"Waaaw, ini pasti gaun yang mahal ...!" puji Lena sembari memilah-milah gantungan gaun pengantin yang mewah.
"Apa ada yang menarik perhatian menurutmu?" tanya Ava yang masih ragu saat ia mengambil satu per satu gaun dan menempelkan ke badannya. Gaun-gaun dengan detail yang mewah dan kain di bagian rok yang bertumpuk itu tidak sesuai dengan selera Ava, sehingga gadis itu menyimpan kembali gaun yang ia ambil.
"Seri eksklusif gaun pengantin wanita ada di sebelah sini, nona. Mari ikut kami," ajak salah seorang pramuniaga yang bekerja di butik tersebut.
Lena dan Ava langsung menuju ke ruangan yang di batasi oleh dinding kaca, dan benar saja, di sana terdapat banyak sekali macam gaun yang lebih terlihat anggun, elegan nan mewah. Gaun-gaun itu terpasang dengan begitu cantik pada boneka mannequine berwarna hitam. Masalah harga jangan ditanya, Lena pun langsung menutup mulutnya yang menganga begitu mendengar harga baju yang ia tanyakan. Padahal siapa yang akan menikah? Siapa yang antusias membeli gaun pengantin? Sesekali Ava pun tertawa melihat polah dari sahabatnya sejak SMA itu.
Tidak seperti kedua gadis yang sedang bertukar pendapat dan terkadang berdebat tentang gaun yang mereka bawa. Elang hanya duduk memperhatikan dengan kaki kanan tersilang di bagian atas. Kemudian kedua telapak tangannya saling menyelimuti satu sama lain di atas lutut kanan itu.
"Berisik sekali," gumam Elang mendengar Ava dan Lena sedang berdebat. "Bawa setiap gaun terbaik dari toko ini ke hadapanku!" perintah Elang yang langsung dituruti oleh para pramuniaga. Tak lama kemudian seorang pramuniaga mendorong patung mannequine tanpa kepala bergaun pengantin yang cukup mewah.
"Suruh dia memakainya!" Suara bariton Elang terdengar dingin dan langsung menusuk ke gendang telinga Ava, dimana gadis itu langsung menoleh, dan dengan langkah gontai menghampiri laki-laki yang akan menjadi suaminya tersebut.
Dibantu oleh Lena dan pramuniaga, Ava pun berhasil mengenakan gaun mewah itu. Bagian dada dan punggungnya begitu pas, begitupun lengannya memperlihatkan bentuk lengan Ava yang ramping, serta rok bertumpuk yang sebenarnya sedikit membuat sesak Ava yang sedang memakainya.
Ava berjalan ke depan Elang dengan begitu anggun. Gaun itu ternyata mampu menyihir seorang Ava menjadi terlihat puluhan kali lebih cantik meski masih tanpa make up.
Dalam satu kali pandangan Elang pun terkesima. Pipinya yang tidak mulus karena jambang itu terlihat begitu tersipu karena melihat betapa cantiknya calon pengantin wanitanya.
Deg deg
Deg deg
Elang terdiam mematung, ia tak bisa menunjukkannya melalui kata-kata. Baik siapapun yang ada di sana, dapat menyimpulkan jika Elang sedang terpesona.
"Bagaimana, Pak? Apa gaun ini bagus untukku?" Pertanyaan Ava berhasil memecah lamunannya.
"Aah ... eem ...," gumam Elang yang grogi sambil mengalihkan pandangan, semburat merah di pipinya yang menjalar ke area telinga, tak bisa ia sembunyikan.
"Itu, jelek! Kau sama sekali tidak ada bakat memakai gaun pengantin!" ujar Elang tanpa menoleh sedikit pun pada Ava. Gadis itu tampak menurunkan bahunya seakan jadi lesu.
Lena dan para pramuniaga yang melihatnya justru merasa aneh. Bagaimana gaun cantik yang begitu pas itu disebut jelek. Terlihat sekali Elang sedang gengsi mengakui kecantikan pasangannya.
"Coba ganti gaun yang lain!" perintah Elang yang langsung dituruti oleh para pramuniaga. Mereka langsung melepas salah satu baju lagi dari mannequine dan meminta Ava untuk mencoba mengenakannya.
Ava agak kesulitan melepas gaun itu di ruang ganti sendirian. Beruntung Lena selalu cepat tanggap.
"Ava, apa kau kesusahan?" teriak Lena dari luar.
"Kemarilah, dan bantu aku!" perintah Ava pada Lena dari dalam. Gadis itu sedang berjinjit-jinjit menggapai resleting di bagian punggung yang sulit ia jangkau.
"Bantu, aku, Len!" ujar Ava penuh penekanan karena ia sedang berusaha meraih resleting tersebut.
Lena pun paham apa yang membuat sahabatnya kesulitan. Dia langsung meraih resleting tersebut, dan langsung menariknya ke bawah, ke arah dekat tulang Ekor. Bagian punggung gaun itu pun terbuka akhirnya.
Dengan mudah, Ava pun langsung melepaskannya.
"Gaun ini sangat cocok untukmu Ava! Kau terlihat sangat cantik! Bagaimana dia bisa mengataimu sebagai wanita yang tak berbakat menggunakan gaun pengantin. Laki-laki aneh!" gerutu Lena sambil membantu Ava melepas gaun pengantin yang berat dan sangat ribet itu.
Lena segera menyambar gaun yang lain dan langsung menyodorkan pada Ava. "Ayo pakai yang ini!" ujar Lena sambil menyodorkan baju itu pada Ava.
Baju yang saat ini lebih memperlihatkan punggung mulus Ava. Bahu seputih susu milik Ava pun, akhirnya terekspose oleh gaun ini.
"Wah, baju ini lebih cantik dari yang tadi ternyata!" kagum Lena begitu melihat gaun itu tergantung indah pada tubuh Ava.
Lena pun berinisiatif untuk memanas-manasi Elang. "Hihihi ...," gumam Lena sambil meringis menunjukkan tawa nakalnya.
"Kau kenapa?" tanya Ava penasaran.
Lena tak menjawab, ia terus tertawa licik sambil menutupi mulutnya.
"Wah, Ava! Dadamu besar sekali! Sangat cocok dengan gaun ini!" Lena mengeraskan suaranya, lalu ia sedikit mengintip reaksi Elang dari luar sana.
Lelaki itu masih membuang mukanya dari arah ruang ganti. Namun begitu jelas jika dia mendengar perkataan Lena, karena ia berulang kali menelan kasar salivanya.
"Sepertinya, jika kau menikah dengan kak Dewa, dia akan memujimu habis-habisan. Seharusnya begitu!" Lena sengaja membawa nama Dewa berharap dosennya itu akan cemburu.
"Waah, kak Dewa pasti akan terkagum-kagum melihat bagian dadamu yang montok itu!" Lena menambah kencang volume suaranya.
"Lena, apa-apaan kau ...," bisik Ava mendengar sahabatnya ngelantur memujinya dengan suara keras apalagi harus membawa-bawa yang namanya Dewa.
"Sudaaah, diamlah! Aku hanya ingin membuatnya cemburu." Kali ini suara Lena terdengar normal, mungkin yang di luar tidak akan mendengar.
"Lena, kau tau?"
"Apa?"
"Sebenarnya ...." Ava tampak ragu mengutarakannya.
"Apaan sih Ava, ayo kita tunjukkin ini ke dosen killer itu!" Lena sedikit mendorong punggung Ava.
"Nanti dulu ... aku mau bicara!" Ava menghentikan tangan Lena yang mendorongnya.
"Bicara apa?" tanya Lena sambil melepaskan tangannya dari Ava.
"Aku ingin menikah dengan kebaya dari Anna Avanti," ujar Ava lemah. "Apa aku boleh meminta itu pada pak Elang?" tanya Ava kemudian.
Lena agak kaget mendengar permintaan sahabatnya. "Ya, aku tak tau. Mengapa kau tak mencoba untuk bicara?"
Ava menggelengkan kepalanya lemah.
"Apa kalian masih lama?" Suara Elang terdengar dari luar ruang ganti.
Lena pun dengan segera menyahuti, "ini sudah selesai, Pak!"
Mengabaikan apa yang diucapkan Ava barusan, Lena mendorong Ava agar keluar ruangan.
Lagi-lagi dosen killer itu mencoba membuang muka. Benar sekali yang dikatakan Lena, ternyata bahu yang terbuka dan dada yang begitu pas, membuat Elang semakin tak bisa menyembunyikan ekspresi terpesonanya.
"Coba gaun yang lain!" perintah Elang yang langsung membuat Lena kesal. Sementara Ava pasrah-pasrah saja dimintai mengganti lagi bajunya.
Baju kali ini memilik resleting yang lagi-lagi membuat Ava kesulitan. "Lena, bisa kau bantu aku lagi?" teriak Ava dari dalam.
Namun ketika Lena hendak masuk ke ruang ganti, Elang menahannya. "Biar aku saja," ujarnya.
Lena pun menurut dan diam di tempatnya, kini Elang yang masuk ke ruangan itu.
"Mana yang harus kubantu?"
Suara bariton itu mengagetkan Ava. "Kenapa Pak Elang yang kemari?" tanya Ava sedikit protes sambil tangannya masih berusaha meraih resleting ke belakang.
Elang pun langsung membantu gadis itu agar tidak kesulitan. Ia menatap kaca dan melihat pantulan bayangan dirinya dan Ava. Lalu ia mendekatkan bibirnya ke telinga Ava.
"Aku hanya ingin melihat seberapa besar memangnya dada pengantinku."
***
Bersambung ...
Gimana readers? Next, ok!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Ern_sasori
wah gagal ini...gagal tidak menyentuh 🤣🤣🤣
2022-08-28
0
Rose_Ni
jiaahh...yg masih ad pembungkusnya aja udah keblinger
2021-12-12
0
azmu
otak gesrek sang dosen...
2021-07-08
0