Pukul dua pagi, Eden keluar dari kamarnya setelah mendengar suara ribut-ribut yang cukup mengganggu
dari lantai bawah. Dengan menggunakan jubah tidur yang tipis, Eden menuruni tangga di mansion milik Aciel untuk sedikit mengintip apa yang sedang terjadi di bawah sana. Tapi sesuai dugaannya, wanita itu langsung menemukan Aciel sedang bercumbu dengan seorang wanita di ruang tamu, dan mungkin sebentar lagi mereka akan melangkah ke tahap yang lebih intim.
“Eww... kau menjijikan Aciel! Pergilah ke kamarmu jika kau memang ingin meniduri jalang ini.”
“Sayang, siapa dia?” Tanya wanita itu heran. Ia membelai kepala Aciel yang sudah setengah mabuk sambil menuntut penjelasan pada pria itu agar segera menjawab pertanyaannya. Namun Aciel hanya menyeringai kecil kearah Eden sambil mengibaskan tangannya agar Eden pergi.
“Lebih baik kau kembali ke kamarmu gadis kecil. Jangan mengganggu urusan pria dewasa.”
“Cih, aku bukan gadis lagi tuan Lutherford. Apa kau lupa, siapa yang telah mengubah gadis polos ini menjadi seorang wanita dewasa?” Tanya Eden kesal sambil berkacak pinggang. Ia mendengus jijik kearah Aciel yang kembali serius dengan mainannya. Ia pun berencan untuk kembali ke kamarnya, sesuai dengan perintah Aciel sebelumnya. Namun tanpa diduga Aciel justru mencekal tangannya dan mendorong pergi wanita berambut pirang yang sebelumnya sedang menjadi objek pelampiasan gairahnya.
“Tetap di sini, temani aku.”
Aciel mendorong kasar wanita berambut pirang itu dan langsung menarik tangan Eden agar terduduk di pangkuannya. Pria itu tidak peduli lagi dengan teriakan tidak terima sang jalang yang seharusnya malam ini menjadi objek pemuas nafsunya. Saat ini yang ia butuhkan hanyalah Eden. Dan sejak tadipun seluruh pikirannya juga telah dipenuhi oleh sosok Eden yang menggairahkan.
“Minggir, aku tidak mau menjadi budak seksmu Aciel!” Geram Eden kesal. Ia mendorong kepala Aciel menjauh darinya sambil memalingkan wajahnya ke samping agar Aciel tidak menciumi wajahnya dengan mulut penuh aroma alkohol yang sangat menjijikan. Seketika Eden ingin muntah saat mencium aroma alkohol yang begitu pekat dari hembusan napas Aciel. Pria itu pasti telah meminum berbotol-botol alkohol hingga berakhir dengan sangat menjijikan seperti ini.
“Aku tidak menerima penolakan.”
“Dan aku juga tidak menerima paksaan.” Balas Eden tak kalah sengit sambil memberontak hebat di dalam kungkungan Aciel. Wanita itu mencoba berdiri dan segera pergi dari hadapan Aciel agar ia tidak perlu melayani nafsu binatang pria brengsek di depannya. Ia muak hanya menjadi pemuas nafsu pria itu saat malam hari, sedangkan di siang hari, mereka hanya akan menjadi dua individu yang tidak saling kenal dan hanya sibuk dengan urusan masing-masing.
“Berhenti bergerak atau aku akan menggunakan kekerasan.”
Plakk!
Eden menampar pipi Aciel keras dan membuat pria itu seketika tersadar dari efek mabuknya. Pria itu menatap Eden tajam sambil mencengkeram pinggang Eden kuat-kuat hingga Eden dibuat meringis karena menahan sakit dari cengkeraman pria itu.
“Kau berani menamparku?” Desis Aciel tidak terima. Eden membalas tatapan Aciel sama tajamnya sambil mendongak ponggah untuk menunjukan pada pria itu jika ia bukanlah wanita lemah yang hanya akan diam atas seluruh perbuatan kurangajarnya. Sudah saatnya ia menunjukan pada Aciel jika sebenarnya ia tidak selemah itu. Ia bisa saja menggunakan kekerasan untuk melawan Aciel agar pria itu tidak semakin menginjak-injak harga dirinya yang telah hancur.
“Kenapa? Kau terkejut? Hmm... aku tidak selemah yang kau pikirkan Aciel Lutherford. Aku bisa saja bersikap kasar padamu jika kau juga bersikap kasar padaku.”
“Kurangajar, kau anak jalang sialan yang tak tahu terimakasih. Aku yang telah memungutmu dari panti asuhan, dan aku yang telah membiayaimu hingga kau bisa hidup mewah seperti ini. Tanpaku, kau hanya akan menjadi sampah di panti asuhan itu bersama gelandangan-gelandangan kotor yang tinggal di sana. Asal kau tahu, kau bukanlah wanita terhormat Eden. Kau terlahir dari seorang jalang yang dipungut oleh ayahmu di bar. Jadi jangan bersikap seolah-olah kau adalah wanita terhormat yang bisa seenaknya bersikap sombong di hadapanku.”
Eden mencengkeram kerah kemeja Aciel kuat-kuat sambil menahan seluruh gejolak emosi yang sebentar lagi akan meledak. Pria itu baru saja menghinanya dan menyebutnya sebagai wanita rendahan yang tak terhormat. Hatinya benar-benar sakit saat mendengar semua penghinaan itu keluar dari mulut Aciel. Selama bertahun-tahun ia memendam perasaan cinta pada pria itu dan selalu diam atas seluruh perbuatan pelecehan yang pria itu lakukan padanya. Namun pria itu justru semakin dalam menancapkan duri di hatinya. Apakah semua pelecehan itu tidak cukup bagi Aciel untuk mengoyak seluruh jiwanya? Ia bahkan berencana untuk mengakhiri hidupnya agar ia tidak perlu lagi bertemu dengan pria brengsek sialan di depannya. Sayang, Tuhan justru menyelamatkannya saat ia berusaha untuk bunuh diri tiga tahun yang lalu.
“Anak dari seorang jalang sepertiku jauh lebih baik daripada dirimu, pria tua menjijikan yang tega menghancurkann kepolosan seorang gadis yang saat itu baru berusia dua puluh tahun. Asal kau tahu Aciel, aku sendiri sudah muak hidup denganmu. Aku ingin bebas dari cengkeramanmu dan hidup dengan bahagia bersama orang yang kucintai. Tapi kau selalu menahanku dan memperlakukanku layaknya budak seksmu yang bisa kau sentuh setiap saat. Aku membencimu Aciel!”
Dengan seluruh tenaga yang ia miliki, Eden mendorong tubuh Aciel kuat-kuat hingga pria itu terhempas ke belakang agar ia bisa segera melarikan diri, menjauh menuju kamarnya di lantai dua. Saat ini hatinya remuk, dan ia hanya ingin menangis sekencang-kencangnya di kamarnya sambil menenggelamkan kepalanya di atas bantal. Sejujurnya ia tidak pernah sekuat itu. Hatinya selama ini selalu rapuh dan terlampau tidak berdaya pada kuasa Aciel. Namun ia selalu bersembunyi dibalik topeng keangkuhan dan berpura-pura jika semua hal yang ada dunia ini dapat ia genggam dengan mudah. Padahal, nyatanya semua itu hanya kepalsuan semata yang ia ciptakan untuk
melawan sang diktator, Aciel lutherford.
“Kau keparat Aciel! Keparat! Aku membencimu!”
Eden menangis tersedu-sedu di dalam kamarnya sambil memaki-maki Aciel sekeras yang ia bisa. Hatinya yang hancur terasa semakin hancur dengan seluruh kata-kata Aciel yang menyakitkan. Terkadang ia berpikir, mengapa ayahnya dulu tega menyerahkannya pada seorang monster seperti Aciel? Ia lebih baik berada di panti asuhan dan hidup serba kekurangan daripada ia harus berakhir di dalam cengkeraman Aciel yang tidak pernah sedikitpun memberikan kebahagiaan untuknya. Dan mengenai asal usul ibunya, bahkan ayahnya selama ini tidak pernah mengatakan hal sekasar itu di depannya dan selalu menceritakan hal-hal baik mengenai ibunya. Tapi sekarang, Aciel justru memperjelas status ibunya yang berasal dari kasta terbawah dalam tatanan masyarakat hanya untuk merendahkan harga dirinya yang telah hancur sejak tiga tahun yang lalu.
Sambil meratapi nasibnya yang sial, Eden meringkuk sendiri dalam kesedihan di samping tempat tidurnya yang dingin. Kedua matanya kini terasa ikut perih karena lelehan air mata yang tak kunjung kering sejak tadi. Entah akan berapa banyak air mata yang ia teteskan setelah ini. Mungkin seluruh lautanpun tidak akan cukup untuk menampung seluruh air matanya, karena selama Aciel masih bernafas di sekitarnya, maka ia tidak akan pernah berhenti menangis karena pria itu.
-00-
Prang!
“Sial!”
Aciel mengacak rambutnya frustrasi sambil melemparkan apapun yang bisa dijangkaunya untuk melampiaskan seluruh amarahnya yang terus menggelegak di ubun-ubun kepalanya. Sejak semalam perasaan bersalah itu tak kunjung hilang dan justru semakin menggila di dalam kepalanya. Bayang-bayang Eden yang sedang menatapnya dengan sorot terluka dan hati hancur membuat Aciel tidak pernah bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri karena telah memperlakukan wanita itu dengan sangat kejam. Bahkan ia melanggar sendiri sumpahnya di depan Brexton untuk tidak menyebutkan asal usul ibu Eden di depan wanita itu, karena sejak dulu Brexton tidak ingin Eden hidup dengan perasaan rendah diri hanya karena latar belakang ibunya yang bekerja sebagai wanita malam. Sayangnya semalam Eden justru memancing emosinya dengan menampar wajahnya dan membuatnya tidak bisa mengendalikan dirinya yang telah dilingkupi oleh pengaruh alkohol. Kini setelah semua kesadarannya telah kembali, ia justru dilanda rasa bersalah yang tak bertepi hingga membuatnya pusing setengah mati karena ia tidak bisa melakukan apapun. Ia tidak mungkin pergi mendatangi Eden dan mengatakan pada wanita itu jika ia menyesal karena harga dirinya terlalu tinggi untuk melakukan hal rendahan seperti itu. Huh, meminta maaf sama sekali bukan gayanya. Tapi ia juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri dengan bersikap baik-baik saja jika pada kenyataanya ia merasa bersalah. Ia merasa bersalah pada Eden hingga ia nyaris gila karena tidak bisa memperbaiki keadaan yang terlanjur keruh karena perbuatannya.
Prang!
Brakk!
“Sialan! Kau tidak seharusnya membuatku seperti ini Eden!"
Dengan gusar Aciel segera bangkit dari duduknya dan berjalan cepat keluar dari ruang kerjanya. Malam ini ia harus menyelesaikan permasalahannya dengan Eden, apapun yang terjadi. Persetan dengan harga diri yang jelas akan jatuh karena seorang Aciel Lutherford tidak pernah meminta maaf pada siapapun.
Tok tok tok
“Buka pintunya.”
Dengan kasar Aciel mengetuk pintu kamar Eden membabi buta hingga membuat para maidnya bergidik takut. Melihat Aciel yang tampak kusut di depan kamar Eden membuat mereka segera lari terbirit-birit untuk menghindari sang tuan yang sedang dilingkupi oleh emosi. Namun diantara para pelayan itu, tuan Kim justru berjalan mendekat kearah Aciel sambil membungkuk hormat pada pria itu.
“Dimana Eden?”
“Maaf tuan, nona Eden pergi dengan seorang pria siang tadi.” Lapor tuan Kim sungguh-sungguh. Mendengar itu, wajah Aciel terlihat semakin menggelap, dan ia dengan kasar melampiaskan seluruh amarahnya
pada pintu kamar Eden. Ia menendang pintu kamar itu sekeras yang ia bisa hingga salah satu engsel yang terpasang di sisi pintu lepas dan hancur di kakinya.
“Siapa yang mengajak Eden pergi hari ini? Kenapa kau tidak mencegahnya.”
Tuan Kim sedikit gugup mendengar pertanyaan dari Aciel sambil beringsut mundur. Sekarang justru dirinya yang menjadi sasaran kemarahan Aciel. Alih-alih Eden yang harus menanggungnya. Namun karena tuan Kim datang di saat yang tidak tepat, sekarang pria itu juga ikut terkena imbasnya dari kemarahan Aciel yang mengerikan.
“Maaf tuan, saya tidak tahu dengan siapan nona Eden pergi.” jawab tuan Kim sambil menunduk. Aciel semakin marah dan melampiaskan semua kemarahannya dengan menedang pintu kamar Eden sekali lagi. Seharian ini ia terus berkutat dengan rasa penyesalannya karena telah menghina wanita itu dengan kata-kata kasarnya kemarin, namun di luar dugaan, Eden saat ini justru bersenang-senang dengan pria lain dan telah melupakan seluruh masalah mereka.
Setelah puas melampiaskan kemarahannya di depan tuan Kim, Aciel segera berjalan keluar dari mansionnya dan berniat untuk mendinginkan kepalanya di klub. Ia sudah bosan dengan seluruh perasaan menjijikan yang menderanya sejak tadi pagi. Bahkan ia merasa seperti tidak mengenali dirinya sendiri yang tiba-tiba memiliki sebuah perasaan yang dinamakan rasa penyesalan untuk seorang Eden Morel yang sama sekali tak memiliki arti apapun di hidupnya.
“Hahaha... dasar bodoh! Kau bahkan tidak bisa membuka kaleng minuman yang sangat mudah seperti ini? Huh, berikan padaku. Aku akan membukanya untukmu.”
Aciel mengepalkan tangannya kesal saat mendengar suara tawa Eden dengan seorang pria yang ia ketahui bernama Zyan. Saat ini dua orang manusia itu sedang tertawa terbahak-bahak di kursi taman sambil bermain-main dengan kaleng soft drink yang isinya berhamburan ke mana-mana karena Eden sengajanya mengocoknya dengan keras.
“Zy, bagaimana dengan wanita incaranmu, kau sudah menyatakan perasaanmu padanya?”
Aciel mengurungkan niat untuk pergi dan memilih untuk pergi tak jauh dari posisi Eden dan Zyan agar ia dapat mencuri dengar percakapan yang sedang mereka lakukan.
“Entahlah, aku belum melakukannya. Wanita itu sepertinya tidak mencintaiku.”
“Hah, tidak mungkin.” sangkal Eden tidak percaya. Ia yakin wanita manapun pasti akan bertekuk lutut dengan mudah pada Zyan karena pria itu memiliki karisma yang begitu memikat. Hanya wanita bodoh yang akan menyia-nyiakan cinta tulus Zyan jika sampai ia menolaknya. Dan tanpa mereka sadari, Aciel saat ini sedang menyeringai licik di belakang Zyan sambil memikirkan rencananya yang luar biasa. Ia akan merusak persahabatan diantara mereka berdua dengan membeberkan pada Eden, jika Zyan sebenarnya mencintai sahabatnya sendiri, yang tak lain adalah Eden.
“Mungkin saja Eden, karena wanita yang dicintai sahabatmu ini adalah kau. Zyan mencintaimu Eden.”
Eden berjengit kaget di sebelah Zyan sambil menatap tak percaya pada Aciel yang entah sejak kapan telah berada di sana. Sedangkan Zyan, ia refleks memeluk pinggang Eden sambil menarik Eden untuk mendekat kearahnya. Namun dengan kasar Aciel langsung memisahkan mereka berdua dan mencengkeram pinggang Eden agar berdiri di sampingnya.
“Pria bodoh ini telah mencintaimu. Ia merusak hubungan persahabatan diantara kalian dengan perasaan cintanya padamu. Apa kau tidak pernah menyadari perasaan itu?”
“Zy... benarkah kau mencintaiku?”
Zyan menunduk lesu di depan Eden sambil mengangguk pasrah di depan wanita itu. Harapannya untuk mendekati Eden secara perlahan, hancur begitu saja karena ulah Aciel yang datang tiba-tiba diantara mereka berdua.
“Maafkan aku Eden, aku tidak bermaksud merusak hubungan persahabatan kita dengan perasaan yang kumiliki. Tapi aku memang mencintaimu sejak kita masih bersama-sama menempuh pendidikan di bangku perkuliahan. Tolong maafkan aku Eden.”
Eden menatap Zyan tak percaya sambil menunjukan rasa bersalahnya pada pria itu. Selama ini ia tidak pernah tahu jika Zyan ternyata menyimpan perasaan yang begitu besar padanya. Hatinya terlanjur tertutup oleh cintanya untuk Aciel, hingga ia tak pernah menyadari adanya cinta Zyan yang begitu tulus untuknya. Namun sebelum Eden berhasil merangkai kata-kata di kepalanya untuk menjawab kata-kata Zyan, Aciel sudah lebih dulu
menariknya dan menyeret tubuh kurusnya kedalam rumah dengan tarikan kasar hingga Eden meringis kesakitan. Dan dengan suara menggelegar, Aciel memerintahkan anak buahnya untuk mengusir Zyan dari rumahnya agar Eden tidak bisa menemui pria itu lagi.
“Lepaskan! Kubilang lepaskan! Apa yang salah denganmu, kau jahat! Aku membencimu!”
Eden berteriak sekencang yang ia bisa sambil mencoba melepaskan tangan Aciel dari lengannya karena pria itu terus menariknya tanpa perasaan seperti hewan. Dan saat mereka tiba di ujung tangga, Aciel tiba-tiba menghempaskan tubuhnya begitu begitu saja hingga wanita malang itu membentur tembok di belakangnya.
“Masuk ke kamarmu Eden.” desis Aciel penuh emosi. Pria itu mencoba menormalkan degup jantungnya yang menggila karena terlalu emosi dengan berbagai hal yang menghimpit kepalanya. Seharian ini ia terus merasa bersalah pada Eden karena telah menghina wanita itu dengan menyebutkan asal usul ibunya, dan sekarang ia semakin emosi karena wanita yang dipikirkannya itu sejak tadi justru sedang bersenang-senang dengan sahabat lamanya.
“Pergi dari sini brengsek, aku muak melihat wajahmu!” ucap Eden keras sambil beringsut mundur untuk naik ke kamarnya. Namun Aciel justru menahan tangan Eden dan memojokan wanita itu ke dinding sambil mencengkeram dagu wanita itu kuat.
“Kau semakin berani padaku Eden, kau tidak takut lagi padaku?” desis Aciel penuh peringatan.
“Huh, kenapa aku harus takut padamu? Kau bahkan bukan ayahku, jadi untuk apa aku harus takut padamu?” kekeh Eden datar sambil memandang acuh pada Aciel. Ia sungguh muak hidup dipermainkan seperti ini. Setiap hari pria itu bebas bermesraan dengan kekasih-kekasih jalangnya, sedangkan dirinya tidak boleh melakukan apapun dan harus tunduk di bawah kekuasaannya. Apakah itu adil?
“Apa yang terjadi padamu Eden, kemana perginya Edenku yang manis dan polos?”
Sambil mencengkeram dagu Eden, Aciel mendesisi pelan sambil menatap manik karamel itu tajam. Dan seketika ingatanya mulai terlempar ke masa beberapa tahun silam, saat Eden masih menjadi gadisnya yang polos dan juga manis tanpa sisi liar yang pembangkang.
Flashback
“Bagaimana Kim, apa yang ingin kau laporkan hari ini?”
Aciel sibuk membolak-balik kertas di depannya sambil menunggu tuan Kim bercerita. Setiap hari ia tidak pernah absen mendengarkan tuan Kim melaporkan perkembangan Eden yang semakin hari semakin tumbuh dengan cepat. Bahkan tak terasa, kini Eden telah genap berusia dua puluh tahun. Gadis polos yang dulu pernah ia adopsi dari panti asuha itu perlahan-lahan mulai tumbuh menjadi seorang wanita dewasa yang begitu mengagumkan. Sebenarnya tanpa Eden sadari, Aciel sering mengamati gadis itu melalui cctv di ruangannya. Namun baru beberapa minggu terakhir ini Aciel menyadari jika ternyata putri dari Brexton Morel itu begitu cantik. Wajah polosnya yang penuh kelembutan itu berhasil membuat hatinya menghangat saat melihat senyum manisnya tiap ia mengamati wanita itu diam-diam dibalik layar cctvnya.
“Hari ini nona Eden baru saja menyelesaikan tugas kuliahnya bersama teman-teman kampusnya. Dan ia baru saja menyelesaikan makan malamnya.”
“Hmm, apa lagi yang ia lakukan hari ini?”
“Nona Eden menanyakan anda lagi tuan. Apa anda tidak ingin menemuinya?”
Aciel menghentikan kegiatan mengecek laporan bulanan kantornya dan mulai menatap Kim Jungki serius.
“Sejujurnya akhir-akhir ini aku mulai berpikir untuk keluar dari persembunyianku dan menemuinya. Setelah melihat bagaimana mengagumkannya dirinya, aku jadi berubah pikiran untuk bersembunyi lebih lama darinya. Padahal aku berencana untuk mengusirnya pergi dari mansionku saat ia berusia dua puluh lima tahun, sesuai dengan surat wasiat yang dituliskan Brexton. Saat ia berusia dua puluh lima tahun, aku akan memberikan seluruh harta warisan peninggalan Brexton padanya. Dan setelah itu aku akan terbebas dari tanggungjawabku untuk menjaganya. Tapi siapa sangka jika gadis panti polos sepertinya bisa tumbuh menjadi seorang wanita dewasa yang cantik.” ucap Aciel sambil tersenyum misterius kearah tuan Kim. Pria itu membayangkan bagaimana senyum Eden yang selama ini selalu ia kagumi dari kejauhan.
Semua itu bermula dari ketidaksengajaannya yang saat itu berencana untuk memantau kinerja anak buahnya. Ia yang saat itu sedang mengamati area taman belakang tiba-tiba merasa tertarik dengan Eden yang saat itu sedang tersenyum sumringah bersama salah satu maidnya. Sejak saat itu ia menjadi seperti seorang penguntit yang selalu sibuk mengamati Eden dari kejauhan. Dan terkadang ia juga dibuat tersenyum sendiri oleh tingkah manis Eden yang menggemaskan.
“Apa anda menyukai nona Eden?"
“Apa Kim? Apa yang baru saja kau katakan? Sudah berapa lama kau bekerja padaku Kim hingga kau harus menanyakan pertanyaan sampah seperti itu?” kekeh Aciel geli. Pria tua itu langsung menundukan kepalanya meminta maaf namun setelah itu ia langsung mendongakan kepalanya lagi sambil menatap Aciel sungguh-sungguh.
“Nona Eden.... ia berbeda dengan kekasih anda selama ini tuan. Jangan sakiti nona Eden.”
“Apa maksudmu Kim? Aku mempekerjakanmu di sini bukan untuk mencampuri urusanku. Sejak aku memungutnya dari panti asuhan, dia sepenuhnya berada di bawah kekuasaanku. Jadi aku bebas memperlakukannya sesuka hatiku.”
Tuan Kim menundukan kepalanya sekilas dan segera pergi meninggalkan Aciel sendiri di ruangannya. Ia merasa tidak berhak lagi mengatakan apapun pada Aciel karena Eden memanglah bukan tanggungjawabnya. Di sana kedudukannya hanya sebagai seorang kepala pelayan dan tidak berhak sedikitpun mengeluarkan suara untuk membela nona mudanya.
Selepas kepergian tuan Kim, Aciel memutuskan untuk keluar dari ruangannya. Ia berjalan dengan langkah tenang menuju kamar Eden yang berada di ujung lorong di sudut kiri. Bunyi sol pantofel yang beradu dengan keramik marmer yang keras membuat langkah Aciel terdengar lebih mencekam dan juga berbahaya. Sayang, Eden tidak tahu jika sang monster telah keluar dari persembunyiaannya, dan ia hendak menengok sang mangsa yang saat ini sedang tertidur lelap dibalik selimut hangatnya.
Krieett
Aciel membuka perlahan pintu kayu di depannya dan langsung menemukan gundukan putih di tengah-tengah ruangan yang begitu mencolok. Sang putri tidur yang telah menjadi target incarannya sejak berminggu-minggu yang lalu, kini tengah bergelung manja di balik selimut dengan napas teratur yang begitu menggemaskan. Melihat Eden yang tampak polos di bawahnya membuat Aciel merasa aneh dan juga geli. Ini sungguh pencapaian yang luar biasa, karena untuk pertama kalinya seorang wanita dapat hidup dengan baik di dalam mansionnya selama lebih dari enam tahun. Sejujurnya ia tidak pernah suka dengan kedatangan orang baru yang dapat merusak kehidupan bebasnya yang menyenangkan. Tapi untuk Eden, itu pengecualian. Ia terlanjur menyanggupi permintaan Brexton yang saat itu sedang sekarat. Jadi karena alasan itulah ia tidak pernah menampakan diri di hadapan Eden, karena ia malas bertemu dengan gadis kecil itu. Ia lebih suka hidup sendiri dengan seluruh hidupnya yang beba tanpa kekangan.
“Aku tidak sabar untuk bertemu denganmu gadis kecil. Dan aku juga tidak sabar untuk mencicipimu.” bisik Aciel lirih sambil mencondongkan tubuhnya sedikit ke bawah. Setelah itu Aciel melihat adanya gerakan-gerakan kecil yang berasal dari tubuh Eden. Namun pria itu tak berniat sedikitpun untuk menegakan tubuhnya. Ia memilih untuk bertahan pada posisinya sedikit lebih lama sambil menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Mm... ayah... ayah.... tunggu, jangan pergi!”
Seketika Eden membuka matanya nyalang sambil menatap linglung pemandangan di sekitarnya. Wanita itu dalam ketidaksadarannya masih sempat bertatapan dengan Aciel selama empat detik, dan setelah itu ia kembali memejamkan matanya dengan napas teratur yang tampak tenang.
Sedangkan Aciel, ia tampak mematung di tempat tanpa mengucapkan sepatah katapun sambil menatap Eden dalam. Untuk pertama kalinya ia dibuat tercengang oleh seorang wanita hanya dengan satu tatapan mata yang sangat singkat. Ia sepertinya mulai gila.
“Kau milikku Eden. Hanya aku yang boleh memilikimu, hanya aku.”
Dan malam itu, tanpa Eden sadari, ia telah terlelap dengan serangkaian doktrinasi yang di masa depan akan membuatnya terus terbelunggu di dalam kungkungan sang pria bermata coklat.
Flashback end
“Kau telah berubah Eden...”
“Memang, dan kau terlalu lambat untuk menyadarinya.”
Bugh
Saat Aciel lengah, Eden langsung mendorong dada pria itu kuat-kuat hingga Aciel terdorong ke belakang dan tanpa sadar cengkeraman pria itu pada dagunya terlepas. Melihat itu, Aciel memilih untuk diam sambil memperhatikan setiap langkah Eden yang perlahan-lahan mulai meninggalkannya sendiri di ujung tangga. Ini adalah terakhir kalinya ia membiarkan Eden bersikap kasar di hadapannya. Besok, tidak akan ada ampun lagi untuk wanita liar itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Arika Nurma
saling cinta tpi knpa ribet bgt sih huuhh 😪 gengsi gengsi😌
2020-04-21
0