Sudah seminggu sejak acara perjamuan makan. Sudah tak terhitung ratusan kali pula Lena meminta Ava untuk menceritakan pengalaman makan bersama dengan keluarga yang pertama kali tersebut.
"Bagaimana jika kau kutraktir chicken burger saja, kau bisa pesan dua atau tiga porsi sesukamu, yuk! Yuk!" ujar Ava memotong pembicaraan Lena.
"Yah sudahlah jika kau memang tak mau menceritakan padaku!" Lena membuang muka dari Ava. "Mungkin aku sudah bukan menjadi tempat yang terpercaya lagi oleh sahabatku." Gadis berambut sebahu itu melangkahkan kaki agak menjauhi Ava.
"Jangan merajuk lah! Kita pergi ke restoran favoritmu, dan pesan steak? Kan sudah tidak ada jadwal kuliah? Ya! Ya!" bujuk Ava.
Lena tidak menjawab, dia semakin membuang mukanya menjauh dari pandangan Ava. Namun meski begitu gadis ini masih menyimpan lirikannya di ujung kelopak untuk melihat reaksi kawannya.
"Suatu saat aku akan bercerita! Tapi bukan sekarang!"
Lena tak menjawab. Namun kini kedua gadis itu saling tengok kanan kiri, ada apa? Kenapa banyak mahasiswi dan mahasiswa yang berlarian arah gerbang depan kampus.
"Cepat, Bugatti versi langka ada di depan kampus ini. Kapan lagi bisa melihatnya!"
"Yang mengendarainya pasti sangat tampan."
Begitu celoteh para mahasiswa yang berlalu lalang terburu-buru di koridor gedung kampus.
Ava dan Lena hanya menyimpan kedua tangan di samping bahu mereka sambil bertatapan dan menggelengkan kepala.
"Bugatti, apa itu Len?"
"Aku tidak tau. Mungkin sejenis makanan. Ayo kita ikut lihat. Mungkin enak, kau traktir aku untuk membelinya!"
Kedua gadis yang sama sekali tak pernah tau berita otomotif itu merasa asing dengan nama Bugatti. Mereka ikut berlari mengikuti arus karena takut tertinggal untuk membeli 'Bugatti' yang mereka kira adalah sejenis makanan.
Namun langkah mereka berhenti ketika setelah mereka tau, bukan penjual makanan yang mereka kerumuni. Melainkan sebuah mobil sport hitam yang terparkir begitu gagah nan elegan memamerkan seberapa kaya sang pengendara yang menungganginya.
Tapi Ava dan Lena, lagi-lagi kedua gadis yang buta otomotif itu tidak tau akan kemewahan dari mobil di hadapannya. "Ah, kukira ada tukang jualan makanan." Ava mengibaskan tangannya dan menjauhi kerumunan.
"Va! Ava! Coba lihat deh!" Lena menarik lengan baju Ava tanpa mengalihkan pandangannya.
"Apaan? Ayo kita ke kedai steak!" jawab Ava tak menghiraukan Lena, namun sebelah kakinya terguncang mengikuti arah tarikan Lena pada lengannya. "Ngapain, Len?"
"Itu pak Elang datang lagi! Gosipnya kan dia mau resign." Lena menunjuk ke arah pria yang baru keluar dari mobil mewahnya.
"Bapak gak jadi resign kan?"
"Mau ngajar lagi pak?"
"Mobil ini punya Bapak?"
Banyak pertanyaan terlontar baik dari mahasiswi maupun mahasiswa untuk pria dewasa yang sedang bersandar di pintu mewah Bugatti itu. Namun pria itu nampak tenang dan melepas kacamata hitamnya.
"Aku sedang menjemput calon istriku? Kalian melihatnya?" Dia bertanya pada semua orang yang berkerumun sambil mengelap kacamata hitam tersebut.
Pria itu berdiri dengan santai, tatapannya begitu arogan. Jas hitam Brioni Vanquish II dijahit dengan benang emas putih yang ia kenakan seakan melabeli manusia itu dengan kelas premium.
Semua orang yang berkerumun saling berpandangan menatap dengan penuh tanya satu sama lain. Tidak terpikir selintas pun di benak mereka akan ada calon istri dari dosen killer nan tampan yang juga kaya ternyata kuliah di kampus tersebut.
"Ava Ashalina?" Suara bariton itu membelah kerumunan hingga menampakkan seorang gadis yang lengannya sedang diseret oleh temannya.
"Va kamu dipanggil tuh," bisik Lena sambil melepaskan cengkeramannya pada lengan Ava.
Ava hanya terbengong menatap ke arah orang yang baru saja menyebut namanya. Kini orang tersebut berjalan, membuat semua pandangan tersita mengikut ke arah mana orang tersebut bergerak.
"Ayo kita pulang," ajaknya ramah.
Ava menoleh kanan kiri memastikan bahwa orang di hadapannya ini memang berbicara padanya.
Elang mengulurkan tangannya, meminta Ava untuk menyambutnya agar mereka pergi bersama.
Meski Ava tak mengerti, namun Ava berusaha menurut karena yang ia pahami, bahwa keberlangsungan bisnis keluarganya berada di tangan pria ini.
Ava melirik Lena yang sedang melotot pada dirinya. "Aku akan jelaskan nanti," bisik Ava seakan mengerti maksud dari tatapan tajam sahabatnya.
"Kau berhutang dua penjelasan padaku Ava!" tukas Lena yang masih belum terlepas memandang Ava.
***
"Kita akan pergi kemana, Pak?" Ava mulai bertanya ketika dia sudah menaiki mobil sport mewah berharga puluhan milyar tersebut.
"Kau akan tau nanti!" Elang menjawab dengan tegas sambil matanya tidak lepas dari jalanan.
Mobil berhenti di sebuah parkiran khusus hotel mewah. Elang melepas sabuk pengamannya dan meminta Ava turun.
Ava tidak banyak bertanya, dia mengikuti saja pria bertubuh tegap yang sedang membawanya. Mereka masuk ke arah lobi hotel, lalu ke dalam lift. Elang memencet tombol paling atas dari hotel tersebut.
Tak lama kemudian lift berhenti pada lantai yang mereka tuju dan mereka berdua pun keluar. Sesaat mereka beriringan, namun Ava kembali memundurkan langkah untuk berjalan di belakang Elang. Dia nampak tak nyaman berada di sebelah pria itu.
"Mengapa kau mundur dan berjalan di belakangku?" Elang menghentikan langkahnya karena Ava yang tak berjalan di sampingnya.
Gadis yang berjalan menunduk di belakangnya itu mendengar perkataan Elang, namun ia tak menyadari jika pria itu menghentikan langkahnya. Hingga Ava terbentur pada punggung tegap berbalut jas mewah itu.
Kemudian Elang berhenti di depan sebuah pintu ruangan hotel yang cukup mewah. Elang memasukkan key card dan kemudian pintu terbuka dengan sendirinya.
Ava masuk dan merasa takjub dengan kemewahan dalam ruangan yang didominasi dengan warna gold tersebut.
Lampu hias yang menggantung dengan indah, lukisan dan barang-barang mewah sebagai hiasan. Ava tidak pernah berpikir jika ada ruangan yang seperti ini dalam sebuah hotel. Yang ada di benaknya bahwa hotel hanya berisi ruangan dengan kamar yang isinya tempat tidur dan kamar mandi saja.
Tidak pernah Ava tahu, bahwa yang ia datangi saat ini bersama Elang adalah ruangan Duke Suite yang memang didesain khusus untuk kalangan sultan bermalam. Suite yang dibanderol dengan harga hampir tiga ratus juta per malam.
Ava berjalan dengan santai sambil tetap menatap dengan kemewahan di sekelilingnya. Ia seakan lupa jika ia datang kemari bersama siapa dan untuk apa, karena terlalu sibuk memandangi kemewahan dalam ruangan itu.
"Duduklah!" perintah Elang sambil menunjuk pada sebuah kursi di depannya.
Ava tersadar dari lamunannya. Ia melepaskan tangannya yang dari tadi mengusap patung marmer di atas meja kayu dengan ukiran mewah.
Ava pun duduk berseberangan dengan Elang. Kursi dengan sandaran yang tinggi dan warna yang senada dengan nuansa ruangan.
Pemandangan yang disajikan dari the duke suite ini memang spot panorama nomor satu dari hotel ini, tak aneh jika para pelancong yang hendak menginap di sini, dikenai biaya yang sangat tinggi.
"Pak, kenapa kita kemari? Orang tua saya pasti sekarang sudah panik mencari, ini terlalu sore!" ujar Ava beralasan agar ia cepat diantar pulang.
"Jangan khawatir, aku sudah mendapat izin dari mereka."
Ava memicingkan mata mendengar jawaban Elang. Bagaimana bisa orang tuanya mengizinkan anak gadis mereka dibawa oleh pria asing ke sebuah hotel? Ava benar-benar merasa seakan ia tak diinginkan di keluarganya.
"Aku hanya ingin membicarakan sesuatu yang saat itu belum sempat selesai." Elang membungkukkan badannya dan bertumpu pada kedua siku yang menopang wajahnya menggunakan kepalan telapak tangan. Kedua ibu jarinya bermain pada dagu yang menggantung dengan gagah.
"Apa yang ingin bapak bicarakan?"
"Kontrak,"
"Kontrak?" Ava mengulang perkataan pria di hadapannya.
"Ya, kontrak pernikahan." Elang menjawab dengan tegas.
"Mengapa harus ada kontrak?" Ava seakan tak nyaman dengan situasi ini.
"Agar kau tidak melanggarnya!" Elang berdiri dan menatap Ava menggunakan tatapan yang setajam namanya.
"Bagaimana jika aku tidak mau?" pertanyaan Ava kali ini membuat Elang menjadi tidak sabar.
Elang pun berjalan ke arah Ava, dia mengungkung Ava di kursinya menggunakan kedua tangannya. Kemudian dahinya ia tundukkan untuk mendekat ke wajah gadis berkulit seputih susu tersebut.
"Kalau kau tidak mau, ya?" Elang memberikan pertanyaan yang tidak butuh jawaban.
Sementara Ava yang berada dalam kungkungannya malah memalingkan muka. Ia merapatkan kedua lututnya yang bergetar sambil menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. Elang sungguh menikmati penampakan gadis yang sedang ketakutan di bawahnya ini.
'Sepertinya akan menyenangkan jika aku bermain sedikit dengan gadis ini,' batin Elang dalam hatinya ketika tersirat sedikit pikiran nakal pada gadis yang akan ia nikahi tersebut.
"Bapak mau apa?" tanya Ava dengan suara bergetar.
Elang menyeringai, kemudian ia mendaratkan sebelah tangannya pada rok Ava yang di atas lutut. Kemudian tangannya merambat masuk ke balik rok Ava dan menyentuh paha mulus itu.
"Karena kau tidak mau membuat kontrak ini ..." Elang menggantungkan ucapannya sementara tangannya terus merambat masuk dan naik menuju ke area terlarang sambil mengusap bagian luar milik Ava.
"Maka kau harus tidur denganku!"
***
Bersambung ...
next?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Arninyon
wah itu tangan g ada akhlak ya thor he he
2021-08-28
0
Kimyumi
kesempatan dalam kesempitan
2021-01-10
0
Nofi Ariadmi
duh
2021-01-07
0