Pukul tiga Eden keluar dari kelasnya sambil melirik kearah pintu utama di kampusnya. Biasanya mobil tuan Han telah menunggu di sana untuk menjemputnya pulang. Namun sore ini ia sama sekali tidak melihat keberadaan mobil Han di sana dan tempat yang biasa digunakan oleh tuan Han justru telah terisi oleh mobil lain.
“Eden, tumben kau tidak langsung pulang dengan supirmu.”
Zyan, salah satu mahasiswa populer di kampusnya, dan salah satu teman sekelasnya tiba-tiba datang sambil menepuk bahunya pelan.
“Oh, supirku belum datang. Kau... kenapa kau tahu jika aku selalu pulang tepat waktu dengan supirku?”
Eden tampak terkejut sambil menatap wajah Zyan tak mengerti. Ia pikir pria itu tidak pernah memperhatikannya karena setiap hari Zyan selalu menjadi incaran para siswi di kampusnya. Lagipula ia bukanlah bagian dari siswi-siswi populer yang setiap hari selalu menjadi sorotan. Di sini ia hanyalah mahasiswi biasa dengan sedikit teman yang jarang menghabiskan banyak waktu di kampus. Jadi ia sangat merasa aneh jika tiba-tiba seorang Zyan mengetahui salah satu kebiasaanya selama ini.
“Kau pasti tidak tahu.”
“Apa?”
“Kau sebenarnya cukup banyak dibicarakan oleh mahasiswa-mahasiswa di sini. Kau cantik Eden, dan polos.”
Seketika Eden tersipu malu sambil mengalihkan tatapan matanya kearah lain. Sungguh ia tidak pernah tahu jika ia sering dibicarakan oleh mahasiswa di kampusnya karena ia sendiri selalu tidak memiliki waktu untuk berbaur dengan mereka. Hanya saat mengerjakan tugas kelompok saja ia membaur dengan teman-temannya, selebihnya ia jarang berinteraksi dengan teman-temannya di kelas.
“Aa aku tidak tahu jika teman-teman sering membicarakanku. Selama ini aku jarang berinteraksi dengan mereka.”
“Kenapa kau selalu pulang tepat waktu? Apa kau memiliki pekerjaan yang mendesak di rumah?”
Eden terkekeh pelan mendengar pertanyaan yang dilontarkan Zyan padanya. Tentu Zyan bukanlah orang pertama yang menanyakan hal itu padanya. Beberapa seniornya di klub dan juga teman-temannya yang lain juga sering menanyakannya. Dan dari seluruh pertanyaan itu, hanya satu jawaban yang selalu diberikan oleh Eden pada mereka.
“Ayah angkatku tidak suka jika aku pulang terlambat, ia membuat peraturan yang sangat ketat di rumah.”
“Benarkah?”
Eden mengangguk mengiyakan sambil membayangkan serentetan aturan yang dulu pernah dikatakan tuan Kim padanya. Saat pertama ia menginjakan kaki di mansion milik Aciel Lutherford, tuan Kim, selaku kepala pelayan di mansion itu langsung memberikan banyak aturan yang cukup memusingkan untuknya. Dan saat ia mulai masuk ke sekolah, tuan Kim memberikan aturan tambahan padanya. Salah satu aturan itu adalah ia dilarang untuk pulang melebihi jam pelajaran yang telah ditetapkan oleh sekolah. Dulu sebenarnya ia cukup tidak nyaman dengan peraturan itu karena semua peraturan itu jelas-jelas telah membatasi ruang geraknya. Namun semakin lama ia semakin terbiasa dengan semua itu, dan sekarang ia justru menikmati semua itu dengan santai.
“Apa ayah angkatmu orang yang galak?”
Eden langsung terbahak-bahak mendengar pertanyaan yang dilontarkan Zyan sambil menutup mulutnya agar tawanya tidak sampai membuat mahasiswa yang berlalu lalang merasa terganggu.
“Ayahku tidak galak.” Jawab Eden pendek. Ia masih tertawa membayangkan Aciel yang bahkan sangat jarang ditemuinya di rumah. Justru sekali-sekali ia ingin tahu bagaimana bentuk kemarahan Aciel karena pria itu selama ini sangat jarang ia temui di rumah.
“Lalu kenapa ia tidak memperbolehkanmu pulang terlambat?”
“Itu karena.....”
“Eden.”
Suara dingin dan tegas itu tiba-tiba menginterupsi kata-kata Eden dan membuat wanita itu menoleh terkejut kearah sumber suara. Di samping kirinya telah berdiri Aciel dengan stelan kantornya yang terlihat gagah sambil memasukan tangan kanannya ke dalam saku jas. Pria itu menatap Eden dan Zyan bergantian dengan tatapan intens, dan terakhir ia kembali menatap Eden sambil mendesis tajam pada wanita itu.
“Ayo pulang, kau sudah membuatku menunggu lama Eden.”
“Oo oh, maafkan aku. Zyan, aku duluan. Sampai jumpa.”
Eden tersenyum kecil pada Zyan dan segera melangkah mengikuti Aciel yang telah berjalan terlebih dahulu di depannya. Beberapa pasang mata tampak mencuri-curi pandang kearah Aciel sambil berdecak kagum karena ketampanan pria itu. Namun Aciel hanya diam sambil menunjukan wajah datarnya pada semua orang tanpa mempedulikan semua tatapan memuja yang diarahkan kepadanya.
“Masuk.”
Eden mengikuti perintah Aciel tanpa suara sambil menunjukan wajah terheran-herannya pada pria itu. Lagi-lagi ia mendapatkan sebuah kejutan yang luar biasa. Pagi tadi pria itu menampakan dirinya setelah lebih dari enam tahun tidak pernah terlihat batang hidungnya. Dan sekarang tiba-tiba pria itu menjemputnya di kampus. Apakah benar yang bersamanya saat ini adalah Aciel, ayah angkatnya yang dingin dan juga mengerikan itu?
“Kenapa tiba-tiba anda menjemputku?”
“Panggil aku kakak, aku tidak suka bahasa formal seperti itu.”
“Kakak? Tapi kau lebih pantas untuk menjadi ayahku.” Ucap Eden dengan suara pelan. Ia takut Aciel akan tersinggung dengan ucapannya. Dan benar saja, Aciel memang langsung menatap kearahnya dengan tatapan tajam yang terlihat mengerikan.
“Aku bukan ayahmu. Aku mengambilmu dari panti asuhan bukan untuk menjadi ayahmu.”
“Lalu untuk apa? Aku berharap untuk memiliki sebuah keluarga, tapi kau memperlakukanku seperti ini.”
Eden tanpa sadar telah mengeluarkan seluruh emosinya yang telah ia pendam selama enam tahun terakhir ini.
“Bukankah aku sudah pernah mengatakan padamu untuk tidak mengharapkan apapun padaku? Kau lupa baby? Di sini aku hanya menepati janjiku pada ayahmu. Ia ingin aku menjagamu setelah dirinya tidak ada.”
Aciel menatap jalanan di depannya dengan rahang mengeras sambil mencengkeram kemudi mobilnya erat. Ternyata Eden dewasa sangat berbeda dengan Eden remaja yang tampak diam dan pemalu. Eden dewasa lebih berani hingga ia dibuat geram dengan sikap menuntut yang ditunjukan wanita itu beberapa detik yang lalu. Untung saja Eden adalah putri dari sahabat baiknya, jika tidak, mungkin ia akan melempar keluar wanita itu sekarang juga dari mobilnya.
“Kau sekarang adalah tanggungjawabku, jadi menurutlah dengan semua aturan yang telah kuberikan padamu.”
“Jika aku adalah tanggungjawabmu, kau seharusnya memperlakukanku sebagaimana mestinya. Aku ingin kau menjadi keluargaku dalam artian yang sebenarnya.”
Aciel menoleh cepat kearah Eden, dan sedetik kemudian pria itu langsung menyeringai misterius kearah wanita itu.
“Deal! Akan kutunjukan bagaimana sebuah keluarga itu Eden Morel. Sekarang turunlah, aku harus kembali ke kantor.”
Tanpa terlihat takut sedikitpun, Eden segera melangkah turun sambil membalas tatapan tajam Aciel dengan tatapan polos miliknya. Tanpa sadar ia mengagumi netra coklat itu dan ingin sekali menatapnya untuk waktu yang lebih lama. Sayangnya pria itu sudah lebih dulu menutup pintu mobilnya keras-keras dan pergi begitu saja dengan mobil mewahnya, meninggalkan mansion miliknya dengan hembusan asap tipis yang membumbung tinggi ke udara.
-00-
Tok tok tok
Eden menguap pelan sambil merentangkan tangannya ke udara. Dengan rambut acak-acakan ia segera menuruni ranjangnya sambil berusaha membuka matanya lebar-lebar yang terasa lengket. Semalam ia tidur terlalu larut karena harus mengerjakan tugas-tugas kuliahnya yang begitu banyak. Dan setelah ia selesai mengerjakan seluruh tugasnya, ia justru menonton drama yang akhir-akhir ini cukup populer di kalangan teman-teman sekelasnya. Setiap hari ia selalu dibuat penasaran oleh teman-temannya yang tidak pernah berhenti membicarakan sang tokoh utama yang menurut mereka tampan. Tapi setelah ia bertemu dengan ayah angkatnya, ia merasa tokoh utama itu sama sekali tidak tampan. Aciel Lutherford justru jauh lebih tampan dengan mata coklatnya yang tajam dan juga stelan jasnya yang selalu membuatnya terlihat lebih seksi.
“Nona, tuan Aciel menunggu anda di meja makan untuk sarapan bersama.”
Eden mengucek-ucek matanya sekali lagi dan langsung menoleh kearah jam dindingnya yang masih menunjukan pukul lima pagi. Pantas saja langit di luar jendela kamarnya masih terlihat gelap. Ini benar-benar terlalu pagi untuk sarapan. Ia tidak pernah makan sepagi ini karena jam makan paginya selalu pukul tujuh.
“Ini masih terlalu pagi untuk sarapan.” Ucap Eden terlihat enggan. Ia kemudian melirik tubuhnya sendiri yang masih dibalut hot pants pendek dan juga kaus yang terlihat kusut di sana sini karena digunakannya untuk tidur. Bagaimana mungkin ia akan sarapan dengan pakaian seperti itu? Paling tidak ia membutuhkan waktu tiga puluh menit untuk mandi dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih pantas untuk dibawa ke
meja makan.
“Tapi tuan Aciel biasa sarapan di pagi hari seperti ini. Lima belas menit lagi tuan Aciel harus sudah berangkat ke kantor, jadi lebih baik anda segera bersiap untuk sarapan bersama tuan Aciel sekarang.”
“Tapi aku setidaknya memerlukan waktu tiga puluh menit untuk bersiap-siap. Tuan Kim, apa ini yang membuat aku tidak pernah bertemu dengan kak Aciel selama ini? Ia selalu sarapan di pagi hari saat aku masih terlelap dan ia akan pulang larut malam saat aku sudah tertidur?”
“Benar nona. Dan sekarang tuan Aciel ingin sarapan bersama dengan anda....”
“Bukankah kau ingin memiliki keluarga yang sesungguhnya baby.”
Eden langsung terkesiap terkejut sambil memiringkan wajahnya ke samping untuk melirik sosok Aciel yang baru saja memotong ucapan tuan Kim. Melihat Aciel yang telah siap dan tampak segar membuat Eden langsung mengernyitkan dahinya bingung. Ia benar-benar tak habis pikir dengan pola hidup Aciel selama ini. Jika pria itu selalu pulang larut malam, lalu berapa jam pria itu menghabiskan waktunya untuk tidur jika sepagi ini saja ia sudah terlihat rapi dengan kemeja biru yang terlihat begitu menawan di depan matanya?
“Tapi aku belum bersiap-siap.”
Aciel melirik tubuh Eden intens dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dengan tatapan yang terlihat datar, Aciel sebenarnya sedang mengagumi tubuh Eden yang mulai beranjak dewasa. Eden dewasa ternyata lebih memukau daripada Eden anak-anak yang masih terlihat polos. Tapi meskipun Eden telah beranjak dewasa, tatapan wanita itu masih tetap menunjukan tatapan polos yang menggemaskan. Ia tiba-tiba saja berpikir untuk merusak
kepolosan itu. Namun pikiran itu seketika buyar ketika Eden tiba-tiba menggerakan tangan kanannya di depannya sambil menatapnya aneh.
“Kakak, kau melamun?”
“Hanya sedang berpikir. Cepatlah bersiap-siap. Aku memberimu waktu sepuluh menit.”
Mendengar itu, Eden langsung berlari cepat kedalam kamarnya untuk bersiap-siap. Ia tidak ingin Aciel menunggunya terlalu lama di meja makan, sedangkan pria itu sudah berusaha untuk mewujudkan keinginannya sebagai seorang anggota keluarga yang baik.
Sambil berlari-lari kecil, Eden masuk kedalam kamar mandinya dan langsung mandi secepat yang ia bisa. Pagi ini ia hanya menggosok sedikit tubuhnya dan langsung berjalan menuju westafel untuk menggosok gigi. Setelah itu ia segera meraih jubah mandinya dan berjalan menuju lemari pakaian untuk mengambil satu dress yang sudah lama ingin ia gunakan di depan Aciel. Setelah itu Eden segera menyisir rambutnya asal dan membiarkan rambut itu menggantung indah dibalik punggungnya.
“Astaga!”
Eden memekik heboh saat melihat jam di dindingnya telah menunjukan pukul lima lebih sepuluh menit. Ia telah kehabisan waktu untuk sekedar memoles wajahnya dengan makeup tipis. Akhirnya tanpa sempat membubuhkan apapun di wajahnya, Eden segera berlari turun menuju meja makan untuk sarapan bersama Aciel. Selama menuruni tangga, Eden terus berpikir, kata-kata apa yang sebaiknya ia gunakan untuk menyapa Aciel. Ia
terlalu senang dan juga bersamangat pagi ini karena Aciel akhirnya mau menganggapnya sebagai bagian dari anggota keluarganya.
“Maaf telah membuatmu menunggu lama.”
Eden tampak belum terbiasa memanggil Aciel dengan sebutan kakak. Rasanya sedikit aneh untuknya memanggil Aciel dengan sebutan itu. Namun ia juga tidak memiliki pilihan lain karena Aciel tidak suka dipanggil dengan sebutan ayah.
“Duduklah.”
Tanpa mengalihkan tatapan matanya dari layar ponsel pintarnya, Aciel meminta Eden duduk. Dan hal itu langsung dipatuhi oleh Eden tanpa banyak berkomentar. Saat mendudukan tubuhnya di kursi di samping Aciel, Eden benar-benar gugup hingga ia merasa sulit untuk bernapas. Kegiatan makan pagi yang selama ini ia idam-idamkan akhirnya terlaksana juga. Meskipun kemarin ia sudah melakukannya, namun kali ini terasa berbeda karena pria itu melakukannya karena ia yang memintanya kemarin.
“Kau ada kelas pagi bukan?”
“I iya, jam setengah delapan.”
“Kalau begitu kau pergi bersamaku.”
Eden langsung mengangkat wajahnya dan terlihat ingin protes pada Aciel. Ia tidak mungkin berangkat bersama pria itu karena ini masih terlalu pagi untuk pergi ke kampus. Lagipula kampus masih sangat sepi di jam setengah enam seperti ini. Ia takut berada di kampus sendirian.
“Kita ke kantor dulu pagi ini. Bukankah kita keluarga, Eden? Sudah sepantasnya kau mengetahui apa pekerjaanku selama ini.”
Tanpa sadar Eden menelan salivanya gugup sambil berpura-pura sedang mengaduk supnya di dalam mangkuk. Tatapan pria itu sungguh mengerikan hingga membuat jantungnya berdebar-debar. Namun jika dipikir-pikir, apa yang dikatakan oleh Aciel memang benar. Ia sudah seharusnya mengetahui jenis pekerjaan Aciel dan juga dimana letak kantor pria itu.
“Memangnya kau bekerja dimana?”
“Pertanyaan bagus, tapi kita akan mengetahuinya nanti. Sekarang makanlah sarapanmu, dan setelah itu bersiaplah. Aku tahu, kau pasti memerlukan waktu untuk memoles wajahmu setelah ini.”
Tanpa sadar Eden menyentuh pipinya sambil menatap Aciel keheranan. Pria itu, meskipun mereka tidak pernah bertemu selama ini, namun ia selalu tahu apa saja yang berkaitan dengannya. Bahkan Aciel juga tahu nama-nama dosennya yang selama ini tidak pernah ia sebutkan pada pria itu. Apakah Aciel selama ini diam-diam mengawasinya.
“Kau terlihat sudah hafal dengan beberapa hal yang berkaitan denganku.”
“Itu karena wajahmu mudah untuk dibaca. Kau terlalu polos untuk ukuran wanita seusiamu.”
Eden menggigit bibir bawahnya jengkel dan segera melanjutkan kegiatan makannya kembali. Berbicara dengan Aciel memang tidak pernah semenyenangkan berbicara dengan orang lain yang selama ini selalu ditemuinya, karena Aciel adalah pria dewasa misterius yang terkadang jalan pikirannya sulit sekali untuk ditebak. Setiap kata-kata yang terlontar dari bibirnya, pasti akan dijawab dengan jawaban bernada datar dan terkadang berisi hal-hal yang membuat ia emosi saat mendengarnya.
“Aku sudah selesai.”
Eden meninggalkan sarapannya yang masih tersisa separuh begitu saja dan segera melangkah pergi menuju kamarnya. Tiba-tiba saja ia sudah kenyang dan tidak ingin lagi menghabiskan sarapannya, sehingga ia memilih untuk kembali ke kamarnya dan bersiap-siap. Mungkin moodnya bisa kembali bagus setelah ia sedikit menjauhi Aciel untuk sementara waktu.
-00-
Eden tidak bisa menyembunyikan wajah kagumnya ketika Aciel membawanya kedalamm kantornya yang sangat besar dan juga mewah. Bangunan tinggi yang didominasi oleh arsitektur bergaya eropa itu membuat Eden terus berdecak kagum selama mereka berjalan menyusuri lobi kantor yang tampak sepi.
“Kakak, kantormu bagus. Kau memiliki bisnis apa hingga memiliki kantor sebesar ini?”
“Otomotif. Perusahaanku memproduksi mobil.
“Apa? Mobil! Kalau begitu berikan aku satu mobil keluaran perusahaanmu.”
Tanpa sungkan Eden meminta hal itu pada Aciel sambil bergelayut manja di lengan kekar pria itu. Sekilas
mereka berdua tampak seperti sepasang kekasih jika dilihat dari kejauhan. Sikap Eden yang terlihat sedikit manja pada Aciel membuat orang-orang bisa saja berpikiran yang tidak-tidak tentang mereka. Meskipun Aciel sebenarnya memang cukup tua untuk menjadi kekasih Eden, namun wajah tampan penuh karisma milik pria itu mampu menyamarkan garis-garis usia yang seharusnya tercetak jelas di wajahnya.
“Akan kuberikan setelah kau bisa mengemudikannya.” Janji Aciel. Eden langsung berteriak girang sambil berjalan mengikuti Aciel kedalam sebuah lift khusus yang hanya diperuntukan untuk Aciel. Setelah itu mereka bersama-sama naik ke lantai dua puluh untuk melihat bagaimana rupa ruangan Aciel di sana. Dan Eden sama sekali tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya, kala lift yang membawanya dapat menunjukan pemandangan indah kota Las Vegas saat Aciel menekan sebuah tombol untuk membuka tabir abu-abu yang sebelumnya menutupi seluruh badan lift.
“Ini indah, kau memiliki perusahaan yang menakjubkan.”
“Kau masih bisa melihat yang lebih menakjubkan nanti.”
Ketika lift berhenti dan berdenting nyaring, Aciel langsung melangkah keluar sambil memasukan kedua tangannya kedalam saku celana dengan gaya angkuhnya. Pria itu lantas membuka pintu kantornya lebar-lebar dan membuat Eden langsung terkagum-kagum dengan desain interior ruangan Aciel yang menakjubkan.
“Ini indah, sungguh indah! Kenapa kau tidak memberitahuku semua ini sejak awal?”
“Hanya menunggu waktu yang tepat.” Jawab Aciel asal. Sejujurnya ia tidak pernah berencana untuk memperkenalkan pada Eden tentang bagaimana kehidupannya selama ini. Tapi tiba-tiba saja ia memiliki ide gila itu setelah mengetahui bagaimana wajah cantik Eden yang luar biasa. Untuk pertama kalinya, ia merasa tertarik dengan seorang wanita. Dan sayangnya wanita itu adalah anak dari sahabatnya sendiri.
“Jadi kau sering menghabiskan waktumu di sini?”
“Kantor ini sudah kuanggap seperti rumahku sendiri sejak aku berusia dua puluh lima tahun.”
“Dua puluh lima? Sekarang berapa usiamu?” Tanya Eden penasaran. Selama ini ia hanya sebatas menerka-nerka berapa usia Aciel sebenarnya tanpa pernah tahu berapa tepatnya usia pria itu. Tapi dari paras yang ditunjukan oleh Aciel, mungkin usianya sekitar tiga puluh empat tahun.
“Usia hanyalah angka Eden, itu tidak terlalu penting. Lihatlah pantulan dirimu di dalam cermin, bukankah kita sama? Manusia sebenarnya hanya digolongkan kedalam empat jenis, anak-anak, remaja, dewasa, dan lansia. Saat ini kita sama-sama berada di tahap manusia dewasa, jadi bukankah kita sama?”
Eden mengamati pantulan dirinya di dalam cermin dengan serius sambil sesekali melirik pantulan Aciel yang berada tepat di belakangnya. Apa yang dikatakan oleh Aciel padanya sedikit banyak memang benar. Ia dan Aciel terlihat tidak ada bedanya sekarang. Mereka berdua sama-sama dua orang manusia dewasa dan jika diamati secara sekilas mereka berdua tampak berada di usia yang hampir sama.
“Kau benar, usia hanyalah angka. Kau akan menunjukan apa lagi padaku?”
“Untuk hari ini aku hanya akan menunjukan bagaimana kehidupanku di kantor. Aku janji, kau akan mendapatkan lebih banyak lagi setelah ini.” Bisik Aciel menggoda di telinga Eden. Wanita itu refleks memundurkan kepalanya sambil menatap pantulan wajah Aciel dengan raut takut. Ia belum pernah berada sedekat itu dengan seorang pria. Keberadaan Aciel di belakangnya yang sedang berbisik di telinganya, membuat bulu kuduknya seketika meremang karena sensasi geli yang ditimbulkan Aciel dari hembusan napasnya yang hangat.
“Sebelum kita pergi, bolehkah aku menanyakan sesuatu?”
“Dimana keluargamu yang lain?”
Untuk beberapa saat Aciel hanya diam sambil membuang wajahnya kearah lain. Pria itu terlihat enggan untuk membahas masalah keluarga yang terasa seperti sebuah omong kosong untuknya. Sejak dulu ia tidak terlalu menyukai sebuah ikatan yang dinamakan dengan keluarga karena ia tidak pernah tahu bagaimana rasanya memiliki sebuah keluarga. Ayahnya yang keras tidak pernah memperlakukannya seperti seorang keluarga, tapi lebih kepada seorang pekerja yang terus diperbudak untuk memenuhi seluruh keinginannya.
“Aku tidak memiliki keluarga. Lebih baik kita pergi sekarang, dosen Herris akan segera tiba untuk memberikan kuliah pagi.”
Tanpa menunggu jawaban dari Eden, Aciel segera melangkah keluar dari ruangannya sambil mengepalkan tangannya dibalik saku celana hitamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Nor Hamidah
l.po. .k . . . .k .k .k .k .k .k .k .k .k . .k .k .k
2020-04-25
0