali ...," lanjut Elang tergantung.
"Kecuali?" Ava mengulang perkataan Elang.
"Kecuali kau mau tidur denganku dan menyerahkan dirimu padaku. Itu keuntungan untukku." Elang menyeringai.
Sementara Ava langsung memundurkan langkah dan menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. "Dasar mesum!" umpatnya.
***
Bersambung ...
Jangan lupa masukkan rak jika kalian suka, lalu beri vote sebanyak-banyaknya juga!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Rose_Ni
jangan dtolak Va,biar aja gak dsentuh suami,cerai jadi janda,janda tapi perawan😁
2021-12-12
0
Arninyon
sepertinya elang sudah jatuh cinta sama ava.. butuh flash back nanti..
2021-08-28
0
Gg
like it
2021-07-02
0