"Perkenalkan, ini Dewa. Teman bermain Ava dan Maura sejak kecil. Dia adalah tetangga kami, rumahnya tepat di samping rumah ini. Dan Dewa, perkenalkan ini-" Penjelasan wanita bertahi lalat di ujung mulutnya itu terhenti oleh sebuah suara bariton yang begitu dingin dengan aura mendominasi.
"Saya Elang! Laki-laki yang akan menikah dengan Ava." Sela laki-laki itu yang langsung mengulurkan tangan ke hadapan Dewa. Tatapan intimidasi yang ia berikan, membuat lawan bicaranya langsung mematung dan lupa keadaan.
Elang menaikkan alisnya saat uluran tangannya masih belum disambut oleh Dewa. Sementara itu, Ava menyenggol-nyenggol siku Dewa agar segera tersadar dari lamunannya.
"Psst! Kak Dewa, Kak Dewa ...!" bisik Ava penuh penekanan saat memanggil Dewa.
"Ah, iya, maaf! Saya Dewa, teman kecilnya Ava. Yang sering bermain dengan Ava, yang sudah tahu kekurangan dan kelebihan Ava. Jika kau menemui kesulitan untuk menjinakkannya kau bisa bertanya padaku," ucap Dewa dengan ramah seraya membalas uluran tangan Dewa.
Kedua tangan yang bersalaman itu saling meremas dan mengguncangkan satu sama lain. Seakan menunjukkan kelebihan masing-masing terhadap Ava.
Diberi perkataan demikian oleh Dewa, tentu saja Elang tidak mau kalah. "Oh ya! Aku tidak pernah menemui kesulitan dalam menghadapi GADISKU ini, dia seperti kucing kecil jika berada di dekatku." Elang mempertajam kata 'gadisku' untuk menegaskan kepemilikannya.
Ava yang tidak sadar akan adanya pertarungan dingin yang cukup sengit dari kedua pria yang baru saja bertemu ini, langsung masuk saja tanpa memedulikan keduanya. "Kak Dewa dan Pak Elang silakan masuk dan duduk ya! Aku harus ganti baju dulu!" Ava sedikit berlari menuju ke kamarnya.
Berbeda dengan Ava, sang nyonya rumah tampak menyadari persaingan dari kedua pemuda di hadapannya ini. Namun ia nampak tak senang akan situasi ini. 'Apa hebatnya anak itu? Maura ku pun lebih cantik, tapi dia yang diperebutkan,' batinnya kesal.
"Kalian lebih baik duduk saja!" ujar nyonya Hans, ia merentangkan sebelah tangannya dan mempersilakan Elang dan Dewa untuk duduk pada sofa ruang tamunya.
Ava kembali pada tempat dimana Elang dan Dewa berada. Ia mengenakan rok putih selutut dan sweater berwarna maroon. Ava begitu antusias saat itu karena kehadiran Dewa.
Dewa merupakan seorang malaikat bagi Ava. Sejak kecil Dewa selalu mengajak Ava bermain, Dewa sebenarnya tau jika keluarga Ava tidak pernah memperlakukan gadis itu dengan baik. Namun Ava selalu berusaha menyembunyikannya dan menceritakan hal baik tentang keluarganya pada Dewa.
Sampai Ava tumbuh dewasa, Dewa menyadari perasaannya kini berubah dan bukanlah perasaan seorang kakak terhadap adik. Akan tetapi perasaan ingin memiliki, perasaan ingin selalu bersama dan mengasihi satu sama lain. Seiring berjalannya waktu, Dewa melihat Ava sebagai wanita dewasa. Hanya saja, Ava bahkan tak menyadari perasaan yang Dewa berikan padanya.
"Kak Dewa," sapa Ava begitu ia datang ke ruangan tersebut.
"Hai Ava, kau sudah mengganti bajumu?"
Ava mengangguk dan hendak duduk di samping Dewa. Namun saat ia baru saja menyentuhkan betisnya pada sofa, nyonya Hans datang membawa minuman dan berkata, "Ava ... temani Elang!"
Ava pun tidak jadi menaruh tubuhnya di samping Dewa. Dia menuju ke sebelah Elang yang masih duduk dan menyandarkan punggungnya pada sofa.
Ava duduk agak berjarak dengan Elang pada sofa yang sama. Sesekali Elang melirik tajam pada Ava menggunakan ekor matanya.
"Ava, kemana saja seharian ini?" tanya Dewa pada Ava.
"A ... aku ...." Ava berusaha menjawab namun terhenti oleh ibunya.
"Ava sedang menyiapkan kebutuhan pernikahannya, jadi dia ini pasti sedang sibuk sekali." Begitu jawab nyonya Hans. "Benar kan, Ava?"
"I-iya benar!" Ava pun langsung mengangguk dan membenarkan ibu angkatnya tersebut. Meski Ava agak menunjukkan ekspresi keberatan untuk banyak bercerita tentang pernikahannya pada Dewa. "Seandainya aku tahu jika Kak Dewa datang, mungkin aku akan pulang lebih cepat," sambung Ava.
"Tidak apa," jawab Dewa. Dewa terlihat tidak percaya jika Ava benar-benar akan menikah. Bahkan gadis yang ia kenal sejak usia kecil ini, belum menyelesaikan studinya.
"Aku tidak menyangka kau menikah secepat ini," ucap Dewa yang seakan menyayangkan pernikahan Ava. "Ternyata berita yang kudengar dari berbagai pihak itu, benar adanya."
"Berita apa?" tanya Ava penasaran.
"Ah, kau tidak perlu tau!" jawab Dewa kemudian.
Elang masih terus melirik ke arah Ava. 'Kenapa dia sebahagia itu bertemu orang ini. Dia bahkan tak pernah seperti ini jika di depanku,' batin Elang yang mulai menyadari posisi spesial Dewa dalam hidup Ava.
"Aku hanya bisa mendoakan agar kau hidup dengan bahagia, Ava!" ucapan Dewa terdengar tulus. Dalam hatinya masih terluka, mendengar kenyataan ini. Ava memiliki posisi penting pada hati dan kehidupan Dewa.
Dewa tidak menyangka jika gadis yang ia cintai harus menikah dengan orang lain. Kini tatapan Dewa tertuju pada Elang. Tatapan mereka berdua untuk sejenak bertabrakan.
'Jadi ini, pewaris utama Eagle Group itu,' batin Dewa yang sepertinya sempat mendengar berita tentang calon suami Ava. 'Aku memang sempat mendengar berita perjodohan Ava dengan pewaris Eagle Group, kukira hanya kabar angin, ternyata benar adanya.'
"Ava, kamu memang gadis yang kuat!" tukas Dewa tiba-tiba.
Elang pun menatap pada Dewa. Menyadari tatapan Elang pada Dewa, nyonya Hans pun tampak menyela. "Kamu tidak perlu memikirkan sesuatu yang tidak perlu kau khawatirkan!" jawab nyonya rumah tersebut dengan tajam.
"Nyonya Hans benar, saya ini terlalu khawatir." Dewa kembali terdiam dan berkutat pada lamunannya. 'Apa HF distro bangkrut separah ini sehingga harus menyerahkan anak gadis mereka untuk dinikahkan?' batin Dewa.
Dewa adalah anak dari pemilik pengusaha travel yang cukup sukses, yaitu 'God Travel'. Meski tidak mungkin kekayaannya melebihi Elang, namun jika menikah dengan Dewa masa depan pasti akan cukup terjamin. Inilah alasan mengapa dari dulu nyonya Hans selalu berusaha mendekatkan Maura pada Dewa.
Bahkan ketika pihak Eagle Group mengajukan kerja sama dengan jalinan pernikahan, nyonya Hans lebih menawarkan Maura.
'Tapi anak semata wayang dari pewaris Eagle Group ini sendiri yang kabarnya memilih Ava sendiri dan menolak perjodohan dengan Maura,' batin Dewa sambil menatap Elang.
Sepertinya laki-laki dengan hidung bak paruh elang ini, mengetahui kelebihan Ava dari pada Maura, sama seperti Dewa yang melihat kedua gadis itu demikian.
"Saya pamit pulang dulu Nyonya," ujar Dewa.
"Kak Dewa sudah mau pulang? Sayang sekali." Ava menyayangkan kepulang Dewa yang begitu cepat, padahal mereka baru saja bertemu lagi setelah sekian hari.
"Ya! Aku mungkin besok akan kembali ke Jakarta. Kapan pernikahanmu diadakan?"
"Bulan depan!" Kali ini Elang yang menjawab Dewa.
"Iya bulan depan, apa Kak Dewa bisa hadir?" tanya Ava sambil berharap dan memberi tatapan sendu.
"Aku pasti hadir!" jawab Dewa singkat. "Aku titip gadis kecil ini padamu, mungkin dia akan sedikit kekanakan dan memiliki pola pikir yang berbeda dengan kita, tapi dia adalah gadis yang baik." Dewa berkata sambil menatap Elang dengan hangat.
Sementara balasan dari Elang berupa tatapan dingin yang dapat membekukan siapapun. "Tanpa kau minta, itu sudah menjadi kewajibanku."
Ava menatap Dewa dengan perasaan getir, ada rasa sakit dalam hatinya saat Elang berkata demikian pada Dewa, bagaimanapun juga Dewa adalah sosok kakak yang berarti untuk Ava. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.
"Baiklah kalau begitu." Dewa pun beranjak dari duduknya. Dan Ava juga demikian, namun ia hanya berdiri sambil menatap punggung Dewa.
"Ava, sampai jumpa di hari pernikahanmu!" Senyum Dewa terlihat begitu tulus, namun menyimpan beribu rasa sakit. Ava hanya mematung menatap kepergian Dewa.
***
Bersambung ...
Tim Dewa-Ava?
Tim Elang-Ava?
Mana suara kalian? Ramaikan kolom komentar dan hujani novel ini dengan bintang ya! Love you my readers. <3
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
dewa Ava kk
2023-02-20
0
Maura Lu sok cantik paham
2023-02-20
0
Ern_sasori
elang ava aja thor
2022-08-28
0