"Kenapa Pak Elang yang kemari?" tanya Ava sedikit protes sambil tangannya masih berusaha meraih resleting ke belakang.
Elang pun langsung membantu gadis itu agar tidak kesulitan. Ia menatap kaca dan melihat pantulan bayangan dirinya dan Ava. Lalu ia mendekatkan bibirnya ke telinga Ava.
"Aku hanya ingin melihat seberapa besar memangnya dada pengantinku." Elang berucap tanpa merasa berdosa.
"Aku masih calon pengantin Pak Elang, jadi Bapak belum berhak atas tubuhku!" tegas Ava pada laki-laki beriris coklat kehitaman yang sedang menatap padanya dari pantulan kaca.
"Oh, belum? Jadi nanti-"
"Tidak! Tidak!" sela Ava. "Baik sekarang ataupun nanti, Bapak sama sekali tidak berhak apapun atas tubuhku."
'Ini semua gara-gara Lena!' umpat Ava dalam hati.
Elang tersenyum miring sambil mengucap dagunya.
"Aaah ... Sudahlah!" desah Elang. "Lepaskan saja gaun itu! Kita cari gaun di butik yang lain." Elang pun keluar dari ruang ganti meninggalkan Ava yang cukup bingung, karena tiba-tiba Elang memerintah demikian.
"Baiklah," gumam Ava lirih.
***
Alunan musik mengiringi Elang, Ava dan Lena yang sedang berada dalam perjalanan. Mereka bertiga telah melakukan sesi fitting baju di salah butik khusus gaun pengantin ternama. Namun Elang membatalkan rencananya untuk menggunakan gaun dari butik tersebut.
"Padahal gaun tadi cukup bagus, kenapa Bapak membatalkannya? Apa Ava ini kurang menarik?" Lena yang duduk di kursi bagian belakang memberanikan diri untuk bertanya.
"Hmmm," gumam Elang tanpa menjawab. Lengan kekar dan mata tajamnya masih saling berkoordinasi satu sama lain pada kemudi di hadapannya.
Ava pun berbalik menoleh pada Lena. "Sssst!" Ava tak ingin Lena banyak bicara pada Elang. Karena Ava takut apa yang dikatakan oleh Lena pada Elang akan menyulitkannya lagi. Seperti kejadian saat di ruang ganti tadi.
"Bagaimana dengan butik Ana Avanti?" Tiba-tiba Elang menoleh ke arah Ava sambil tersenyum tanpa memperlihatkan giginya.
Beberapa detik Ava sempat terkesima akan senyum tampan dari pria yang sedang mengemudi di sampingnya ini. Namun Ava segera memalingkan pandangannya. "A-apa?" Ava tergagap karena ia lupa apa yang dikatakan Elang sebelumnya.
"Butik Ana Avanti, kau mau?" tawar Elang sekali lagi, namun saat ini ia tidak menoleh ke arah Ava, karena masih sibuk dengan kemudinya.
"A-ana Avanti? Aku mau, aku mau!" Ava begitu antusias mendengar nama perancang busana favoritnya disebut.
"Ok, as you wish, Baby!" Elang mengusap pucuk kepala Ava dengan gemas seperti seorang majikan mengusap kucingnya.
Blush ...
Pipi Ava langsung mengeluarkan rona semerah ceri. Usapan halus di ubun-ubunnya mampu menghentikan kinerja otaknya sementara. Ava menunduk tak berani menatap Elang, meski Elang sama sekali tak menyadari Ava yang sedang salah tingkah.
"E-ehm!" Lena mendehem saat ia merasa terabaikan. 'Aku jadi nyamuk di antara mereka,' batinnya.
"Aku berhenti di sini saja, boleh kan Pak?" Lena bertanya sambil memajukan kepalanya.
"Oh, pleasure!" Elang tersenyum.
"Kenapa kamu turun di sini, Len?" Ava seakan tak senang jika sahabatnya turun lebih dulu meninggalkan dirinya dan hanya berdua dengan pria di sampingnya ini.
"Aaa ... ibu ... ibuku, iya ibuku mengirim pesan agar aku cepat pulang." Lena jelas sekali terlihat sedang beralasan.
"Kau mau turun di sini?" Elang menatap Lena dari kaca spion di atasnya. Mobilnya kini sudah terhenti di trotoar.
Lena pun membuka pintu mobil dan turun. "Terima kasih tumpangannya!" Lena melambaikan tangan pada mobil yang pergi meninggalkannya.
***
"Kau suka dengan desain yang tadi?" Elang menanyakan pendapat Ava tentang desain kebaya yang masih berupa sketsa di butik perancang busana terkenal Ana Avanti tadi.
Ava mengangguk sambil tersenyum, ia memotong steaknya dan menyuapkannya kembali pada mulutnya.
Saat ini Ava sedang bersama Elang untuk makan malam, aktivitasnya seharian tadi membuat ia lapar lagi. Hari ini sudah dua kali Ava makan steak, bedanya adalah jika tadi ia makan bersama Lena dengan steak yang berharga murah di Kedai Steak, sementara saat ini adalah steak berkelas yang ia makan bersama calon suaminya, Elang, dan tentunya di restoran mewah yang membuat Ava kikuk waktu pertama kali masuk.
"Aku baru tau, masih ada perempuan yang ingin berkebaya. Kukira kau akan memilih gaun mahal ala-ala desain Eropa," ujar Elang.
"Hmmm." Ava tersenyum. "Saya, hanya ... emm ... pernikahan dengan kebaya Ana Avanti adalah mimpi saya."
"Begitukah?"
Ava mengangguk pelan sambil tersenyum.
"Apa yang membuatmu ingin berkebaya?"
Ava terdiam karena ia merasa ragu untuk mengutarakan keinginannya. Dia sedikit menggigit bibir bawahnya sambil menundukkan kepala.
"Kalau kau ada sesuatu yang ingin kau rencanakan dalam pernikahan ini, aku akan menurutinya."
"Benarkah?"
"Tentu."
"Emm, saya ingin ada prosesi adat Sunda dalam pernikahan kita." Ava sedikit ragu mengutarakan maksudnya.
"Adat Sunda, ya? Oke!"
Ava mengernyitkan dahinya. "Apa Pak Elang serius?"
"Memang kenapa, aku serius."
"Bukan begitu, tapi ... tapi ... keluarga bapak kan kebanyakan berasal dari Korea."
"Tidak masalah! Ini hanya pernikahan bisnis, suatu saat aku akan mengalami pernikahan impianku sendiri. Untuk pernikahan yang sekarang, aku terserah padamu."
Ava yang tadinya berbinar mendadak redup. Sinar di matanya kian menggelap. Ia harus menyadari bahwa sampai kapan pun Elang tidak akan menganggapnya sebagai istrinya sungguhan. Ava merasa konyol karena sudah terbawa perasaan dari tadi.
"Sebutkan, bagaimana prosesi adat Sunda yang kau inginkan?"
Ava membeku, lidahnya kelu. Steak mewah di hadapannya mendadak terlihat seperti bubur orang sakit yang tak berasa, entah Ava yang tak bernafsu memakannya. Ibarat seperti demikian, Ava pun sudah tak seantusias tadi sebelum Elang mengingatkan jika ini hanyalah pernikahan bisnis.
"Emmm ...," gumam Ava menjawab pertanyaan Elang. Jelas sekali kini tatapannya begitu kosong. Ia hanya berpikir bagaimana banyak sekali orang yang dengan mudah melambungkan orang lain, dan menghempaskan dengan sangat keras ketika posisinya berada setinggi-tingginya.
"Jangan sungkan!" Elang menyimpan garpu dan pisaunya di atas piring, lalu mengelap halus mulutnya menggunakan tisu.
"Emmm, saya ingin ada prosesi siraman untuk pengantin wanita. Lalu injak telor dan membasuh kaki pengantin pria oleh pengantin wanita. Hanya itu." Ava menyelesaikan bicaranya.
"Hanya itu, setauku prosesi pernikahan adat Sunda itu banyak sekali rangkaiannya seperti saat aku menghadiri undangan pernikahan temanku."
"Yang lain saya kurang tau. Saya hanya tau dua proses itu saja," jawab Ava.
"Baiklah, nanti aku hubungi pihak wedding organizer agar mengatur sesuai keinginanmu."
Ava mengangguk, ia tersenyum tipis. Ava sudah tidak terlalu berharap sebenarnya, apalagi setelah barusan mendengar pernyataan Elang tentang pernikahan yang akan mereka lakukan.
"Kalau boleh tau, mengapa kau hanya memilih dua acara itu sebagai acara yang wajib ada di pernikahan kita?" Elang terlihat penasaran dari kerutan di dahinya.
"Itu ada dua alasan, pertama karena saya melihat kedua prosesi itu di foto album pernikahan almarhum mama dan papa saya. Kedua, karena setelah tau arti acara itu, saya ingin melakukannya," tukas Ava sambil memalingkan muka dari Elang.
"Memang apa artinya?"
"Artinya, kurang lebih bahwa, seorang wanita harus patuh dan berbakti pada suami. Itu yang dulu selalu saya impikan ketika menjadi seorang istri. Dan ... dan ... eem ...." Ava tidak jadi melanjutkan bicaranya.
"Dan apa?"
"Bapak cari sendiri saja di internet." Ava memalingkan muka karena kini pipinya lagi-lagi sedang menunjukkan rona kemerahan.
"Apa kau menganggap aku sebagai suamimu sebenarnya dan mencoba berbakti padaku?"
Ava menggeleng, ia menolak untuk memberi jawab pertanyaan Elang.
Karena penasaran, Elang pun mengeluarkan ponselnya. Ia pun mengetikkan sesuatu, Ava memperhatikan punggung tangan Elang yang memunculkan urat-urat sedang memegangi ponselnya. Tak lama, Elang pun tersenyum menunjukkan seringainya.
Laki-laki itu menatap Ava yang duduk bersebrangan dengannya dan hanya terpisah oleh meja. Ava langsung menunduk, ia membetulkan rambutnya yang tergerai dan menyelipkan pada telinganya. Dengan senyuman Elang seperti itu, Ava bisa menebak jika Elang telah menemukan arti dari prosesi injak telor pada pernikahan adat Sunda.
Namun yang membuat Ava lega adalah, ternyata Elang tidak mengatakan apa-apa setelah tersenyum demikian.
[Prosesi injak telor pada adat Sunda dilangsungkan dengan cara pengantin laki-laki yang menginjak sebuah telur ayam, dan setelah itu pengantin wanita membasuh kaki sang pengantin pria. Prosesi ini melambangkan jika nantinya, hanya sang pengantin pria lah yang berhak untuk memecah keperawanan dari sang pengantin wanita]
***
Bersambung ...
Hayoo, yang senyum-senyum sendiri, jangan sampe lupa buat like dan komen ya.
Salam baper dari Thobil (Author Labil)
Mwwuach.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Ern_sasori
hilih...suwi2 Yo gelem😂😂😂😂
2022-08-28
0
Indriyani Iin
buat pa elang jd bucinnya ava dong thorrrr😀😀😀
2021-03-19
0
Kimyumi
elee pak elang sebenar nya uda ada rasa ama ava ,cuma gengsi az
2021-01-10
4